Penulis: Rona Diana, SH., MH.
Senja kala mencoba menghitung rintik hujan, kita menyepakati jumlahnya “Banyak” begitupun tentang jumlah pertahun tentang angka perceraian di kabupaten Indramayu, angka kenaikannya tak bisa dibilang sedikit.
Dikutip dari Kompas.com, 17 Januari 2023, Kabupaten Indramayu secara nasional masuk peringkat keempat dalam kasus perceraian di Indonesia, selama tahun 2022 PA Indramayu menerima 10.318 perkara, sebanyak 7.771 perkara mendapat putusan dari hakim PA Indramayu.
Jika kita melihat proses turunnya hujan berawal dari siklus cuaca yang panas kemudian terjadi penguapan air laut lalu “menyampaikan” keawan kemudian turunlah hujan, maka kalau kita analisa proses terjadinya perceraian yang meninggi di Indramayu diantara faktor penyebab nya adalah sebagai berikut:
Pertama,Mindset berfikir yang menganggap bahwa perceraian adalah faktor turunan, sehingga upaya untuk mempertahankan ikrar suci pernikahan tidak dilakukan secara maksimal dan perceraian seolah bukan hal “tabu” lagi untuk dilakukan, hal tersebut turun temurun “membudaya” dikalangan masyarakat.
Dalam hal ini ketua LEKHI (lembaga kajian hukum Indramayu) Aditya Firmansyah, S.Pd., SH., mengatakan “melalui regulasi yang ada dalam SEMA NO. 1 TAHUN 2022 merupakan upaya preventif agar para pihak berpikir ulang untuk mengurungkan atau tidak jadi bercerai” sedangkan menurut Advokat Peradi Indramayu Karyono, SH., “Upaya cegah dini percerain harus benar-benar dicarikan formula tepat sampai dengan menyentuh masyarakat secara menyeluruh dan itu merupakan tugas kita semua “
Kedua, rendahnya Sumber Daya Manusia berkorelasi pada kurang siapnya dua insan tertaut mengarungi bahtera rumah tangga dengan segala resiko baik mental maupun kebutuhan ekonomi yang menyertainya.
Pentingnya kesiapan mental dalam berumah Tangga harus diimbangi dengan pendidikan yg baik ” dari pendidikan akan meningkatkan SDM lebih unggul tentunya pula berkorelasi dengan tingkat etos kerja yg baik, sehingga ketika seseorang dalam rumah tangga benar benar sudah siap baik dari mental maupun ekonomi, dari situ maka faktor pelanggaran hukum dari penyebab perceraian seperti : ekonomi rumah tangga yg lemah dan KDRT sedini mungkin dapat diminimalisir “ ucap sekjen Peradi Indramayu R.Ganjar Tirta Pramahyana, SH ,MH., dalam kesempatan yang sama Ghofur Alfarizi, SE., Pengusaha muda ini mengatakan “Indramayu dengan potensi ekonomi yang bersumber dari pertanian dan kelautan harus bisa mensejahterakan masyarakat nya, sehingga tidak ada lagi faktor ekonomi menjadi alasan warganya bercerai, maka dari itu program ekonomi berbasis potensi kerakyatan menjadi mutlak untuk diprioritaskan “
Ketua PPKHI (Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia) Indramayu Syamsudin, SH., Mengatakan “dalam penanganan perkara cerai hendaknya kita menekankan dari berbagai sisi Baik itu dari sisi humanis, ketentuan perundangan-undangan, sosiologis, maupun sisi agama agar klien sadar akan konsekuensi dari perceraian”
Menurut Novi Handrayani, SH., (Wasekjen Peradi Indramayu) dari beberapa perkara Perceraian yang ditanganinya di Pengadilan Agama Indramayu, membenarkan bahwa presentasi perempuan sebagai penggugat lebih tinggi “faktor ekonomi mendominasi alasan gugatan perceraian diajukan, banyak TKW (Tenaga Kerja Wanita) yang mengajukan gugat cerai karena sudah jengah dengan kondisi ekonomi yg tidak kunjung membaik, ini menjadi Pekerjaan Rumah Pemda Indramayu untuk bisa membuka lapangan kerja seluas-luasnya dengan begitu alasan klise perceraian akibat ekonomi dapat dikurangi”
Ketiga, belum maksimalnya peran pemerintah dalam rangka penyuluhan maupun edukasi menyeluruh mengenai permbinaan bagi calon pengantin.
Hendra Irvan Helmy, SH., (Leader D’tropic Lawyer Club ) menanggapi “meski saya pribadi dalam melaksanakan profesi berprinsip mewakili masalah bukan mewakili perasaan klien, tetapi dalam hal ini terkadang dilematis sebagai manusia biasa wicis problem rumah tangga itu ranah privat seseorang terlebih menyangkut masa depan anak-anak, makanya saya tiap menangani perceraian selalu berpesan untuk dipikirkan matang-matang sebelum ajukan gugatan ke pengadilan agama “ hal ini diaminkan pula oleh Rona Diana, SH., MH., (Sekjen LEKHI) “penanganan perkara perceraian harus bisa disampaikan duduk perkara berikut dampak hukum dan sosial secara komperhensif, agar pihak yang berperkara memprioritaskan Islah dalam perkara cerai demi terwujudnya pernikahan yang sakinah mawadah warahmah “
Solusi menghadapi problematika perceraian yang menurut agama adalah perbuatan yg dibenci Tuhan ini tidak bisa dilakukan sendiri, melainkan harus bersama bergandeng tangan dari mulai Agamawan, akedemisi, praktisi hukum sampai dengan instansi atau dinas terkait dengan cara memberikan peran serta tindakan nyata dibidang dan wewenangnya masing masing, sehingga episode fenomena dikabupaten Indramayu “musim panen (kawin),paceklik (cerai)” menemui titik akhirnya .