Oleh: Amir Firmansyah
Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Adhyaksa
Kagetnews | Opini – Pupuk adalah denyut nadi pertanian. Tanpa akses yang adil dan tepat sasaran terhadap pupuk, petani sehebat apa pun ilmunya akan kesulitan menjaga produktivitas. Oleh karena itu, keberhasilan pengawasan pupuk subsidi bukanlah isu teknis semata, melainkan bagian penting dari strategi ketahanan pangan nasional.
Dalam beberapa tahun terakhir, Pemerintah menunjukkan kemajuan signifikan dalam memperbaiki sistem distribusi dan pengawasan pupuk, khususnya untuk komoditas strategis seperti padi. Upaya ini patut diapresiasi sebagai langkah konkret menjaga kemandirian pangan Indonesia.
Melalui sistem e-RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok), pemerintah mulai membangun sistem distribusi pupuk berbasis data. Dengan pendekatan digital dan verifikasi berjenjang, subsidi pupuk tidak lagi disalurkan secara serampangan, melainkan berdasarkan kebutuhan aktual di tingkat kelompok tani. Hasilnya, distribusi menjadi lebih transparan dan tepat sasaran. Meski belum sempurna, penerapan e-RDKK telah memangkas potensi kebocoran dan mempersempit ruang gerak mafia pupuk yang selama ini menyusupi jalur distribusi.
Transformasi Penyaluran Dari Monopoli ke Multi Distributor
Kementerian Pertanian bersama PT Pupuk Indonesia juga telah menata ulang sistem distribusi agar lebih kompetitif dan terbuka. Penyaluran pupuk kini tidak hanya mengandalkan satu distributor besar, tetapi melibatkan lebih banyak pihak yang diawasi secara ketat. Pendekatan ini meningkatkan efisiensi distribusi dan mengurangi praktik penimbunan.
Selain itu, Pemerintah memperkuat pengawasan lintas sektor inspeksi mendadak, pelibatan pemerintah daerah, bahkan koordinasi dengan aparat penegak hukum. Langkah ini menunjukkan bahwa pengawasan pupuk kini menjadi agenda serius lintas kementerian dan lembaga.
Stabilitas pasokan pupuk berdampak langsung pada produktivitas tanaman padi, yang tetap terjaga meskipun dunia tengah menghadapi tekanan krisis pangan dan perubahan iklim. Data BPS menunjukkan bahwa produksi beras nasional pada tahun 2023 tetap mampu menembus lebih dari 31 juta ton, sebagian besar disumbang oleh keberlanjutan input seperti pupuk dan benih.
Dengan ketersediaan pupuk yang relatif stabil, petani padi di banyak sentra produksi seperti Indramayu Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan masih bisa menjaga intensitas tanam dan panen, bahkan di tengah tantangan cuaca ekstrem.
Meski berbagai pencapaian tersebut menunjukkan progres positif, tantangan masih ada. Beberapa daerah terpencil masih mengeluhkan keterlambatan distribusi. Sistem e-RDKK belum sepenuhnya inklusif terhadap petani yang tidak tergabung dalam kelompok petani formal. Selain itu, pengawasan berbasis digital belum diimbangi dengan literasi teknologi di kalangan petani.
Pemerintah perlu memperkuat pendampingan teknis, edukasi petani, serta menyempurnakan sistem pelaporan dan pengaduan masyarakat agar pengawasan berjalan dua arah. Hal ini sejalan dengan Filosofi Prinsip Berkelanjutan dan Berkeadilan dalam Hukum Lingkungan dan Sumber Daya Alam.
Prinsip Berkelanjutan dan Berkeadilan dalam Hukum Lingkungan dan Sumber Daya Alam
Prinsip berkelanjutan dan berkeadilan bukan hanya merupakan norma etis, melainkan bagian dari prinsip hukum yang wajib ditegakkan dalam kerangka hukum lingkungan dan sumber daya alam Indonesia. Relevansinya semakin penting dalam menghadapi tantangan global dan nasional seperti krisis iklim, ketimpangan sosial, serta tekanan terhadap hak masyarakat adat dan lokal. Dengan demikian Pembangunan berkelanjutan adalah konsep pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Konsep ini memiliki landasan filosofis yang kuat, yang bertumpu pada nilai-nilai moral, etika, dan keseimbangan hubungan antara manusia, alam, dan waktu.
Sedangkan kaitanya dengan prinsip berkeadilan dalam konteks hukum lingkungan dan sumber daya alam memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan hukum dalan lingkungan yang menjadi objek dari pengelolaan alam. Sehingga Pembangunan berkeadilan dalam konteks hukum lingkungan dan sumber daya alam bertumpu pada prinsip bahwa pengelolaan lingkungan dan SDA harus dilakukan secara adil, berkelanjutan, dan bertanggung jawab, demi mewujudkan kesejahteraan bersama serta menjaga keberlanjutan ekosistem bagi generasi kini dan mendatang.
Landasan filosofis dari prinsip berkelanjutan (sustainability) dan berkeadilan (equity) dalam hukum lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam mencerminkan gabungan antara nilai-nilai etika, pandangan tentang hubungan manusia dengan alam, serta tanggung jawab lintas generasi. Pendekatan ini akan membawa kita pada pemaknaan konsep keadilan lingkungan, menurut Subarkah penegakan hukum yang menggunakan legal pluralism approach diharapkan dapat mewujudkan keadilan.
Konsep keadilan lingkungan ini dapat kita temui pada nilai-nilai Pancasila, khususnya sila ke lima keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, konsep keadilan sosial ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh John Rawls bahwa subjek utama keadilan adalah masyarakat, Rawls menegaskan bahwa program penegakan keadilan yang berdimensi kerakyatan haruslah memperhatikan dua prinsip keadilan yaitu :Pertama, memberi hak dan kesempatan yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas, seluas kebebasan yang sama bagi setiap orang. Kedua, mampu mengatur kembali kesenjangan sosial ekonomi yang terjadi sehingga dapat memberi keuntungan yang bersifat timbal balik (reciprocal benefits) bagi setiap orang, baik mereka yang berasal dari kelompok beruntung maupun tidak beruntung.
Dalam perumusan Undang-Undang bidang lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam keadilan dapat dipandang dari dua aspek, pertama; keadilan dapat dipandang sebagai sebuah keutamaan (virtue), yang muncul dari upaya reflektif individu mengenai cara hidup yang baik dan sesuai dengan etika (gagasan keadilan menurut Plato), dan kedua; keadilan yang dipandang sebagai keutamaan tadi hanya melulu muncul dan eksis di relung pribadi masingmasing individu, namun lebih jauh lagi, keadilan hadir pada suatu situasi dan komunitas kehidupan manusia. Oleh karenanya Pasal 28 H ayat (1) yang menyatakan setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Hal ini menandakan negara diharuskan untuk menjamin terpenuhinya hak setiap orang untuk memperoleh lingkugan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi bidang ekologi lingkungan.
Keberhasilan pemerintah dalam memperbaiki pengawasan pupuk subsidi adalah langkah penting menuju kedaulatan pangan yang inklusif dan berkelanjutan. Tapi perjuangan belum selesai. Pupuk harus menjadi jembatan antara kebijakan negara dan kesejahteraan petani, bukan sekadar komoditas bersubsidi yang rawan diselewengkan.
Ketika pupuk tersalur tepat sasaran, hukum ditegakkan secara adil, dan petani diberdayakan maka Indonesia tak hanya kuat di atas kertas, tapi tangguh di ladang. ***






















