Kagetnews | Medan – Federasi Serikat Pekerja Kerah Biru – SPSI Provinsi Sumatera Utara menyatakan penolakan dan meminta penundaan atas rencana penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang telah diamanatkan melalui Perpres No. 59 Tahun 2024.
Sampai dengan hari ini regulasi teknis yang diamanahkan dalam Perpres 59 Tabun 2024 untuk mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) yang seharusnya menjadi petunjuk pelaksanaan tentang bentuk, kriteria, maupun mekanisme KRIS belum juga diterbitkan. Hal ini menimbulkan kebingungan di lapangan baik di rumah sakit selaku fasilitas pelayanan kesehatan maupun peserta dari para pekerja yang telah patuh membayar melalui iuran di JKN selama ini.
“Bagaimana mungkin kita bisa melaksanakan kebijakan perubahan besar yang menyangkut nasib jutaan rakyat, jika aturan mainnya saja belum tersedia? Dalam pandangan kami masih belum jelas – fasilitas seperti apa yang dijanjikan, bagaimana implementasinya, belum ada penjelasan konkret,” ujar Ketua FSP Kerah Biru Sumatera Utara, Salahuddin Lubis (9/7)
Selain itu, tidak ada kejelasan mengenai dampak KRIS terhadap tarif layanan maupun besaran iuran yang akan dikenakan kepada pekerja dan pemberi kerja. Apakah iuran tetap, naik, atau akan dikenakan sistem baru? Sampai saat ini, publik tidak diberikan transparansi dan ruang partisipasi untuk menilai implikasi kebijakan ini. Apakah hasil monitoring evaluasi yang dimintakan di Perpres lalu ? Apakah hasil monevnya dijadikan sebagai landasan penyusunan kebijakan ?
FSP Kerah Biru Sumut menilai bahwa KRIS ini rencana baik Pemerintah untuk meningkatkan mutu layanan di JKN. Tentu mendukung hal tersebut. Tapi KRIS dengan konsep 1 ruang perawatan tidak boleh dipaksakan sebelum ada kejelasan menyeluruh mengenai:
1. Regulasi teknis yang adil, implementatif, mampu laksana di tingkat lapangan.
2. Kesiapan rumah sakit dan fasilitas rawat inap sesuai 12 kriteria. Jangan dipaksanakan dengan kriteria 1 ruang perawatan, terutama bagi pekerja.
3. Transparansi tarif layanan dan dampaknya terhadap keuangan BPJS Kesehatan;
4. Pastikan bahwa kebijakan ini harus dilakukan melalui konsultasi publik yang melibatkan serikat pekerja dan masyarakat sipil. Terutama jika nanti terkait manfaat dan iuran.
“Pemerintah jangan memperlakukan pekerja hanya sebagai sumber iuran, tetapi tidak diberi ruang dalam merumuskan layanan kesehatan yang menjadi haknya, tambahnya.
Kami, FSP Kerah Biru Sumatera Utara, mendesak pemerintah pusat, khususnya Kementerian Kesehatan, DJSN, Kementrian Keuangan untuk mempertimbangkan implementasi KRIS JKN sampai seluruh perangkat hukum, teknis, serta mekanisme pengawasan dan pendanaannya benar-benar siap dan dapat diterima publik secara baik.
Kesehatan adalah hak rakyat. Jangan terburu-buru, jangan abaikan suara pekerja.
(Rls/spsi)