Oleh: Agus Damarwulan
Kagetnews | Religi – Sejak Nabi Muhammad mendapatkan wahyu (QS Al ‘Alaq: 1) punah sudah pemahaman-pemahaman kemanusiaan kala itu. Wahyu ilahi yang sempat terputus kembali menuntun kehidupan manusia dengan diutusnya seorang Rosulullah yang menjadi wali Tuhan semesta alam.
Wahyu yang turun kepada seorang Rosul dijadikan pemecah masalah dari sekelumit permasalahan-permasalahan kehidupan saat itu. Sisa-sisa peradaban jahiliah meninggalkan banyak problematika dan sistem kehidupan yang jauh dari moralitas kemanusiaan.
Semenjak turunnya wahyu Rosulullah Muhammad SAW dijadikan sebagai standar figur kehidupan umat manusia mulai dari akhlaknya sampai dengan tata acara ibadah kepada sang pencipta (Fi Dunya Wal Akhirot).
Keseimbangan di dunia dan akhirat telah dicontohkan juga oleh Muhammad SAW sebagai sebagai seorang Rosul sekaligus pelaksana firman-firman Tuhan di tengah-tengah lautan manusia.
Muhammad bin Abdullah ini, dianggap layak serta ideal dikarenakan kehidupannya yang terjaga (dari perbuatan tercela sebelum dan sesudah kanabian), sehingga Allah mengamanatkan misi Tauhid dan kemanusiaan kepadanya.
QS Al Azhar ayat 21 Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
لَقَدْ كَا نَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَا نَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَا لْيَوْمَ الْاٰ خِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًا
laqod kaana lakum fii rosuulillaahi uswatun hasanatul limang kaana yarjulloha wal-yaumal-aakhiro wa zakarolloha kasiiroo
“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.”
Dengan superioritas teladan pada ayat di atas, secara tersirat Allah Ta’ala melegitimasi Muhammad SAW untuk mengelola SDA dan mengatur manusia. Kemudian dipertegas dengan QS An Nisa ayat 65 Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُوْنَ حَتّٰى يُحَكِّمُوْكَ فِيْمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوْا فِيْۤ اَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
fa laa wa robbika laa yu-minuuna hattaa yuhakkimuuka fiimaa syajaro bainahum summa laa yajiduu fiii angfusihim harojam mimmaa qodhoita wa yusallimuu tasliimaa
“Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya.”
(QS. An-Nisa’ 4: Ayat 65)
Dari awal perjuangan baik fase makkiyah sampai periode futtuh dan fallah hingga sampai Haji wada/perpisahan dan wafatnya Nabi Muhammad superioritas pelaksanaan Al Qur’an tetap dilanjutkan oleh para pengikutnya yang menjadi Khalifahurrosyiddin. Hal ini diperkuat dengan mandat yang tersurat dalam firman Allah di Ali ‘Imran ayat 144.
وَمَا مُحَمَّدٌ اِلَّا رَسُوْلٌ ۚ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ ۗ اَفَا۟ئِنْ مَّا تَ اَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلٰۤى اَعْقَا بِكُمْ ۗ وَمَنْ يَّنْقَلِبْ عَلٰى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَّضُرَّ اللّٰهَ شَيْــئًا ۗ وَسَيَجْزِى اللّٰهُ الشّٰكِرِيْنَ
wa maa muhammadun illaa rosuul, qod kholat ming qoblihir-rusul, a fa im maata au qutilangqolabtum ‘alaaa a’qoobikum, wa may yangqolib ‘alaa ‘aqibaihi fa lay yadhurrolloha syai-aa, wa sayajzillaahusy-syaakiriin
“Dan Muhammad hanyalah seorang rasul; sebelumnya telah berlalu beberapa rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh, kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa berbalik ke belakang, maka dia tidak akan merugikan Allah sedikit pun. Allah akan memberi balasan kepada orang yang bersyukur.”
(QS. Ali ‘Imran 3: Ayat 144)
Sampai genaplah 30 tahun era Khalifahurrosyiddin Superioritas Al Qur’an berikutnya dilanjutkan oleh Bani umayyah selama kurang lebih 90an tahun, kemudian dilanjut Bani Abbasyiyyah selama 500an tahun dan terakhir Turki Ustmani berakhir pada 3 Maret 1924 M.
Pasca kejatuhan Turki Usmani inilah Superioritas Al Qur’an, Penafsir, Pelaksana, Pengamal Al Qur’an seolah kehilangan mustikanya. Krisis kepercayaan telah menggelayuti ummat Islam yang pernah jadi Penakluk dunia.
Kita terombang-ambing sama-sama berQur’an tetapi sudah kehilangan Superioritas yg dapat dipercaya.
Beberapa kali kita mencoba bangkit untuk mengembalikan Superioritas tersebut, namun tidak bosan-bosannya pihak yang iri dan dengki pada hatinya berupaya melemahkan dan memporak porandakan.
Bersambung.
Penulis Alfaqir Senopati ing Alogo Damar Wulan