Ujian Kecerdasan Bangsa Pelayan

Gambar ilustrasi. (Sumber: https://garystockbridge617.getarchive.net)

Bagikan

Oleh Hasbi Indra

Kagetnews | Opini – Di era moderen ada ungkapan manusia barat, right or wrong my country atau ungkapan lain yang menguatkan yakni hubbul wathan minal iman. Itu mungkin yang dulu mendasari bangsa Portugis dan Belanda juga Jepang datang ke Nusantara untuk eksistensi bangsanya. Lalu di era kemudian ada negara yang harus membuat negara lain satelitnya itu sesungguhnya panggilan bangsa ke right or wrong my country dengan kata lain panggilan untuk martabatnya agar terjaga.

Bangsa ini juga tak terkecuali wajib menjaga martabatnya oleh semua anak bangsa dan jangan sampai dari anak bangsa sendiri yang menjadi penghancur bangsanya. Kondisi yang dirasakan bangsa ini sedang dipertanyakan masih punyakah bangsa ini martabatnya? Atau yang terjadi sebaliknya.

Bangsa yang telah dipertanyakan untuk siapa SDAnya hingga hari ini dan  untuk siapa SDM yang jumlahnya sudah sangat banyak dan lengkap juga ada produksi asing sudah mencapai pendidikan tertingginya. Bangsa yang kini penghutang di angka 8000 trilyun, versi lain 13.00O versi lain lagi 20000 trilyun yang bunganya setiap tahun 900 trilyun lebih bukan manusia tahta kini membayarnya tapi rakyat yang sudah merasakan beban hidup yang berat dalam jumlah puluhan juta atau bahkan ratusan juta. Manusia yang miskin ada di angka 36 juta dan versi bank dunia 110 juta mereka menyaksikan ada yang korup di angka puluhan triliun di Asabri dan Jiwasraya dengan hukuman yang ringan dan ada angka 349 triliun untuk apa diungkap oleh sang menteri? Lembaga hukum yang terasa baru hanya citarasa tahta begitu pula dengan politik dan prilaku demokrasinya.

Tak ada manusia yang menyebut bangsa ini dalam wujud martabat mulia  yang diharapkan rakyatnya.

Pendidikan anak bangsa di ekonomi, politik hukum, teknik, agama dan lainnya dibiayai rakyat dan hutang ke negeri lain telah berlangsung puluhan tahun hanya terasa bangsa skrups asing atau hanya untuk pelayanannya ke tuannya pemilik aset ekonomi yang jumbo, mengelola ekonomi politik hukum hanya untuk selera tahta dan tuannya. Prinsip manusia sehat paling tidak ada petunjuk sinar kemanusiaan mengapa ada manusia yang tak bisa kelola sistem ekonomi, politik dan hukum yang tak membawa manfaat untuk bangsa. Justru hanya untuk mereka yang sedang menikmati pelayanan prima dari anak suatu bangsa yang sedang melayani yang kakek neneknya mereka sebut pahlawan yang berkorban nyawa untuk lahirnya bangsa ini yang kini sedang dipertanyakan kecerdasannya?

Jalan ke martabat itu

Ada ratusan juta manusia yang berdiri di posisi kemartabatan bangsa itu melalui demokrasi dan pemilu. Bagi rakyat pemilu untuk menjaga martabatnya tapi di tengah itu ada pula mereka hanya jalan untuk dirinya yang sempit sekedar untuk perutnya bukan untuk mertabat bangsa. Manusia yang terakhir yang bisa disebut manusia asing di negeri ini dan menjadi benalu atau penyakit di bangsa itu meskipun dirinya makan nasi dan minum air di negeri ini bersama istri dan anaknya. Manusia yang tak memikirkan martabat bangsa dan dirinya yang juga sudah jatuh tak bermartabat.

Kini di negeri ini telah muncul manusia yang  mewarnai  ekonomi dan politik. Namun mereka tak berkaca pada masa Nabi Muhammad sahabatnya  Abu Bakar, Umar bin Khottob dan Usman bin Affan dan istrinya Khadijah yang memiliki lumbung ekonomi untuk sebuah martabat manusia dan bangsanya. Manusia kini tidaklah seperti itu. Mereka  memang jauh dari lentera itu dan mereka membuat bangsa ini tak bermartabat.

Di bangsa ini jangan ada mimpi yang dipaksakan ada kelompok manusia  tertentu yang tinggal secara eklusif lalu menjadi tontonan kehidupannya yang dilayani oleh rakyat yang dianggap di luar dirinya. Kelompok yang tak lagi memikirkan martabat bangsa yang difikirkan adalah hanya martabat dirinya.

Bila itu sebagai ideologi sangat membahayakan perjalanan bangsa ini ke depan, apalagi bila mereka bisa mengendalikan politik atau tahta di negeri ini. Mereka tak bisa melaksanakan ideologinya bila tak ada pelayanan di negeri ini apakah itu lembaga thintank, media massa, lembaga survey dan manusia di partai atau di ormas. Partai besar dan ormas bisa saja menjadi pelayan mereka untuk melaksanakan ideoliginya.

Bicara martabat bangsa bicara siapa tuan dan siapa pelayannya. Tuan bukan saja pemilik uang tapi juga pemilik kecerdasan dan tentu yang namanya pelayan tak memiliki uang juga tak memiliki kecerdasan betapapun belasan tahun telah terdidik. Ada bangsa terjadi jeruk makan jeruk itulah yang terjadi. Sungguh menghinakan Nusantara dulu oleh manusia penjajah penghina manusia Nusantara tak bermartabat dan kini bangsa juga terasa tak lagi ada bermartabatnya. Martabat itu masih dirasakan di masa Orde Lama dan Orde Baru saja tapi kini sedang jadi pertanyaan untuk hal itu.

Anda boleh duduk di istana rakyat di istana parlemen, istana partai atau ormas atau  di tempat Tahta Priuk nasi lainnya tapi Anda hanyalah pelayan penyebab bangsa tak bermartabat. Citarasa ini mungkin saja citarasa manusia di tinktank, ada manusia di media massa ada manusia di lembaga survey dan mutakhir buzzer berbayar hanya manusia pelayan yang ikut membawa bangsa ini tak bermartabat.

Manusia pelayan menikmati kondisinya tak peduli tentang keadilan, kesetaraan manusia dan jauh dari kemakmuran seluruh rakyat pemilik negeri ini.

Diuji kembali 

Diuji kembali waktu dekat mendatang ini kecerdasan memilih pemimpin bentukan kecerdasan anak bangsa apakah masih tetap memilih jalan manusia eklusif yang tak hirau dengan martabat bangsa atau memilih jalan yang bermartabat tegaknya cita konstitusi terwujudnya keadilan kesetaraan manusia dan kemakmuran seluruh rakyat merasakannya. Merdeka bangsa ini adalah juga untuk kemakmuran seluruh rakyat ini sebagai bukti bangsa yang bermartabat.

Bila itu kembali terjadi memilih  jalan yang salah, memilih  jalan tak bermartabat, naas bagi bangsa dan rakyatnya. Apa guna merdeka, apa guna ada negara, apa guna ada lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif itu, apa guna lembaga pendidikannya apa guna partai dan apa guna ada ormas dan ormas Islam bila manusianya meneruskan hanya  menjadi pelayan dan martabat bangsa semakin berada di titik rendah, mana seruan Hubbul Wathon Minal Iman??? Tak memiliki uang tak perlu meminta minta dengan gelap mata, ketika hanya untuk merendahkan martabat bangsanya. Manusia yang memprihatinkan yang sedang menggambarkan manusia pelayan yang sedang diuji kecerdasannya di masa yang dekat ini. Semoga di bangsa ini rakyatnya memilih  cahaya perubahan sebagai jalan untuk meraih martabat yang mulia yang dicitakan oleh konstitusinya. Wallahua’lam. Bogor, Februari 2024.

Penulis adalah seorang Dosen dari UIKA Bogor.

Berita lainnya