Oleh: KH. Heri Kuswanto, M. Si.
Kagetnews | Religi – Istilah imsak berasal dari Bahasa Arab yang menurut Wassim Afifi memiliki arti sebagai puasa. Istilah imsak pertama kali dikenalkan di Mesir pada Bulan Ramadhan tahun 1262 H. Sedangkan dalam kalender masehi terjadi di Bulan September 1846 M. Hal tersebut dimulai dari seni penulisan dan juga penerbitan modern yang ada di Mesir.
1) Syaikh Zainuddin Al-Malibari, Fathul Mu‘in pada hamisy I‘anatut Thalibin menjelaskan bahwa,
ويجوز الأكل إذا ظن بقاء الليل باجتهاد أو إخبار وكذا لو شك لأن الأصل بقاء الليل لكن يكره ولو أخبره عدل طلوع الفجر اعتمده وكذا فاسق ظن صدقه
“Makan masih dibolehkan bila menduga keberadaan malam berdasarkan ijtihad atau kabar dari seseorang. Demikian juga (masih dibolehkan makan) bila seseorang ragu karena pada asalnya malam masih ada. Tetapi (makan) makruh. Kalau orang terpercaya mengabarkan terbit fajar kepadanya, maka ia harus mempercayainya. Sama halnya (ia harus mempercayai) orang fasik yang diduga keras kejujurannya,”
2) Syekh Bakri Syatha lalu menjelaskan bahwa dalam masa imsak itu masih diperbolehkan bagi seseorang untuk memulai atau menuntaskan hidangan sahurnya karena malam memang masih ada.
قوله ويجوز الأكل) أي للتسحر… (قوله وكذا لو شك) أي وكذلك يجوز الأكل إذا شك في بقاء الليل قال سم وهذا بخلاف النية لا تصح عند الشك إلا إن ظن بقاءه باجتهاد صحيح كما علم مما تقدم في بحث النية وما في حواشيه لأن الشك يمنع النية
Artinya, “(Boleh makan) makan sunah sahur, (demikian jika seseorang ragu), maksudnya demikian juga boleh makan sahur bila seseorang ragu perihal keberlangsungan malam. Tetapi Bujairimi mengatakan bahwa hukum ini tidak berlaku untuk niat karena niat tidak sah dalam keraguan kecuali jika dia menduga malam masih ada dengan ijtihad yang benar sebagaimana telah dikaji perihal niat dan pada hasyiyahnya karena keraguan mencegah niat,”
____
Heri Lintang Songo
Dosen Institut Ilmu Al Quran, IIQ Annur Yogyakarta, Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam STAIYO Yogyakarta dan A’wan Syuriyah PWNU DIY.