Oleh: KH. Heri Kuswanto, M. Si.
Kagetnews | Religi – Dalam ajaran agama Islam, niat merupakan pondasi awal dalam menjalankan suatu ibadah. Seluruh ibadah dalam Islam seluruhnya didasari oleh niat. Begitu pun niat puasa ramadan.
Ulama banyak berpendapat tentang waktu maupun pembacaan niat puasa. Namun seluruhnya menyepakati bahwa terbitnya fajar merupakan awal dimulainya ibadah puasa.
Namun, bagaimana dengan seseorang yang lupa berniat puasa ramadan? Berikut penjelasan singkatnya;
Dalam HR. Ahmad, Abu Dawud, Nasai, Tirmidzi, dan Ibnu Majah dalam Ibanatul Ahkam fii Syarhi Bulughil Maram Nabi Muhammad SAW bersabda:
مَنْ لَمْ يُبَيِّتِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ
“Barangsiapa yang tidak berniat puasa pada malam hari maka tak ada puasa baginya.”
• Dijelaskan oleh Mazhab Syafi’i, bahwa niat puasa wajib. Khususnya puasa Ramadhan harus dilakukan pada waktu malam hari di mana keesokan harinya akan menjalani puasa.
Yakni, rentang waktu malam ini adalah waktu setelah terbenamnya matahari (maghrib) sampai dengan sebelum terbitnya fajar shadiq (belum masuk waktu shalat subuh).
• Sementara itu, menurut Imam Nawawi Al-Bantani dalam Kâsyifatus Sajâ, puasa wajib dalam bulan Ramadan niatnya harus dilakukan setiap malam karena puasa dalam tiap-tiap harinya adalah satu ibadah tersendiri.
Adapun bila seseorang lupa belum berniat pada malam hari maka puasa pada siang harinya dianggap tidak sah, dia berpuasa pada hari itu dan harus mengganti (mengqadha) puasa hari tersebut di hari lain di luar bulan Ramadan.
• Ulama mazhab Syafi’i , Ibnu Hajar Al-Haitam, dalam Al-Fatâwâ Al-Fiqhiyyah Al-Kubrâ berpendapat:
وَفِي الْمَجْمُوعِ يُسَنُّ لِمَنْ نَسِيَ النِّيَّةَ فِي رَمَضَانَ أَنْ يَنْوِيَ أَوَّلَ النَّهَارِ لِإِجْزَائِهِ عِنْدَ أَبِي حَنِيفَةَ فَيُحْتَاطُ بِالنِّيَّةِ فَنِيَّتُهُ حِينَئِذٍ تَقْلِيدٌ لَهُ وَإِلَّا كَانَ مُتَلَبِّسًا بِعِبَادَةٍ فَاسِدَةٍ فِي اعْتِقَادِهِ وَذَلِكَ حَرَامٌ
Orang yang lupa belum berniat puasa Ramadhan pada malam harinya ia masih memiliki kesempatan untuk melakukan niat tersebut pada pagi harinya.
Dengan catatan bahwa niat yang ia lakukan pada pagi hari itu juga mesti ia pahami dan niati sebagai sikap taqlid atau mengikuti dengan apa yang diajarkan oleh Imam Abu Hanifah.
Seperti, niatan taqlid karena mazhab Syafi’i mengharuskan niat di malam hari dan membatalkan niat di pagi hari.
Bila niat berpuasa di pagi hari sebagaimana di atas tidak diniati sebagai langkah taqlid terhadap Imam Abu Hanifah maka ia dianggap mencampuradukkan ibadah yang rusak. Wallahualam Bissawab.
____
P. Heri Pesantren Lintang Songo Yogya
0856 0121 5953 Dosen Institut Ilmu Al Quran (IIQ) Annur Yogyakarta dan Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIYO) Yogyakarta, A’wan Syuriyah PWNU DIY.