Sekda BEMNUS Jabar Serukan Boikot Pajak: Protes atas Kebijakan Pemerintah yang Abaikan Rakyat

Potret Rokhmat Firdaus. (Ist)

Bagikan

Kagetnews | Jabar – Sekretaris Daerah Badan Eksekutif Mahasiswa Nusantara (BEMNUS) Jawa Barat, Rokhmat Firdaus, mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk memboikot pembayaran pajak sebagai bentuk protes terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai sewenang-wenang dan tidak mempertimbangkan dampak bagi rakyat. Senin 24 Maret 2025.

Menurut Rokhmat, pemerintah terlalu sering mengambil keputusan tanpa transparansi dan tanpa mendengar aspirasi masyarakat, sehingga menimbulkan efek domino yang merugikan rakyat kecil. “Bagaimana mungkin rakyat diminta taat membayar pajak, sementara kebijakan yang dibuat pemerintah justru semakin menekan dan mengabaikan kondisi mereka?” ujarnya.

Ia menyoroti berbagai kebijakan yang dinilai tidak berpihak kepada rakyat, mulai dari pemangkasan anggaran yang melibas sektor vital seperti pendidikan dan infrastruktur, hingga pembahasan RUU strategis yang dilakukan secara tertutup. “Pemerintah seperti berjalan sendiri tanpa peduli dengan dampaknya bagi masyarakat. Keputusan yang diambil lebih mencerminkan kepentingan segelintir elite, bukan demi kesejahteraan rakyat,” tegasnya.

Lebih lanjut, Rokhmat menilai bahwa pajak yang dikumpulkan dari rakyat seharusnya digunakan secara adil dan transparan. Namun, fakta di lapangan menunjukkan banyak kasus korupsi yang justru melibatkan pejabat tinggi negara, termasuk di lembaga pengelola keuangan negara. “Korupsi merajalela, anggaran tidak jelas peruntukannya, sementara rakyat terus ditekan dengan pajak. Sampai kapan kita harus menerima ketidakadilan ini?” tambahnya.

Sebagai bentuk perlawanan, BEMNUS Jabar mengajak masyarakat untuk bersikap lebih kritis terhadap kebijakan fiskal pemerintah. “Jika negara terus menindas rakyat dengan keputusan sepihak, maka rakyat juga punya hak untuk menolak menjadi sumber pendanaan bagi pemerintahan yang tidak adil,” tegasnya.

Namun demikian, Rokhmat menekankan bahwa aksi ini bukan berarti menolak keberadaan pajak sebagai instrumen pembangunan, tetapi sebagai bentuk tekanan agar pemerintah lebih transparan, akuntabel, dan bertanggung jawab dalam mengelola keuangan negara. “Kami ingin pemerintah sadar bahwa rakyat bukan sekadar objek yang bisa terus diperas. Ada batas kesabaran, dan kami siap mengawal perjuangan ini,” pungkasnya.

Seruan ini diharapkan menjadi pemicu bagi masyarakat luas untuk lebih aktif dalam mengawal kebijakan pemerintah dan menuntut keadilan dalam sistem perpajakan serta pengelolaan anggaran negara. *** (Taufid)

Berita lainnya