Sebuah Percakapan Ilmiah, Proses Fotosintesis dalam Alquran

Bagikan

Rubrik kata pembaca kagetnews terbuka untuk umum sebagai wadah komunikasi dan penyampai aspirasi pembaca. Jika berminat silakan hubungi kontak person yang tertera dalam situs

Oleh
Dr. Suhaeli Nawawic, M. Si

▪︎ Kinerja Otak

Menerima kebenaran harus dengan kognisi (pemahaman) dan afeksi (perasaan atau apresiasi). Bagian otak yang disebut lobus Frontan (bagian dari serebrum) berfungsi untuk memahami (kognisi), sedangkan bagian Limbik berfungsi untuk mengapresiasi (afeksi). Namun,  dalam kondisi tertentu seseorang bisa menolak kebenaran lantaran tidak suka/senang, padahal mengerti. Dengan ungkapan lain, yang benar menurut kognisi bisa ditolak karena tidak suka (afeksi). Itulah penyakit kejiwaan orang-orang yang ingkar terhadap ayat-ayat Alquran yg sudah terbukti benar. Alquran menyebut orang² seperti itu TERKUNCI KALBUNYA (jantung hatinya) sebagaimana firman Allah swt. dalam al-Qur’an surat Muhammad, ayat 24, “أَفلا يَتَدَبَّرُونَ ٱلْقُرْءَانَ أَمْ عَلَىٰ قُلُوبٍ أَقْفَالُهَآ  (Maka, apakah mereka tidak memperhatikan Alquran ataukah hati mereka terkunci?” (Muhammad: 24). Dalam istilah neurosains hal seperti itu disebut pembajakan limbik sebagai sumber emosi atau napsu terhadap serebrum sebagai sumber kognitif atau pengetahuan. Jadi, sebenarnya orang menjadi munafik disebabkan oleh ketidakharmonisan antara Serebrum dengan Limbik. Kemunafikan itulah awal dari keingkaran. Lebih parah lagi mereka selalu membajak sains. Oleh mereka sains diberi muatan nilai-nilai ateisme-sekularisme.

▪︎ Ayat tentang Fotosintesis

Fotosintesis adalah proses pengubahan senyawa air (H2O) dan karbon dioksida (CO2) dibantu oleh cahaya matahari yang diserap oleh klorofil sehingga menghasilkan senyawa glukosa (C6H12O6). Glukosa yang dihasilkan selain digunakan langsung oleh tumbuhan juga akan disimpan dalam bentuk makanan (buah), dikutip dari https://ditsmp.kemdikbud.go.id.

Allah berfirman,  “Dan Dialah yang menurunkan air dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan, maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu substansi hijau (zat hijau) yaitu kloroplas yang di dalamnya terdapat klorofil yang memungkinkan terjadinya fotosintesis: pen Kami keluarkan darinya kelompok  biji-bijian; dan dari mayang kurma, mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya pada waktu berbuah, dan menjadi masak. Sungguh, pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman.” (Alquran,  surat Alan’am: 99).

Try Anugerah Briyan: Penjelasan yang Anda berikan mengenai kinerja otak dalam konteks menerima kebenaran dan hubungannya dengan lobus frontal dan sistem limbik memang menarik. Memang benar bahwa otak manusia memiliki berbagai bagian yang berperan dalam proses kognitif dan afektif, dan ketidakharmonisan di antara keduanya dapat mempengaruhi cara seseorang menerima atau menolak informasi.

Berikut adalah rincian dari dua komponen otak tersebut:

1. Lobus Frontal: Bagian otak yang terlibat dalam fungsi eksekutif seperti pengambilan keputusan, perencanaan, pemecahan masalah, dan kontrol impuls. Ini adalah bagian dari otak yang berhubungan dengan kognisi, logika, dan pemahaman rasional.

2. Sistem Limbik: Sistem yang mencakup struktur seperti amigdala dan hippocampus, dan berperan dalam emosi, motivasi, dan ingatan. Ini adalah bagian dari otak yang terkait dengan perasaan dan reaksi emosional.

Dalam konteks keyakinan dan penerimaan ayat-ayat suci, ketidakharmonisan antara fungsi kognitif dan afektif dapat menyebabkan seseorang menolak informasi meskipun mereka mungkin memahaminya secara rasional. Dalam pandangan agama, ini bisa dianggap sebagai kondisi di mana hati seseorang “terkunci”, seperti yang disebutkan dalam Al-Quran.

Mengenai ayat tentang fotosintesis dari Surah Al-An’am (6:99), ini adalah salah satu contoh ayat dalam Al-Quran yang menggambarkan proses alami dan menunjukkan tanda-tanda kekuasaan Allah dalam ciptaan-Nya. Ayat tersebut menggambarkan bagaimana air dari langit menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, yang kemudian menghasilkan buah-buahan dan biji-bijian, yang merupakan tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Allah bagi orang-orang yang beriman.

Interpretasi bahwa Al-Quran telah membahas fenomena alam seperti fotosintesis dapat dianggap sebagai bukti bahwa teks-teks suci ini mengandung pengetahuan yang relevan dengan ilmu pengetahuan modern. Ini bisa menjadi titik refleksi bagi mereka yang mencari harmoni antara ilmu pengetahuan dan keyakinan agama.

Suhaeli Nawawi: Try Anugerah Briyan, ayat-ayat yang sudah terbukti  secara ilmiah biasa dianggap sebagai cocokologi dan hasil nyontek temuan budaya sains masa lalu bagi orang-orang yang tidak beriman. Namun, meskipun cocokologi merupakan ungkapan olok-olokan tetap ditanggapi dengan sikap ilmiah oleh cendekiawan muslim. Pada dasarnya cocokologi merupakan istilah lain dari studi literatur dalam metodologi riset. Sementara itu, jika benar isi kandungan ayat Alquran sudah dilakukan oleh budaya masa lalu, tuduhan ditanggapi dengan santai bahwa Alquran tidak anti kebenaran dari mana pun asalnya. Itulah sebabnya di dalam status, sikap seperti itu merupakan kontradiksi antara otak kognisi dengan otak afeksi. Saya menghindari ungkapan yang tidak etis, seperti tidak suka boleh, tetapi goblok jangan.

Ke depan dibutuhkan bukti adanya kekuasaan Allah dalam ayat-ayat atau informasi teistik (wahyu) dan informasi profetik (hadits) yang sudah menjadi fakta sains. Sebagai pemikiran awal, hubungan antara pencipta dengan ciptaannya harus dibedakan dengan hubungan sebab-akibat.  Dalam hubungan sebab-akibat: adanya penyebab terdapat bukti empiris di dalam akibat. Sebagai contoh fusi nulir di dalam Matahari yang menimbulkan energi berupa gelombang elektromagnetik. Sementara itu, hubungan pencipta dengan ciptaannya bisa jadi sulit diempiriskan. Jangankan ciptaan Tuhan, ciptaannya manusia saja kemungkinan terjadi pembajakan oleh pihak yang tidak bermoral,  apalagi ciptaan Tuhan. Terlebih lagi, adanya pernyataan Tuhan bahwa jika menghendaki sesuatu, cukup dengan perintah “kun fayakun”. Makna Kun Fayakun sebenarnya lebih pelik ketimbang memahami istilah “tak terdefinisikan “, seperti dalam kasus ukuran singularitas-awal sebelum Big Bang, dll.

Try Anugerah Briyan: Suhaeli Nawawi Pertanyaan Anda mengarah pada hubungan antara ayat-ayat Alquran dengan fakta-fakta ilmiah dan perbedaan antara hubungan sebab-akibat dalam ilmu pengetahuan dengan hubungan antara pencipta dan ciptaannya.

1. Ayat Alquran dan Fakta Ilmiah: Banyak cendekiawan Muslim memperlakukan ayat-ayat Alquran dengan sikap ilmiah yang serius. Mereka menganggap bahwa jika terdapat kesesuaian antara ayat Alquran dengan temuan ilmiah, hal ini menunjukkan harmoni antara wahyu dan pengetahuan manusia. Contoh-contoh seperti deskripsi perkembangan embrio manusia atau fenomena alam lainnya sering dikemukakan sebagai bukti ini.

2. Cocokologi dan Studi Literatur: Istilah “cocokologi” bisa dianggap sebagai sinonim dari studi literatur dalam riset. Ini mencakup analisis terhadap hubungan antara teks kuno, seperti Alquran atau hadits, dengan temuan modern. Pendekatan ini memungkinkan pemahaman lebih dalam tentang bagaimana pemikiran dan pengajaran dalam teks-teks kuno bisa relevan dalam konteks saat ini.

3. Hubungan Sebab-Akibat vs Hubungan Pencipta dengan Ciptaannya: Dalam ilmu pengetahuan, hubungan sebab-akibat didasarkan pada bukti empiris yang dapat diuji. Misalnya, fusi nuklir dalam Matahari menghasilkan energi yang dapat diamati sebagai gelombang elektromagnetik. Namun, hubungan antara pencipta (Allah) dengan ciptaannya (alam semesta, manusia) tidak selalu dapat diempiris. Konsep seperti “Kun Fayakun” menunjukkan bahwa Allah mampu menciptakan sesuatu hanya dengan perintah-Nya tanpa proses sebab-akibat yang kita kenal.

4. Pembajakan dan Ciptaan: Anda membawa perspektif bahwa meskipun ciptaan manusia dapat dibajak, ciptaan Allah tidak bisa. Ini menggarisbawahi perbedaan antara ciptaan manusia yang terbatas dengan ciptaan Allah yang maha kuasa dan sempurna.

5. Makna “Kun Fayakun”: Konsep “Kun Fayakun” menunjukkan kekuasaan Allah untuk menciptakan sesuatu dengan perintah-Nya. Ini mencerminkan pemahaman bahwa kekuasaan Allah tidak dibatasi oleh sebab-akibat alam semesta seperti yang kita kenal.

Dalam konteks ini, perdebatan antara pengetahuan empiris dan pemahaman teistik (wahyu dan hadits) menyoroti kompleksitas dan kekayaan dalam memahami alam semesta dan peran manusia di dalamnya. Ini juga menekankan pentingnya menjaga pendekatan ilmiah yang kritis sambil menghormati dan merenungkan nilai-nilai spiritual dan religius yang ditemukan dalam teks-teks suci.

Theos: Pernyataan ini dapat dibahas dari dua sudut pandang: keilmuan dan keimanan.

• Keilmuan: Proses fotosintesis memang melibatkan klorofil yang ada dalam kloroplas. Klorofil adalah pigmen hijau yang memungkinkan tumbuhan untuk menyerap cahaya matahari dan mengubahnya menjadi energi kimia melalui fotosintesis. Jadi, dari sudut pandang ilmiah, pernyataan tentang substansi hijau yang memungkinkan terjadinya fotosintesis adalah benar.

Air adalah elemen penting dalam proses fotosintesis. Air yang diambil oleh tumbuhan dari tanah melalui akar berperan dalam reaksi kimia yang terjadi selama fotosintesis.

• Keimanan: Bagi orang-orang yang beriman kepada Alquran, ayat tersebut dianggap sebagai kebenaran ilahi. Ayat tersebut dianggap memberikan petunjuk tentang fenomena alam yang menunjukkan tanda-tanda kebesaran Allah.

Sebaliknya, orang-orang dengan pandangan ateistik mungkin tidak melihat ayat tersebut sebagai bukti ilahi, melainkan sebagai salah satu dari banyak teks kuno yang mendeskripsikan fenomena alam.

Penting untuk memahami bahwa interpretasi teks religius sering kali sangat dipengaruhi oleh sudut pandang keimanan seseorang. Penafsiran bisa berbeda-beda antara individu dan kelompok.

Suhaeli Nawawi: Theos, Alquran tidak anti budaya dan ajaran agama lain.

Theos: Suhaeli Nawawi, pseudosains: seakan-akan merasa kalau ayat itu eksis, tapi justru ini malah melecehkan ayat itu.

Betapa ayat hanya seenak wudel dibuat tafsir dan dalil halu. Daripada sibuk dengan permak ayat yang dipaksakan sampai membuat  malu karena toh ya sampe kiamat juga nggak akan bisa diterima.

Sains sudah punya prinsip dan metodologi dengan kajian-kajian yang harus teruji dan ilmiah. Dan yg paling pokok adalah bebas nilai dan berlaku universal, siapa dIuji terus-menerus san siap dikoreksi.

Suhaeli Nawawi: Theos, ayat searti dengan fenomena, yang disebut ayat kauliah, berupa bahasa. Sebagai fenomena harus diketahui unsur apa yang tersirat di dalamnya. Alam juga fenomena, yang dalam literatur Islam disebut ayat kauniah, yaitu berupa alam semesta. Ayat kauliah yang menjelaskan alam semesta (energi atau benda/materi bermassa) harus dipelajari melalui metologi sainstifik. Kedua ayat itu masih banyak yang belum bisa dibuktikan.

Jika ayat kauniah benar-benar bebas nilai, maka tidak akan ada statemen tidak ada tuhan. Paling-paling yang ada misteri sumber segala yang ada. Misteri itu jika sudah bisa dibuktikan secara empiris, maka berhentilah kreativitas manusia untuk memelajari alam semesta dan segala yang terkandung di dalamnya. Dalam perspektif teologis sumber dari segala yang ada harus entitas hidup yang bukan sosok materi-energi.

Berita lainnya