Refleksi Hari Amal Bhakti Kemenag 2025: Mewujudkan Kementerian Bebas Korupsi

Bagikan

Oleh: Mulyawan Safwandy Nugraha
Dosen UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Kagetnews | Opini – Apa yang beda dari peringatan HAB Kementerian Agama 3 Januari tahun 2025 ini?

Yang pasti, peringatan HAB Kemenag tahun ini adalah HAB pertama dalam pemerintahan baru Presiden Prabowo dan Menag Nasarudin Umar. Tantangan besar ada didepan mata. Dan itu disadari penuh oleh Imam Besar Mesjid Istiqlal ini. Sebagai orang yang juga pegawai Kementerian Agama, Menag Nasarudin juga paham betul mengapa Kementerian ini begitu perlu diperbaiki. “Ikan Busuk dimulai dari kepalanya. Hal ini yang membuatnya getol mengingatkan para pejabat Kemenag Mulai dari Eselon 1, 2 dan seterusnya.

Presiden Prabowo bahkan menggaransi apapun yang dilakukan Menag Nasarudin dalam pemberantasan korupsi ini. Para Pegawai Kemenag, termasuk saya, pada waktu-waktu sebelumnya, bukannya tidak tahu tentang apa yang terjadi di Kementerian ini. Dimulai dari level terendah sampai dengan tertinggi. Dari rekrutmen pegawai, pemilihan dan penempatan pejabat, uang tips dan gratifikasi yang berseliweran dan telah menjadi sejenis “budaya yang diwajarkan”.

Namun, apa daya, Ketika tindakan koruptif itu justru dilakukan, dimulai dan dicontohkan oleh para atasan, para pejabat tinggi, para pimpinan. Mereka yang seharusnya jadi contoh dan teladan, harusnya fokus untuk melayani dan mengayomi karena telah banyak memiliki dan mendapatkan fasilitas yang diberikan rakyat melalui pajak dalam bentuk APBN dan fasilitas karena jabatannya.

Hari Amal Bhakti Kementerian Agama 2025 menjadi momentum refleksi penting bagi Kementerian Agama untuk mengevaluasi diri. Kenyataan selama ini menunjukkan bahwa praktik korupsi telah lama mengakar dalam tubuh institusi yang seharusnya menjadi teladan kejujuran dan integritas. Indeks persepsi korupsi di Indonesia yang masih tinggi turut mencerminkan bagaimana korupsi telah menyentuh hampir semua sektor, termasuk kementerian yang memiliki tanggung jawab dalam pembinaan agama dan moral bangsa. Dalam konteks ini, keberanian Menteri Agama Nasaruddin Umar untuk bersih-bersih patut diapresiasi sebagai langkah besar menuju reformasi.

Kementerian Agama telah lama dikritik karena lemahnya tata kelola dan pengawasan internal. Berbagai kasus korupsi yang mencuat, mulai dari pengadaan barang hingga promosi jabatan, menunjukkan perlunya tindakan drastis untuk memutus mata rantai perilaku koruptif. Logika sederhananya, jika Menag merasa perlu melakukan bersih-bersih, maka secara implisit diakui bahwa persoalan ini memang nyata. Namun, membersihkan kementerian sebesar Kemenag bukanlah tugas mudah. Perubahan harus dimulai dari tingkat tertinggi, karena pepatah mengatakan, “Ikan busuk dimulai dari kepalanya.”

Menteri Nasaruddin Umar telah memulai langkah konkret dengan menolak segala bentuk gratifikasi, bahkan menyerahkan barang-barang yang diterimanya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pendekatan ini menunjukkan keseriusan beliau dalam menempatkan integritas sebagai landasan kepemimpinannya. Namun, pertanyaan besar yang muncul adalah apakah keberanian ini dapat didukung oleh seluruh jajaran kementerian? Sebab, perubahan di tingkat atas akan sia-sia jika tidak diikuti oleh reformasi di tingkat bawah.

Tips dan trik yang ditawarkan Nasaruddin mencakup pendekatan berbasis agama yang menginternalisasi nilai-nilai kejujuran dan keberkahan. Menag kerap mengingatkan bahwa korupsi bukan hanya kejahatan hukum, tetapi juga dosa besar yang merusak fitrah manusia. Mengajarkan cinta kasih, integritas, dan hidup sederhana menjadi pesan utama dalam setiap kebijakan dan program yang beliau tawarkan. Melalui kurikulum berbasis cinta, Nasaruddin berupaya mendidik generasi muda agar memiliki etos dan moralitas tinggi.

Digitalisasi menjadi senjata andalan dalam mempersempit ruang korupsi di Kemenag. Sistem berbasis teknologi tidak hanya meningkatkan efisiensi tetapi juga mengurangi potensi penyalahgunaan wewenang. Dalam konteks ini, Menag menginstruksikan penggunaan Zoom untuk perjalanan dinas, sehingga mampu menghemat hingga 50 persen anggaran. Langkah ini mencerminkan bagaimana teknologi dapat menjadi katalisator perubahan dalam tata kelola pemerintahan.

Harapan masyarakat terhadap Kementerian Agama cukup jelas: institusi ini harus menjadi benteng moral bangsa. Mereka mendambakan kementerian yang bersih, transparan, dan benar-benar berfungsi untuk melayani umat. Dalam pandangan masyarakat, Kemenag seharusnya menjadi pelopor integritas yang mampu memberantas praktik korupsi hingga ke akar-akarnya. Tidak ada ruang untuk kompromi dalam urusan ini.

Namun, perjalanan menuju Kemenag yang bersih tidak akan mudah. Tantangan terbesar datang dari resistensi internal, terutama dari pihak-pihak yang selama ini diuntungkan oleh sistem yang koruptif. Mereka yang merasa terancam oleh reformasi akan mencoba melawan dengan berbagai cara. Oleh karena itu, Menag membutuhkan dukungan penuh, baik dari Presiden maupun masyarakat, untuk melanjutkan perjuangan ini.

Hari Amal Bhakti tahun ini menjadi momen refleksi, bukan hanya bagi Kemenag tetapi juga seluruh elemen bangsa. Apakah kita sebagai masyarakat siap mendukung perubahan? Jika Kemenag dapat mewujudkan visinya untuk menjadi institusi yang bebas dari korupsi, maka harapan akan Indonesia yang lebih baik bukanlah mimpi belaka. Kini, bola ada di tangan kita semua untuk memastikan perubahan ini benar-benar terwujud.

Dengan langkah yang konsisten dan keberanian yang luar biasa, Menteri Nasaruddin Umar telah membuka jalan. Kini, tinggal bagaimana seluruh jajarannya serta masyarakat mampu mengawal visi besar ini. Karena pada akhirnya, Kemenag bersih adalah cerminan bangsa yang bermartabat.

Berita lainnya