Oleh : Laode Teguh dan Ramli Yudarsana
Latar Belakang
Akhir-akhir ini banyak berita tentang masyarakat yang terjerat Pinjaman Online. Mereka banyak mengalami gagal bayar pada saat jatuh tempo, kaget dengan tagihan yang besar akibat bunga yang mencekik leher mereka sehingga jikapun mencicil tagihan malah tidak berkurang, justru bertambah, sehingga ini membuat mereka gagal bayar.
Pinjaman online begitu menarik masyarakat, karena mudahnya verifikasi dalam hitungan menit, hanya memerlukan data KTP, nomor HP aktif dan nomor HP keluarga yang bisa dihubungi , kemudian pihak Pinjol menyetujui pengajuan clien-nya dengan besaran pinjaman tertentu.
Menurut fakta yang ada, masyarakat yang terlibat pinjol tersebut, tidak hanya mengajukan satu aplikasi saja, saking mudahnya, sehingga mereka berfikir akan mengandalkan aplikasi lainnya untuk membayar tagihannya jika gagal bayar gali lobang tutup lobang kata pepatah.
Namun ternyata cara tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan, sehingga terjadi kemacetan pembayaran diseluruh aplikasi pinjol, maka terjadilah bom waktu, bunga berbunga jalan terus sampai membengkak, akibatnya debt collector menterror setiap saat melalui gawai (HP), jika HP sulit dihubungi maka HP keluarganya dan teman temannya di hubungi dikarenakan pihak Pinjol sudah menerobos data pribadi di HP peminjam yang menjadikan nomer-nomer HP yang ada digawai tersadap.
Jadi inilah yang dirasakan oleh orang yang terlibat Pinjol, aib hutangnya disebar-sebar kemana-mana dengan satu tujuan pihak pinjol memberi tekanan psikologis pada clien-nya .
Keresahan masyarakat seperti itu banyak ditemukan dengan adanya pengaduan masyarakat, diketahui terbanyak datang dari provinsi Jawa Barat sebesar 110 pengaduan. Disusul oleh provinsi DKI Jakarta dengan 70 pengaduan, Jawa Timur 64 pengaduan, Jawa Tengah 51 pengaduan, Banten 27 pengaduan serta wilayah lainnya sebanyak 124 pengaduan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan, Provinsi Jawa Barat menjadi wilayah dengan penggunaan fintech peer-to-peer lending atau pinjaman online (pinjol) tertinggi di Indonesia.
Adapun, nilai penyaluran pendanaan pinjol ke Jawa barat tembus Rp 13,8 triliun. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono mengatakan, DKI Jakarta menempati posisi kedua dengan nilai outstanding Rp 10,5 triliun. Indikasinya berarti banyak masyarakat yang menggunakan P2P lending. DKI Jakarta tercatat jadi provinsi terbesar kedua di Indonesia yang menggunakan platform financial technology (fintech) peer to peer lending (P2P Lending) atau pinjaman online (Pinjol). Laporan OJK pada April 2023 menyebut, ada 2,34 juta warga Jakarta menggunakan pinjol.
Kemudian, terdapat juga masyarakat yang sengaja meminjam ke pinjol ilegal dengan tujuan untuk tidak membayarkan pinjamannya. Ini ada tren baru juga sekarang, Ada pihak-pihak yang sengaja justru menggunakan pinjol ilegal ini tujuannya untuk mendapatkan pendanaan dan tidak mau melakukan pelunasan. Dalam berbagai kesempatan, pemerintah memang kerap menyatakan, pinjaman yang berasal dari pinjol ilegal tidak harus dibayarkan. Salah satu pertimbangannya ialah perjanjian pinjaman lewat pinjol ilegal tidak memenuhi Pasal 13 Kitab Undang-undang (KUP) Perdata. Dalam aturan itu disebutkan, aktivitas pinjam meminjam uang bisa dilakukan dengan syarat adanya perjanjian dari para pihak yang terlibat. Dalam konteks pinjol ilegal, pihak yang terlibat adalah pinjol itu sendiri sebagai pihak pertama dan debitur sebagai pihak kedua. Tetapi, persoalannya pinjol ilegal tidak terdaftar dalam administrasi pemerintah maupun OJK. Sehingga ketentuan para pihak dalam hukum perdata dinilai tidak sah alias cacat.
Dari uraian pengantar tersebut di atas, maka praktek ribawi dalam banyak kamuflase telah menjerat masyarakat, seiring berjalannya waktu akan menjadi bom waktu yang meluluhlantakan sendi sendi ekonomi masyarakat. Karena itu pada makalah ini perlu kita ketahui beberapa hal, seperti apa itu pinjol, berapa bunga yang dikenakan, kenapa masyarakat terjerat pinjol, masyarakat kalangan mana yang banyak terjerat , seperti apa efek psikologisnya dan tentunya bagaimana islam memandang pinjam meminjam, berikut paparannya.
Apa itu Pinjol (Pinjaman Online)
Pinjol adalah layanan pinjam meminjam uang menggunakan mata ruang rupiah antara kreditur (pemberi pinjaman) dengan debitor (penerima pinjaman). Layanan tersebut memberi kemudahan bagi masyarakat untuk meminjam uang secara praktis dengan syarat yang mudah dipenuhi. OJK merilis daftar pinjol legal terbaru agar masyarakat dapat memeriksa penawaran yang diberikan sebelum mengajukan pinjaman. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat daftar pinjaman online (pinjol) atau fintech peer to peer lending legal. Terdapat 102 perusahaan pinjol legal yang telah mendapat izin dari OJK. Sedangkan pinjol illegal yang masih beropeasi setelah dibekukan sejak 2021 masih ada 23 nama aplikasi pinjol illegal yang dapat diungkap Polda Jabar.
Para penyelenggara pinjol menerapkan bunga yang berbeda-beda karena memang saat ini tidak ada kebijakan yang mengatur batasan bunga untuk pinjol. Umumnya pinjol menerapkan bunga harian, sebab pinjaman yang diberikan pinjol tenornya berjangka waktu singkat.
Contohnya, Korban Pinjol Ilegal di Bandung, Pinjam Rp 3 Juta Harus Bayar Rp 48 Juta!
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat rata-rata pinjol terdaftar atau legal menerapkan bunga 0,8% per hari, artinya jika 1 bulan maka bunganya 24%. Tapi ada juga pinjol legal yang menerapkan bunga hingga di atas 1% per hari.
Hal lain yang perlu diketahui adalah saat meminjam ke pinjol ada biaya administrasi. Biaya administrasi ini dibebankan ke nasabahnya. Besaran biaya administrasi yang diterapkan berbeda-beda. Misalnya sebuah pinjol menerapkan biaya administrasi 5%. Jika nasabah meminjam Rp 1 juta, maka uang yang diterima hanya Rp 950 ribu, karena biaya administrasi dipotong di depan.
Besaran bunga pinjol ilegal bahkan lebih memberatkan. Suku bunga yang diterapkan bisa mencapai 4% per hari, biaya administrasinya bisa mencapai 40%. Mereka melancarkan aksinya melalui penawaran SMS secara spam bahkan iklan pinjol bertebaran di youtube dan lain-lain.
Jangka waktu pelunasan sangat singkat tidak sesuai kesepakatan. Pinjol ilegal juga selalu meminta akses semua data di ponsel seperti kontak, foto, dan video yang akan digunakan untuk meneror peminjam saat gagal bayar.
Dikarenakan prosedur minjam uang mudah tanpa agunan cukup dengan KTP dan nomor HP banyak masyarakat yang terjerat. Hal ini bisa disebabkan antara lain karena literasi keuangan yang rendah dan himpitan kebutuhan. Dikutip dari Harian Kompas, menurut lembaga riset No Limit Indonesia seperti dikutip Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pada 2021 profesi guru menjadi kalangan yang paling banyak terjerat praktik pinjaman daring ilegal. Sebanyak 42 % responden korban jeratan pinjol ilegal berprofesi sebagai guru. Adapun kalangan lainnya adalah korban pemutusan hubungan kerja (21 %), dan ibu rumah tangga (18 %). Berikutnya karyawan (9 %), pedagang (4 %), pelajar (3 %), tukang pangkas rambut (2 %), dan ojek daring (1 %). Lembaga ini mencatat terdapat 135.681 percakapan dari 51.160 akun media sosial.
Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Friderica Widyasari menduga, alasan profesi guru paling banyak terjerat pinjol ilegal lantaran mereka dalam posisi di tengah-tengah. Para guru cenderung sudah bisa mengakses layanan keuangan digital, namun mereka belum bisa membedakan entitas yang legal dengan yang tidak.
Persoalan mengapa seseorang bisa melakukan atau mengambil pinjaman uang secara online, yaitu persoalannya adalah uang. Ketika ada suatu kebutuhan yang sangat mendesak dan sudah berusaha semaksimal mungkin tetapi tidak berhasil akhirnya ambil jalan pintas melakukan pinjaman pinjol, Pengamat sosial Universitas Lampung Pairulsyah mengatakan bahwa kemudahan dalam proses pencairan, jadi satu penyebab banyaknya masyarakat yang tertarik untuk menggunakan jasa pinjaman online.
Masyarakat ini dibuat senang, karena cukup melakukan pendaftaran secara online maka uangnya bisa cepat cair, kalau ke bank-bank konvensional mereka lama belum tentu juga bisa cair.
OJK mengungkapkan mayoritas masyarakat menggunakan pinjaman online atau pinjol ilegal untuk membayar utang lain. Pasalnya, pinjol ilegal ini menawarkan pinjaman dengan proses yang cepat dan mudah sehingga masyarakat bisa segera melunasi utang sebelumnya dengan pinjaman dari pinjol ilegal tersebut.
Jadi selain karena merasa ada penyelesaian yang instan atas problematikanya bahwa dia tiba-tiba bisa bayar utang. Alasan lainnya yang membuat masyarakat terjerat pinjol ilegal ialah karena latar belakang ekonomi menengah ke bawah, dana cair lebih cepat, memenuhi gaya hidup. Kemudian, masyarakat juga kerap terjerat pinjol lantaran untuk memenuhi kebutuhan mendesak, perilaku konsumtif, tekanan ekonomi, membeli gadget baru, membayar biaya sekolah, dan literasi pinjaman online yang rendah.
Selain tingkat pendapatan yang rendah, ditambah dengan pengeluaran yang tinggi akibat harga kebutuhan pokok yang kerap melonjak, membuat masyarakat harus mencari cara untuk memperoleh uang dengan cara yang cepat.
Dampak psikologis yang bisa dialami individu yang terjerat hutang pinjaman online
Efek psikologis para peminjam terjerat pinjol bermacam macam, ada yang nekat berkirim surat ke Jokowi, ada juga yang memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Individu dengan situasi seperti ini, biasanya sangat panik, gelisah, dan bingung. Hingga akal sehat kadang tidak berfungsi, sehingga individu tidak memikirkan dampak bahaya dari pinjol bila tersendat pembayaran, bahkan, (saat) tidak bisa melunasi, akan lebih berat lagi dampak psikologisnya. Penagih hutang biasanya akan melakukan intimidasi menakut-nakuti dengan ancaman dan lain sebagainya, sehingga hal ini kemudian berdampak kepada psikologis peminjam pinjol. Mereka (peminjam pinjaman online) akan semakin terpuruk ketakutan tak berujung, cemas, bingung, khawatir akut, hingga muncullah gangguan psikologis maupun fisiologis. (Bersambung)