Kagetnews | Jakarta – Ketua Lembaga Ekologi dan Masyarakat Adat Pengurus Pusat Persatuan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PP PMKRI) bersama Presidium Gerakan Kemasyarakatan PP PMKRI, melakukan kunjungan ke Masyarakat Hukum Adat Merauke di Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, Jl. Tebet, Kecamatan Tebet, Kota Jakarta Selatan, pada Jumat, (27/6/2025).
Dalam kunjungan tersebut PP PMKRI disambut hangat oleh Ketua forum masyarakat adat Kondo Digoel, Simon Petrus Bagaize.
Ketua Lembaga Ekologi dan Masyarakat Adat PP PMKRI, Mario Mere, menyampaikan bahwa isu masyarakat adat seharusnya menjadi kekhawatiran bersama. Semangat kolaborasi gerakan dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat adat harus digaungkan.
Mario dalam pandangannya menyoroti bahwa program Food Estate memicu konflik. Kawasan hutan konservasi dan hutan lindung di Indonesia saat ini dalam keadaan terancam karena Program Strategis Nasional. Tingkat keseriusan pemerintah dalam hal ini menjadi pertanyaan karena masih saja ada kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak pada perlindungan dan keberlanjutan ekosistem alam.
Proyek Strategis Nasional (PSN) telah menjadi contoh nyata bagaimana negara dapat bertindak keras terhadap masyarakat adat. Proyek ini telah menghancurkan kehidupan dan budaya masyarakat adat di berbagai wilayah, seperti Rempang dan Papua, dengan memaksa mereka meninggalkan tanah adat mereka. Negara menggunakan kekuatan keamanan untuk melindungi kepentingan investasi, sementara masyarakat adat berjuang untuk mempertahankan tanah dan warisan budaya mereka. Hal ini menciptakan konflik yang tajam antara masyarakat adat dan aparat keamanan.
Dalam kesempatan yang sama, Presidium Gerakan Kemasyarakatan PP PMKRI, Raymundus Yoseph Megu menyampaikan bahwa masyarakat adat di Merauke secara luas menolak program food estate yang dijalankan pemerintah. Penolakan ini didasarkan pada berbagai alasan, termasuk kekhawatiran akan dampak negatif terhadap lingkungan, hilangnya mata pencaharian masyarakat adat, serta pelanggaran hak-hak masyarakat adat atas tanah dan wilayah adat.
“Mereka menilai bahwa proyek ini dijalankan secara tertutup, tidak transparan, dan hanya menguntungkan kelompok tertentu, serta melibatkan aparat keamanan dalam proses pengambilalihan tanah”.
“Maka dari itu sebagai organisasi yang menjunjung tinggi soal kemanusiaan Pengurus Pusat PMKRI mendukung penuh langkah dan sikap Masyarakat adat Merauke dalam mempertahankan tanah adat mereka, tutup Raymundus.
Ketua Forum Masyarakat Adat Kondo Digoel, Simon Petrus Balagaize, menyampaikan Ribuan Salib Merah Berdiri di Papua Selatan. Gelombang protes terhadap proyek-proyek negara di Papua terus meluas. Kali ini, penolakan datang dari masyarakat adat Suku Yei di Merauke yang menyatakan keberatan atas pembangunan Komando Resort Militer (Korem) TNI AD di atas tanah adat mereka. Tak hanya itu, proyek food estate yang mengincar kawasan hutan untuk ditanami tebu dan bioetanol juga memicu kekhawatiran masyarakat setempat. Mereka menilai proyek tersebut akan menghancurkan lingkungan sekaligus menghilangkan hak hidup masyarakat adat atas tanah warisan leluhur.
Kontributor: Sofyan
Editor: Taufid