Plus Minus Proyek Buku & Tabungan di Sekolah

Gambar ilustrasi. (Sumber Pixabay)

Bagikan

Oleh : Ramli Yudarsana

Kagetnews | Opini – Pendidikan adalah upaya sadar dan terstruktur untuk mencetak manusia seutuhnya. Tujuannya membentuk manusia yang memiliki keilmuan, keterampilan dan akhlakul karimah. Sebagai upaya yang sadar pendidikan itu harus betul-betul didesain menciptakan lingkungan yang kondusif bagi siswa-siswinya untuk bisa belajar dengan optimal.

Pendidikan sendiri tidak hanya meliputi pembelajaran yang sifatnya klasikal tetapi meliputi usaha menciptakan pembiasaan (habit/karakter) yang baik bagi siswa untuk kepentingan tumbuhnya karakter positif di masa depan.

Kaitan pembelajaran yang sifatnya klasikal, selain faktor guru yang profesional kesuksesan belajar ditunjang oleh sarana prasarana pendidikan yang memadai. Salah satunya adalah buku pelajaran. Buku pelajaran ini sangat penting untuk menunjang kemandirian belajar siswa di sekolah maupun di rumah. Buku juga bisa menjadi jendela dunia untuk menambah wawasan siswa-siswi meneropong dunia. Manfaat lain yang tidak kecil adalah siswa akan lebih aktif belajar tanpa harus menunggu di kelas sang guru mengajar.

Buku adalah jembatan ilmu artinya buku bisa menjadi wasilah untuk siswa mendapatkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat melalui menelaah buku serta mendiskusikannya, melalui membaca siswa akan terbuka Cakrawala berpikirnya.Bagi guru pun guru sangat bermanfaat karena guru juga akan mendapatkan panduan dan mengajar menjadi sangat terarah.

Dengan bantuan buku guru akan menentukan metode pengajaran yang tepat untuk siswa-siswanya dan ketika memberikan tugas guru akan mudah untuk membagikan tugas-tugasnya karena sudah tertulis di dalam buku pelajaran yang dipegang juga oleh para siswa-siswanya.

Hanya saja yang menarik di sini pada saat sekarang pasca libur sekolah dan mau masuk semester baru,  orang tua justru mengeluhkan dengan biaya-biaya sekolah yang tinggi. Orang tua harus menyiapkan biaya membeli peralatan sekolah meliputi pakaian seragam, buku-buku tulis termasuk buku pelajaran di dalamnya.

Seandainya di sekolah terdapat 12 mata pelajaran setidaknya Orang tua harus siap mengeluarkan uang untuk 12 buku pelajaran. Kalau dilihat dari manfaat buku yang sudah dijabarkan sedikit di atas di atas seharusnya tidak ada Problem bagi orang tua. Dikarenakan buku sangat bermanfaat bagi keberhasilan belajar anaknya di sekolah. Keluhan mahalnya biaya buku bagi orang tua dikarenakan faktor ekonomi keluarga yang terkategori miskin. keluarga miskin, budget pendapatan keluarga diprioritaskan untuk membeli kebutuhan pokok terlebih dahulu dibanding membeli buku.

Skala prioritas pengeluaran orang miskin lebih banyak ke kebutuhan pokok maka berat bila ada tuntutan untuk diwajibkan membeli buku pelajaran. Kebijakan wajib membeli buku pelajaran Itu tidak sepenuhnya salah dan bukan tidak ada alternatif. Bagi siswa kurang mampu bisa diarahkan mengakses buku-buku pelajaran gratis dengan meminjam ke perpustakaan sekolah atau memanfaatkan buku digital.

Ada juga yang bertanya-tanya kenapa buku pelajaran dari tahun ke tahun selalu berganti-ganti seperti ganti penerbitnya, muncul buku edisi revisi dan ganti kurikulum. Akibatnya buku yang mahal dibeli di tahun sebelumnya tidak terpakai di tahun berikutnya. Sehingga bila ada siswa adik kakak bersekolah disekolah yang sama; kakaknya kelas 4 adiknya kelas 1, sang adik ketika naik kelas ke kelas 2 dan seterusnya buku warisan kakak tidak bisa lagi dipakai dikarenakan buku pelajaran sudah ganti lagi.

Bagi keluarga yang berekonomi mapan mungkin bergantinya buku pelajaran tiap tahun tidak masalah dikarenakan mereka mampu membeli. tetapi bagi keluarga tidak mampu ini akan menjadi beban yang nantinya anaknya akan minder di sekolah dikarenakan teman-temannya memiliki buku pelajaran baru sementara anak tersebut karena ekonominya miskin tidak memiliki buku pelajaran yang baru.

Di era digital saat ini sebenarnya kebutuhan buku cetak itu sudah relatif berkurang dikarenakan buku-buku digital seperti ebook pelajaran lengkap ada di website baik yang yang punya pemerintah maupun yang bukan. bukan hanya buku pelajaran buku-buku yang lain yang bermanfaat untuk bisa dibaca dengan mudah bisa kita ambil melalui website-website yang menyediakan buku-buku digital secara gratis maupun berbayar.

Sebenarnya kalau adanya buku digital tersebut sudah sangat menunjang terhadap bisa dimilikinya buku secara murah meriah bahkan gratis tapi disayangkan kenapa sekolah tidak mau beradaptasi dengan perkembangan ini. Jawabannya dikarenakan memang ada simbiosis mutualisme antara sekolah dengan penerbit buku.

Proyek penjualan buku pelajaran memberikan margin keuntungan yang cukup besar sekolah bisa mendapatkan persentase penjualan yang cukup besar antara 10 sampai 35% dari 1 buah buku. ini merupakan sebuah keuntungan yang bisa menambah pundi-pundi kekayaan warga sekolah. Setidaknya kepala sekolah dan guru memiliki keuntungan sampingan selain dari sumber-sumber utama sebagai guru yang berhak mendapatkan gaji.

Adapun persoalan tabungan sebenarnya tujuannya baik yaitu untuk menanamkan kebiasaan berhemat serta memiliki cadangan uang untuk keperluan keperluan yang penting menabung merupakan sebuah karakter yang harus ada pada siswa. karena untuk mewujudkan cita-citanya baik itu menjadi dokter pengusaha pilot dan lain-lain sebagainya itu membutuhkan dana yang tidak sedikit alangkah bijaknya bila siswa memiliki kebiasaan untuk berhemat dengan menyisihkan sebagian daripada uang jajannya ditabungkan untuk masa depan.

Sekolah melalui guru-guru wali kelasnya di sekolah dasar membuat Program Menabung. Setiap hari siswa-siswi menyisihkan uang jajan untuk menabung dan guru mencatat nominal tabungan Nominal uang tabungannya di buku tabungan. buku tabungan ini menjadi bukti dan catatan bagi jumlah uang tabungan yang telah dikumpulkan yang pada saat kenaikan kelas nanti uang tabungan ini akan segera dibagikan kepada siswa-siswanya bahkan bagi siswa yang rajin menabung dan nominal tabungannya relatif tinggi ini akan mendapatkan reward atau hadiah dari sekolah sehingga menyemangati para siswa untuk lebih gemar lagi menabung. problematika kamu muncul pada saat uang tabungan mau dikembalikan kepada siswa muncullah kasus seperti yang terjadi di Pangandaran tepatnya yaitu kecamatan  Parigi dan Cijulang uang senilai 5 milyar tabungan siswa ternyata tidak bisa langsung segera dikembalikan. Orang tua siswa tentu menuntut kepada para guru untuk segera mengembalikan uang tabungan anak-anaknya. Kemanakah raibnya gerangan uang tabungan tersebut, ternyata terpakai oleh para oknum guru. Guru tersebut memakai -meminjam- uang tabungan siswa untuk kepentingan dirinya sendiri tanpa disadari akumulasi pinjaman tak terkontrol sudah sangat besar. Akibatnya, guru kebingungan dari mana pos untuk mengembalikan hutang tabungan siswanya sehingga inilah yang terjadi di Pangandaran (https://priangan.tribunnews.com/2023/06/21/tabungan-siswa-senilai-5-m-di-pangandaran-raib-ternyata-dipinjam-guru-yang-sudah-lama-pensiun).

Tanpa bermaksud untuk mendistorsi kebijakan masalah buku dan tabungan di sekolah. yang paling penting harus diperhatikan adalah bagaimana mengoptimalkan dan mengamankan kegiatan ini supaya tidak berefek pada perkara yang negatif.  Buku merupakan sebuah keperluan yang menunjang di dalam belajar tapi yang paling utama adalah memperhatikan kemampuan dari orang tua yang terbebani oleh biaya membeli buku. bagi keluarga yang kurang mampu harus diberikan dispensasi dan diberikan alternatif anaknya supaya tetap bisa mengakses buku-buku pelajaran. sudah banyak buku-buku yang diterbitkan dan dibiayai oleh pemerintah tersimpan rapi di perpustakaan dan kurang mendapatkan perhatian buku-buku pelajaran tersebut seharusnya dimanfaatkan secara maksimal dibanding membeli kembali buku pelajaran yang baru.

Kebutuhan akan buku itu merupakan ciri indeks manusianya sudah berkembang karena dengan buku lah kemampuan literasi masyarakat akan meningkat. jadi tidak ada yang salah dengan sekolah yang menyelenggarakan program untuk menyediakan buku pelajaran bagi siswanya dengan menggandeng para penerbit penerbit buku. Yang perlu dibenahi adalah dominannya kepentingan bisnis demi mendapatkan fee dari penjualan buku sekolah memaksa seluruh orang tua untuk membeli buku tanpa memperhatikan kemampuan ekonomi keluarga siswa.

Begitupun dengan tabungan landasan dan niatnya sangat baik. menyisihkan uang untuk mengantisipasi kebutuhan mendadak atau untuk merencanakan membangun cita-cita dan bisnis sangatlah mulia. bila proses untuk membiasakan menabung ini di cederai dengan umpamanya meminjam uang tabungan siswa-siswinya tanpa izin Dan pada akhirnya pengembalian yang macet. Maka yang terjadi bukanlah memberi pelajaran yang baik bagi siswa untuk gemar menabung tetapi Rasa trauma pada siswa dan orang tuanya karena uangnya tak kunjung kembali. Stigma sekolah dan guru yang korup justru itulah yang akan didapat dan akan semakin memperparah wajah pendidikan di Indonesia.

Perlu sikap amanah dalam menjaga kepercayaan khususnya dalam persoalan uang yang sangat penting. Sekolah adalah institusi pendidikan yang isinya sangat menjunjung tinggi moralitas jauh dari perbuatan amoral seperti Seperti korupsi manipulasi dan ketidakjujuran lainnya.  bila sekolah melakukan tindakan yang buruk dengan meminjam uang siswa-siswinya tampak se-izin mereka sebenarnya sudah melakukan tindakan yang menyalahi moral. ini akan berdampak pada menurunnya kepercayaan orang tua kepada sekolah tersebut. begitu hal yang sama dengan guru.

Kesimpulan

Proses pendidikan memerlukan sarana prasarana penunjang di dalam belajar seperti buku pelajaran yang sebenarnya wajib disediakan oleh negara supaya bisa diakses oleh seluruh siswa. Upaya untuk menjadikan buku pelajaran sebagai proyek bisnis menyebabkan terjadinya persepsi dari orang tua orang tua siswa yang menganggap bahwa membeli buku adalah beban bagi mereka dan keuntungan bagi pihak sekolah. Padahal buku bukan perkara Siapa yang diuntungkan tetapi masalah kebutuhan sarana penunjang belajar. Pendidikan juga selain terjadinya transfer of  Knowledge (transfer pengetahuan ) tetapi juga perlu adanya transfer of value (transfer nilai) berupa pembiasaan yang baik seperti gemar menabung. pembiasaan itu adalah tindakan yang positif hanya perlu disertai dengan sikap amanah dari pihak guru dan sekolah sehingga program yang baik ini tidak malah disalah arti sebagai ajang untuk mencari pinjaman atau talangan dana gratis.

Penulis adalah seorang pengamat sosial.

Berita lainnya