Oleh: Erik Yhudianto
(Pengamat Sosial)
Kagetnews | Opini – Akhir-akhir ini banyak bermunculan kasus-kasus bullying/perundungan di Indonesia dan yang mirisnya terjadi di lingkungan sekolah, mulai dari SD, SMP, SMA bahkan Perguruan Tinggi.
Pelecehan adalah perilaku yang perlu dicegah dan ditangani dengan tegas. Karena penindasan dapat menimbulkan dampak negatif jangka pendek dan jangka panjang pada anak-anak, mulai dari kerugian fisik hingga psikologis.
Menurut American Psychological Association (APA), bullying diartikan sebagai suatu bentuk perilaku agresif yang dilakukan berulang kali dan dengan sengaja untuk membuat marah atau melukai korbannya (Bullying, n.t.).
Bentuk-bentuk intimidasi berikut ini antara lain:
Pertama, Bullying fisik merupakan perilaku yang dilakukan secara langsung terhadap korban seperti memukul, menendang, mendorong, memukul, menampar, memukul, menghancurkan sesuatu.
Kedua, Ancaman verbal adalah tindakan yang dilakukan secara lisan terhadap korban, seperti penghinaan, memfitnah, menghina, mengancam, menuduh, memuji, mengutuk, menyebarkan desas-desus, dan mengejek.
Ketiga, Pelecehan mental/psikologis, pada kasus ini sangat sulit sekali untuk dideteksi dari luar. tindakan yang dilakukan penyerang menggunakan bahasa tubuh yang diungkapkan langsung di depan korban. Misalnya saja terlihat sinis, menjulurkan lidah, memasang wajah merendahkan, mengucilkan diri, atau mengabaikan Anda.
Kita tahu bahwa kasus bullying terus meningkat tanpa kita sadari. Hal ini dilakukan tanpa disadari bahwa tindakan tersebut dapat menimbulkan cedera dan trauma pada anak. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya bullying pada anak, peran orang tua tentunya sangat penting. Berikut adalah beberapa peran yang dapat membantu mencegah penindasan.
Pertama, ciptakan komunikasi yang baik dan terbuka. Tanyakan kepada anak bagaimana perasaannya di sekolah dan ajaklah mereka bercerita.
Kedua, mengembangkan rasa percaya diri anak. Begitu dia mengetahui kemampuan dan perasaannya terhadap dirinya sendiri, perasaan takut apa pun yang mungkin dia miliki akan berkurang.
Ketiga, biarkan anak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan minat dan keterampilan sosial. Ini juga bisa menjadi kesempatan baginya untuk mengasah bakatnya ke arah yang positif.
Keempat, menanamkan pola pikir anti-bullying dengan tidak mengajarkan mereka untuk berteriak, memukul, mendorong, dan menggoda orang lain. Memperjelas bahwa melontarkan lelucon atau melontarkan lelucon yang dapat menyakiti hati orang lain merupakan salah satu bentuk perundungan.
Kelima, ajari anak cara menghadapi bullying dan ciptakan motivasi serta keberanian untuk melaporkan kepada guru atau orang tua jika menjadi korban atau saksi peer bullying. Penting untuk mencegah dan menangani pelecehan dengan serius. Hal ini melibatkan peran semua pihak, baik keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dengan menciptakan lingkungan yang aman, inklusif, dan saling menghormati, kita dapat mengurangi kejadian penindasan dan memberikan perlindungan yang lebih baik bagi semua orang. ***