Ada Pungli Berkedok Kopsis di SMPN 3 Sindang? Begini Penjelasannya!

Kopsis SMPN 3 Sindang. (Istimewa)

Bagikan

Kagetnews | Indramayu – Sekolah merupakan satuan pendidikan yang berjenjang dan berkesinambungan untuk menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar (UU No. 2 tahun 1989), yang mana pada praktiknya Sekolah dijadikan tempat menimba ilmu dan pengetahuan bagi para peserta didik untuk mendapatkan haknya dalam menuntut ilmu.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwasanya sekolah merupakan lembaga yang dibentuk oleh negara dengan maksud dan tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur, serta memungkinkan para warganya mengembangkan diri baik berkenaan dengan aspek jasmaniah maupun rohaniah berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Namun bagaimana jadinya jika sekolah yang dimaksud dalam UU di atas dijadikan sebagai lembaga yang mencampurkan sisi bisnis dan komersil, apakah dengan adanya hal tersebut bisa dibilang sebuah lembaga pendidikan? Terlebih lagi jika sekolah negeri yang melakukannya!

Kali ini awak media Kagetnews.com mendapatkan informasi dan temuan terkait dugaan maladministratif atau pelanggaran pada lembaga pendidikan di Kabupaten Indramayu, yakni SMPN 3 Sindang mendirikan Koperasi Siswa yang tidak jelas asal usul pendiriannya, manajemen, pengelola, LPJ keuangan dan diduga melakukan pungutan uang kepada siswanya untuk biaya iuran wajib Koperasi Siswa (Kopsis).

Hal tersebut disampaikan oleh seorang narasumber terpercaya yang enggan disebutkan namanya sebut saja WN, dia mengatakan bahwasanya uang iuran wajib Kopsis dari tahun ke tahun tidak pernah dikembalikan kepada siswa yang mana mereka menjadi anggota Kopsis. Bahkan uang tersebut hanya dijadikan sebagai aset modal permanen koperasi saja.

“Entah sudah berapa juta, karena tidak pernah dilaporkan. Mungkin dilaporkan secara internal saja,” ungkap WN. (20/7/2023)

Persoalan Kopsis di SMPN 3 Sindang sesungguhnya masih dalam polemik, karena publik masih memperbincangkan perihal dasar dari pendirian Koperasi, struktur Kopsis, program Kopsis, manajemennya, produk yang dijual, sumber dana/permodalan dan laporan keuangannya.

“Anehnya dari tahun ke tahun pengurusnya dari guru PNS dan TAS (Tenaga Administrasi Sekolah) tak pernah berubah dengan diketuai oleh R (Inisial Seorang PNS di SMP 3 Sindang) bukan oleh siswa yang seharusnya menjadi pengelola,” kembali WN mengungkapkan.

Diketahui TAS tersebut menjadi pelayan koperasi siswa dan gajinya dianggarkan dari KAS honorer sekolah bukan dari operasional maupun keuntungan koperasi.

Dari hasil investigasi awak media Kagetnews.com Kopsis SMPN 3 Sindang menjual minuman, makanan ringan, serta seragam sekolah, dan bahkan sebelumnya menurut informasi yang diberikan WN sempat juga menjual LKS dan buku.

“Di sini ada indikasi koperasi sebagai tameng pemupukan uang dengan dalih menjual seragam yang diduga mark up. Jelas seolah lembaga koperasi ini seperti lembaga pencucian uang,” tegas WN.

Patut diduga, dari pemaparan WN sebelumnya, keberadaan Kopsis di SMPN 3 Sindang adalah akal-akalan oknum di sekolah tersebut demi meraup keuntungan. Maka hal ini perlu adanya pembuktian dan klarifikasi para pihak.

Kepala SMPN 3 Sindang Tidak Tahu Menahu terkait Polemik Kopsis

Tariwan selaku Kepala SMPN 3 Sindang saat dikonfirmasi awak media pada 29 Juli 2023 dirinya mengatakan tidak tahu menahu terkait keberadaan Kopsis “Resmi atau tidak saya tidak tahu menahu” ujar Tariwan.

Tariwan Kepsek SMPN 3 Sindang saat diwawancarai awak media. (20/7/2023)

Selanjutnya Dia membenarkan bahwasanya pengelola Kopsis adalah seorang guru dan tidak menganjurkan siswa untuk menjaga koperasi karena khawatir tidak tanggung jawab dan fokus seorang siswa adalah belajar.

Dirinya yang baru menjabat sebagai Kepsek selama 2,5 tahun itu menyampaikan, bahwa pada dasarnya keberadaan koperasi tersebut bertujuan untuk menunjang kebutuhan para siswa selama melaksanakan pembelajaran di sekolah.

Komite SMPN 3 Sindang Angkat Bicara

Komite SMPN 3 Sindang pun angkat bicara terkait polemik keberadaan Kopsis. Jerry selaku Ketua Komite SMPN 3 Sindang mengaku bahwasanya dirinya tidak tahu menahu terkait keberadaan Kopsis di sekolah tersebut.

Jerry (kiri) Ketua Komite SMPN 3 Sindang Indramayu dan Wiwin (kanan) Anggota Komite SMPN 3 Sindang. (25/9/2023)

Bahkan Jerry selama menjadi Komite Sekolah tidak pernah dilibatkan dalam sebuah rapat maupun pembahasan tentang Kopsis di SMPN 3 Sindang.

“Selama 5 tahunan saya menjabat sebagai Ketua Komite di SMPN 3 Sindang, saya tidak tahu menahu tentang Kopsis dan tidak pernah dilibatkan,” tegasnya.

“Laporan keuangannya pun saya tidak tahu,” imbuh Jerry.

Sungguh memilukan Komite Sekolah sebagai lembaga mandiri yang beranggotakan wali murid, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan tidak mengetahui sedikitpun terkait keberadaan Kopsis di SMPN 3 Sindang.

Selanjutnya, Jerry mengeluhkan juga terkait pelaksanaan Kopsis di SMPN 3 Sindang karena siswa tidak dilibatkan dalam pelaksanaannya.

Namun dia juga telah memberikan masukan “Atas nama Kopsis tapi yang menjalankan guru,” terangnya.

Jerry yang berprofesi sebagai Dosen Hukum ini juga sempat mempertanyakan regulasi serta legal standing pendirian Kopsis di SMPN 3 Sindang. Namun sampai dengan saat ini pihak sekolah belum memberikan keterangan apapun.

Sementara itu di tempat yang sama, Jerry juga didampingi oleh anggotanya yang bernama Wiwin. Hal yang sama juga dikatakan oleh Wiwin Anggota Komite SMPN 3 Sindang bahwa dirinya tidak pernah dilibatkan terkait pembahasan tentang Kopsis.

“Saya juga tidak tahu terkait Komite Sekolah, cuma saya dulu pernah beli seragam sekolah langsung ke gurunya tidak melalui Kopsis,” ungkapnya saat diwawancarai Kagetnews.com.

Namun, Wiwin membantah terkait uang pungutan untuk Kopsis yang berada di SMPN 3 Sindang. “Selama ini anak saya tidak pernah meminta uang untuk iuran untuk Kopsis,” terangnya.

Diketahui Wiwin sudah satu tahun menjabat sebagai Anggota Komite SMPN 3 Sindang.

Sungguh memilukan, lembaga pendidikan yang seharusnya fokus dengan tugasnya mencerdaskan anak bangsa namun pada kenyataannya turut melakukan praktik bisnis di dalam sekolah. Kalau sudah terjadi seperti ini apakah lembaga pendidikan sudah ideal sebagaimana amanat Undang-undang? Ataukah praktik ini kerap terjadi pula di sekolah negeri lainnya, yang berpotensi menggelapkan sejumlah dana dengan kedok koperasi? Fenomena ini perlu mendapatkan perhatian serius dari para pihak agar dunia pendidikan di Indonesia khususnya di Kabupaten Indramayu bisa berkembang lebih baik lagi ke depannya. *** (MD/Tim)

Berita lainnya