Pemimpin EISQ dan Problem Solving 

Gambar Ilustrasi. (Istimewa)

Bagikan

Oleh: Hasbi Indra

Kagetnews | Opini – Pemimpin mengatasi masalah bukan pembuat masalah yang diperlukan Indonesia kini dan ke depan. Ini pemimpin untuk meraih cita pahlawan, cita konstitusi, cita bangsa dan cita rakyat. Pemimpin dalam cita rakyat berbeda dengan citarasa kaum borjuis kapitalistik. Kaum yang memiliki kekayaan yang tak terkira sebagai hasil perlindungan negara selama ini dan bantuan anak bangsa yang bahkan disebut wong cilik yang kini masih dalam hitungan puluhan juta. Mereka yang disebut Soekarno marhainisme telah  membantunya puluhan tahun tapi tak ada rasa empati ke mereka yang membuat kaum borjuis  memiliki harta puluhan triliun dan bahkan ratusan triliun yang mereka ini disebut oligarki atau 9 naga. Akibat mereka dan kaki tangannya menyebabkan bangsa ini terkesan bangsa yang belum cerdas untuk mengolah masalah bangsanya.

Kaum borjuis dan kapitalistik bila terus tak ada rasa empati pada bangsa dan rakyat dan kaki tangannya ada di tahta yang mungkin pula ada di partai, di ormas di media massa, di lembaga survei, dan buzzer yang mereka bayar; akan  menjadi musuh bersama kaum  pancasilais dan sosialis dan agamis karena  tak memiliki rasa empati pada rakyat dan bahkan serta perusak lingkungan hidup. Hadir di tengah bangsa buktikan diri ada rasa terima kasih pada bangsa yang telah membesarkannya. Pahami mengapa bangsa ini merdeka dan pahami ajaran agamanya, pahami konstitusi bangsanya untuk menggugah kepeduliannya pada wajah bangsa dan nasib rakyat dan pahami dirinya adalah manusia yang berakal dan berhati untuk tak menjadi benalu bangsa.

Indonesia kini menghadapi masalah kebangsaan dan kemanusiaan akibat  pemimpin pembuat masalah bukan pemecah masalah. Bangsa yang gambarnya tak pancasilais yang kaya dan miskin bak langit dengan bumi, bangsa yang SDA tidak untuk rakyat, bangsa yang korup ada jumlahnya di puluhan dan bahkan ratusan triliun, bangsa yang puluhan juta masih ada wong cilik atau kaum marhaenisme, bangsa yang tak berhukum dan berpolitik dengan benar dan bangsa yang menggambarkan pemimpinnya hanya penguasa-pengusaha yang berdagang dengan rakyat dan menggadaikan kekayaan alam untuk tahta dan menambah hartanya, bangsa yang pemimpinnya tak berbasis etika dan menabrak konstitusi negara.

Pemimpin yang  yang mewarnai pengelolaan ekonomi untuk tahtanya dan menggunakan instrumen hukum melalui KPK atau dibawah wewenang langsungnya untuk lawan politiknya dan juga menggunakan Noda korup untuk fungsionaris partai atau pejabat kepala daerah  yang juga korup agar manut padanya. Juga pada ormas yang fungsionaris juga dikerangkeng olehnya karena ada noda. Menghalalkan semua cara demi tahtanya untuk dilanjutkan dengan cara KKN dan berwujud akan membentuk penerusnya, sosok sebagai pelayannya  yang menyebabkan ada gerakan cawe-cawenya yang meresahkan rakyat, kaum intelektual  dan mahasiswa di kampus.

Rasa Kebangsaan tercoreng seakan anak bangsa ini tak paham konstitusi dan tak paham ideologi Pancasila  yang tak memiliki kecerdasan memahami fondasi berbangsa dan bernegaranya.

Bangsa yang menerapkan ekonomi kaum borjuis dan politik kaum borjuis yang karenanya negara tidak hadir dan tidak membentengi rakyat. Bangsa yang juga menerapkan sistem politik bercitarasa Tahtanya. Pemimpin yang telah membuat wajah bangsa terkesan berada di kolam belum cerdas  dan anak bangsa seperti tak memiliki  patriotisme dan nasionalisme ke bangsa dan rakyatnya.

Tujuh puluh tahun lebih bangsa ini merdeka kondisi  kini yang paling dirasakan yakni bangsa yang diperkosa oleh sistem yang berpihak ke kaum berjuis dan  tak berpihak ke rakyat bila terus dibiarkan  dan negara terus banci pada rakyatnya, ini seperti sistem Dajal yang berlaku di negeri ini dan akan muncul perlawanan rakyat ujungnya.

Untuk ke depan harus atau wajib hadir pemimpin yang tak meneruskan sepenuhnya  sistem negara kapitalis dan liberalis yang ektrim, sistem  yang di barat sana rakyat masih dilindungi, seolah bangsa ini tak ada nilai yang benar di bangsa ini dan menggambarkan rakyatnya tak mendapatkan perlindungan negara.

Jangan terus dibiarkan sistem yang tidak diimbangi oleh pemimpin yang tak menghadirkan negara untuk rakyat atau negara yang dibuat banci oleh sang pemimpin yang tak memiliki kemampuan atau kualitas diri sebagai pemimpin. Tuhan telah menggugah akal manusia di negeri ini mungkin kini telah menuntun bangsa telah menghadirkan sosok pemimpin yang dengan mata telanjang dan tak perlu kaum intelektual memahami prilaku pemimpin yang menggambarkan bukan sosok pemimpin era modern yang terpaksa rakyatnya dalam sejarah di dunia  menurunkannya karena kepemimpinan yang membuat masalah bukan pemecah masalah.

Setiap masa, alam dan bahkan Tuhan menghadirkan sosok bakal pemimpin yang bisa menjadi pemecah masalah bangsa dan bukan pembuat masalah bangsa. Pemimpin yang tak meminta tahta untuk dirinya dengan menebar sembako atau money politiks dan mengharap abuse of powers dari yang di tahta dan menggunakan Bansos uang rakyat untuk meraih tahtanya.

Pemimpin yang diharap pemimpin yang tak andalkan itu semua ia hanya andalkan rekam jejak dan prestasi dari  sosok yang di tingkat dunia bisa diandalkan untuk menghadirkan bangsanya, bukan saja masalah bangsa  bisa diatasi tapi juga ikut mewarnai masalah dunia. Secara sosiologis dan psikologis kaum intelektual dan bahkan  rakyat  potensials  diberi kepuasan dari sosok yang dengan kemampuannya memang pantas untuk menjadi memimpin negara.

Pemimpin untuk kaum intelektual dan juga  citarasa  rakyat memahami sang pemimpin yang memiliki kecerdasan emosional,  intelektual dan kecerdasan spiritual yang pantas memimpin bangsa ini.

Pemimpin yang secara nyata di jegal dan dihalangi oleh kaum borjuis melalui kaki tangannya di lembaga survey dan buzzer yang meragukannya misalnya bertaruh mobil alpard dan tak mungkin maju menjadi paslon presiden dan ada politisi partai baru yang nyinyir padanya belum pantaslah, malah mendukung hasil MKMK dan sudah mengancam dengan hukuman seperti  rezim yang belum berkuasa telah menunjukkan otoritarians.  Bahkan melalui alat KPK yang ketuanya sendiri terjungkal akhirnya.

Sosok yang bisa menggantikan pemimpin   pembuat masalah bukan pemecah masalah,  akan menggantikan pemimpin yang hanya meraih  kepuasan materi dan tahta bukan didasari  nilai transendent untuk kepuasan bangsa dan kepuasan rakyatnya  yang bercitarasa  sama dengan kaum borjuis materialistik yang tak memiliki empati pada bangsa dan rasa kemanusiaan pada rakyat. Pemimpin yang tak lagi peduli pada etika bernegara dan berdemokrasi yang telah di perihatinkan oleh kaum intelektual dan mahasiswa di banyak perguruan tinggi, demokrasi sepertinya dibawah ke alam democrazy dan di citarasa aristokrasi.

Kecerdasan EISQ

Pemimpin problems solving dibutuhkan bangsa yang sudah memiliki jutaan sarjana dan ratusan ribu kaum intektualnya, ia bagian dari kaum intelektual dan kaum profesional,  tak terikat pada siapapun kecuali terikat pada cita pahlawan dan cita konstitusi dan cita bangsa dan rakyat seluruhnya. Melalui pemimpin yang memiliki kecerdasan (EISQ) potensial memenuhinya.

Kecerdasan emosi sangat perlu bagi manusia sebagai orang tua yang memimpin keluarga untuk contoh anaknya. Dari orang tua yang cerdas emosi tak cepat marah dan terkontrol kata dan ucapannya menjadi tauladan bagi anaknya. Begitu pula bagi pemimpin di masyarakat juga seperti di birokrasi, di kampus, di partai, Ormas, pemimpin yang disenangi dan di tauladani. Apalagi untuk negara yang memimpin  rakyat  jumlahnya ratusan juta diperlukan manusia pemimpin yang memiliki kecerdasan emosional akan membuat teduh rakyat dan menjadi tauladan dan kebanggaan bagi rakyatnya.

Ada lagi kecerdasan pemimpin yang berintelegensia tinggi yang diasah di pendidikan tinggi apalagi juga di asah di organisasi kampus dan di Ormas dan juga di birokrasi misalnya sang pemimpin akan semakin memiliki kecerdasan intelektual yang mumpuni. Dia bukan saja menjadi tauladan bagi rakyatnya, tetapi juga tauladan bagi kalangan terdidiknya sungguh pantas ia menjadi pemimpin mulai dari pemimpin lokal hingga level negara dan  pemimpin yang memberikan kepuasan dijajarannya. Pemimpin yang bisa memuaskan psikologis dan sosiologis   manusia yang tak ada kendala gap psikologis menerimanya sebagai pemimpin yang ditauladani dan merupakan kepuasan psikologis dan sosiologis pula  karena ia berwawasan yang luas yang bisa wakili bangsa di tingkat dunia.

Juga pemimpin yang bekecerdasan spiritual semakin bisa ditempatkan ia sebagai tauladan rakyat, rakyat yang beragama dan ajarannya menjadi lenteranya bukan saja untuk urusan pribadinya tapi juga untuk masyarakat dan bangsa serta negara. Sosok yang bisa mewakili semua kalangan karena ia menunjukkan keikhlasan dalam menjalankan kepemimpinan ketika ia diberi amanah untuk memimpin bangsa dan negaranya.

Pemimpin yang memandang tahta adalah amanah, maka ia tak terkesan meminta tahta dengan cara penciteraan semu atau meminta tahta dengan jalan Abuse of Powers yang di tahta yang ada agar bisa membantunya. Juga yang tak berpegang pada prinsip yang menghinakan rakyat itu dengan cara menebar money politiks dan sembako yang demi syahwat kuasa. Yang konon  bisa  menggunakan orang Sholeh untuk menundukkan orang Sholeh lainnya melakukan hal itu agar ia meraih tahta itu.

Pemimpin yang bekecerdasan EISQ baiknya dipilih menjadi pemimpin suatu bangsa  yang memberikan kepuasan psikologis dan sosiologis kaum intelektual dan rakyat serta bisa  menjadi contoh atau lauladan rakyatnya. Pemimpin yang menjadi lentera rakyat yakni pemimpin yang cerdas emosional, intelektual dan spiritualnya yakni pemimpin otentiks yang sangat diperlukan suatu bangsa untuk keluar dari masalah-masalah yang tengah dihadapinya dan ia mampu menghadirkan negara untuk rakyatnya. (Bila ini mencerahkan untuk rakyat silahkan untuk disebarkan).

Bogor Februari 2024.
Penulis adalah seorang Dosen di UIKA Bogor.

Berita lainnya