Oleh: Ramli Yudarsana
Utsman bin Affan adalah tokoh sahabat Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam yang memiliki kontribusi besar dalam meninggikan agama Allah. Saudagar kaya ini telah banyak menyumbangkan sebagian besar kekayaannya untuk kepentingan perjuangan Islam dan menolong kaum muslimin. Pada saat mobilisasi pasukan perang ke Tabuk beliau menyumbang 1000 dinar sebagai bekal Bagi pasukan yang hendak berangkat berperang. Uang 1000 dinar bukanlah bernilai kecil. Bayangkan saja dikutip dari laman resmi www.logammulia.com pada Sabtu (30/1/2021), untuk harga emas dinar, koin 1 dinar produksi Antam 91,7 persen dan berat 4,25 gram dijual seharga Rp 3.582.007. Jadi bila dirupiahkan Rp 3.582.007 dikali 1000 berarti Utsman infaq Rp. 3,582 miliar. Bukan hanya uang yang diberikan Usman, berikut kendaraan sebanyak 300 ekor unta plus dengan pelana dan pijakan kakinya.
Kontribusi lain dari Utsman bin Affan adalah mewakafkan sumur Raumah yang dibelinya dari seorang Yahudi seharga 20.000 dirham (1 dirham = 2,975 gram perak bila dikali 20 ribu berarti 59.500 gram perak) dan diwakafkan kepada kaum muslimin di Madinah yang pada saat itu sedang dilanda paceklik. Abu Hurairah berkata: “Usman Telah membeli surga dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dua kali: pada saat membeli sumur Raumah dan mewakafkannya untuk kaum muslimin dan pada saat membiayai keperluan Jaiz Al-Usrah pasukan Perang Tabuk (HR. Imam adz-Dzahabi).
Luar biasa kedermawanannya Utsman bin Affan, selain dermawan, Rasul menyebutkan Utsman bin Affan sebagai sahabatnya yang sangat pemalu. Jauh daripada sifat sombong yang padahal kondisi Utsman yang kaya raya memungkinkannya beliau bisa bersikap Congkak dan sombong. Kekayaan yang banyak tidak membutakan hati dan pikirannya, Usman tetap rendah hati dan zuhud.
Selain dikenal karirnya sebagai pebisnis sukses, ternyata Usman Bin Affan dimasa-masa akhir hayatnya pernah menjabat sebagai khalifah setelah Umar bin Khattab. Menjadi khalifah bukanlah jabatan sembarangan, melainkan jabatan puncak pada negara yang memiliki daerah yang sangat luas. Selepas Umar bin Khattab menjabat luas kekuasaan negera Islam waktu itu melingkupi wilayah Jazirah Arab, meluas ke Irak, Iran, Syam, Palestina meluas sampai Afrika yaitu Mesir dan Libya.
Ulasan singkat terpilihnya Utsman bin Affan menjadi khalifah Ketiga pasca wafatnya Umar Bin Khattab
Setelah terjadi penusukan yang dialami oleh Umar Bin Khattab pada saat beliau mengimami shalat Subuh. Orang-orang berkata: ”Wahai Amirul Mukminin berikanlah wasiat kepada siapa kekhalifahan akan diberikan! Umar berkata: “Aku tidak dapati seorang yang berhak mengembannya selain mereka yang mendapat keridhaan dari Rasulullah hingga beliau wafat. Lalu Umar Bin Khattab menyebutkan nama-nama calon khalifah, mereka adalah: 1. Ali Bin Abi Thalib, 2. Utsman bin Affan, 3. Az Zubair bin Awwam, 4. Thalhah bin Ubaidillah, 5. Saad bin Abi Waqqash, 6. Abdurrahman bin Auf dan Abdullah bin Umar sebagai pengawas pemilihan. Pemilihan berjalan pertama-tama Abdurrahman bin Auf mengundurkan diri sebagai kandidat Khalifah menyerahkan kepada calon sisanya. Zubair memilih Ali bin Abi Thalib bin Abi Thalib, Ubaidillah memilih Usman sementara Saad bin Abi Waqqash memilih Abdurrahman bin Auf (yang sudah mundur terlebih dahulu). Pilihan mengerucut kepada dua kandidat yaitu Ali Bin Abi Thalib dan Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf berkeliling menemui Penduduk Madinah door to door untuk bertanya mengenai siapa kandidat yang dipilih dari dua calon kuat yang sama-sama hebat. akhirnya Abdurrahman bin Auf berkesimpulan bahwa mayoritas pilihan jatuh kepada Utsman bin Affan maka terjadilah pembaiatan Khalifah setelah Umar Bin Khattab wafat. Rakyat pun berdatangan ke masjid untuk mengulurkan tangannya sebagai bukti baiat taat kepada khalifah yang baru.
Khutbah Awal
Pasca diangkat menjadi khalifah yang notabene adalah pemimpin atas seluruh kaum muslimin dengan tugas berat di pundaknya yaitu menjalankan aturan-aturan Islam di dalam negeri dan melanjutkan penyebaran Islam ke luar negeri melalui dakwah dan Jihad. sebagai sambutan atas terpilih dirinya sebagai khalifah Usman memberikan khotbah di awal pemerintahannya.
Khutbah Utsman bin Affan di awal pemerintahannya:
Diawal pemerintahannya, Utsman bin Affan menyampaikan sebuah khutbah sebagai berikut “Sungguh Kalian sedang berada di kampung persinggahan dan berada pada sisa-sisa usia, kalian telah diberi waktu pagi dan sore. Ketahuilah, dunia ini dihiasi dengan tipu daya. Oleh karena itu janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayai kalian dan jangan pula si penipu atau setan menjauhkan kalian dari ketaatan kepada Allah. Ambillah pelajaran dari orang-orang terdahulu lalu bersungguh-sungguhlah Dan jangan sekali-kali lengah karena setan tidak pernah lalai terhadap kalian di manakah para anak dan sahabat dunia yang selalu mengutamakan memakmurkan dan menikmati dunia dalam waktu lama? Apakah Dunia Belum menyampaikan kepada mereka? campakkanlah dunia sebab Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah mencampakkannya. kejarlah akhirat Sesungguhnya Allah telah membuat perumpamaan yang baik untuknya Allah berfirman ‘Dan Buatlah untuk mereka manusia perumpamaan kehidupan dunia ini, ibarat air yang turun dari langit sehingga menyuburkan tumbuh-tumbuhan di bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu’. Quran surat Al Kahfi ayat 45.
Menyimak khotbahnya Utsman terkandung sebuah pemikiran yang mendalam mengenai hakikat amanah kekuasaan yang dipegangnya. Di dalam khotbahnya Utsman bin Affan menegaskan bahwa sebagai seorang pemimpin harus menyadari betul-betulnya bahwa kepemimpinan adalah amanah yang harus dijalankan dengan sebaik-baiknya. Utsman menggambarkan bahwa seorang pemimpin tidak boleh terjerumus ke dalam godaan dunia, pemimpin diangkat semata-mata untuk mengabdi kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan menjalankan dan menegakkan aturan-aturannya di muka bumi. Seorang pemimpin bukanlah mencari kekayaan dan posisi keduniawian tetapi sebaliknya mengemban amanah Sebagai seorang pemimpin tertinggi di negara berarti harus berkorban, beliau menegaskan bahwa dirinya sebagai pemimpin siap mengutamakan memakmurkan masyarakat Bukan sebaliknya memperkaya diri sendiri dan keluarga.
Sebagaimana para pendahulunya khalifah Abu Bakar Siddiq, Khalifah Umar Bin Khattab yang sangat zuhud di dalam menjalankan pemerintahan begitu juga yang terjadi pada khalifah Utsman bin Affan. Ketika menjadi seorang Khalifah tidak dijadikan sebagai ajang aji mumpung untuk memperbanyak mengumpulkan pundi-pundi kekayaan. Kiprah Utsman bin Affan dalam upayanya mengentaskan kemiskinan sudah dimulai ketika Utsman menjadi wazir-nya Umar Bin Khattab radhiyallahu Ta’ala; kala itu Utsman menyarankan kepada Umar Bin Khattab untuk mensensus penduduk miskin Tujuannya adalah sebagai pedoman untuk penetapan tunjangan dan jatah santunan yang berhak mereka dapatkan.
Pesan Utsman bin Affan kepada Aparatur Pemerintahan
Prinsip Usman bin Affan yang mengutamakan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadinya beliau tularkan kepada para bawahannya beliau menulis sebuah surat yang dikirim kepada para bawahannya sebagai berikut:
“Amma ba’du, Allah telah memerintahkan para pemimpin supaya menjadi gembala atau penjaga keselamatan umat bukan untuk menjadi pemungut pajak. namun yang terjadi adalah pemimpin kalian hampir menjadi pemungut pajak bukan menjadi penjaga umat jika demikian habislah rasa malu, amanah, dan ketulusan. Cara yang paling tepat adalah kalian harus melihat keadaan kaum muslimin. Berikanlah hak-hak mereka dan ambilah apa yang menjadi kewajiban mereka di samping itu, Ikutilah para pendahulu mengenai orang-orang kafir yang ada di bawah kekuasaan negara Islam dengan memberi hak kepada mereka dan memungut yang menjadi kewajiban mereka kemudian terhadap musuh yang selalu mengancam kalian, mohonlah kemenangan kepada Allah dengan tetap menepati perjanjian dengan mereka” mengutip dari Imam ath-Thabari dalam Tarikh Umam Wal Muluk jilid 2 halaman 590.
Dari surat yang disampaikan kepada para bawahannya bisa diambil sebuah pelajaran bahwa tugas daripada aparatur Pemerintah adalah pelayan masyarakat, menjaga keselamatan masyarakat atau bukan menjadi pemalak rakyat. Usman mengecam tindakan bawahannya bila menjadikan jabatannya sebagai sarana untuk bebas mencuri, merampas dan korupsi harta masyarakat. Aparatur Pemerintah dilarang untuk hidup senang berfoya-foya diatas penderitaan rakyat. Sebaliknya rakyat dipajaki dari berbagai macam sisi: penghasilannya, kendaraannya, tanah-tanahnya bahkan kesehatan, keamanan dan lain-lain cari celah untuk ditarik pajaknya. Di dalam ajaran Islam sendiri dikenal istilah pajak atau dalam bahasa Arabnya dharibah.
Konsep Pajak dalam Islam
Pajak di dalam Islam hanya dikenakan kepada orang-orang kaya di saat kas negara mengalami kekosongan padahal negara sedang menghadapi kegentingan dan membutuhkan dana besar seperti terjadinya bencana besar yang harus segera ditangani. Ketika keadaan kas negara sedang kosong maka negara bisa memungut pajak dari warga negara yang mampu supaya pelayanan negara di saat terjadi kegentingan tersebut tetap masih bisa berjalan. Pajak bukanlah Sumber pendapatan utama di dalam negara yang diterapkan di dalamnya aturan Islam ada berbagai macam jenis pendapatan negara seperti: fai, ghanimah, Khumus, kharaj, jizyah, usyur, penghasilan dari pengelolaan sumber daya alam, zakat, kekayaan milik negara, Cukai perbatasan, dan termasuk di dalamnya ada pajak ketika keadaan kas darurat.
Ketika Aparatur Negara memungut kewajiban dari rakyatnya maka dilarang seorang pejabat negara menerima suap. Pernah terjadi pada zaman Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam ada seorang sahabat yang ditugaskan untuk memungut zakat. As Sa’idi, ia mengatakan, “Pernah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mempekerjakan seseorang dari bani Asad yang namanya Ibnul Lutbiyyah untuk mengurus zakat. Orang itu datang sambil mengatakan, “Ini bagimu, dan ini hadiah bagiku.” Secara spontan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di atas mimbar -sedang Sufyan mengatakan dengan redaksi ‘naik minbar’-, beliau memuja dan memuji Allah kemudian bersabda:
مَا بَالُ الْعَامِلِ نَبْعَثُهُ ، فَيَأْتِى يَقُولُ هَذَا لَكَ وَهَذَا لِى . فَهَلاَّ جَلَسَ فِى بَيْتِ أَبِيهِ وَأُمِّهِ فَيَنْظُرُ أَيُهْدَى لَهُ أَمْ لاَ ، وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لاَ يَأْتِى بِشَىْءٍ إِلاَّ جَاءَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُهُ عَلَى رَقَبَتِهِ ، إِنْ كَانَ بَعِيرًا لَهُ رُغَاءٌ ، أَوْ بَقَرَةً لَهَا خُوَارٌ ، أَوْ شَاةً تَيْعَرُ
“Ada apa dengan seorang pengurus zakat yang kami utus, lalu ia datang dengan mengatakan, “Ini untukmu dan ini hadiah untukku!” Cobalah ia duduk saja di rumah ayahnya atau rumah ibunya, dan cermatilah, apakah ia menerima hadiah ataukah tidak? Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seseorang datang dengan mengambil hadiah seperti pekerja tadi melainkan ia akan datang dengannya pada hari kiamat, lalu dia akan memikul hadiah tadi di lehernya. Jika hadiah yang ia ambil adalah unta, maka akan keluar suara unta. Jika hadiah yang ia ambil adalah sapi betina, maka akan keluar suara sapi. Jika yang dipikulnya adalah kambing, maka akan keluar suara kambing.“ Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya sehingga kami melihat putih kedua ketiaknya seraya mengatakan, “Ketahuilah, bukankah telah kusampaikan?” (beliau mengulang-ulanginya tiga kali). (HR. Bukhari no. 7174 dan Muslim no. 1832).
Usman pun berpesan kepada para pegawainya supaya tidak bersikap diskriminatif kepada warga negara non muslim atau kafir tetap mereka harus diberikan hak-haknya dan dipungut apa yang menjadi kewajibannya. Itulah sekelumit gambaran pemikiran khalifah Usman dalam mengelola aparat pemerintahannya.
Penulis adalah Alumni STAI Sayid Sabiq Indramayu Tahun 2009.