Mengkritik Pemerintah adalah Bentuk Cinta Rakyat Kepada Negara

Gambar ilustrasi. (Ist)

Bagikan

(Pandangan Demokrasi dan Ketimpangan Kekuasaan dalam Perspektif John Locke dan Thomas Paine)

Oleh : H. Sujaya, S. Pd. Gr.
(Dewan Penasihat DPP Asosiasi Wartawan Internasional – ASWIN)

 

Kagetnews | Opini – Demokrasi sering dipuji sebagai bentuk pemerintahan terbaik karena menjunjung tinggi partisipasi rakyat, kebebasan berpendapat, dan keadilan sosial. Namun dalam praktiknya, demokrasi kerap melahirkan paradoks: penguasa yang seharusnya menjadi pelayan rakyat justru berubah menjadi pengendali sumber daya negara demi kepentingan segelintir oligarki.

Fenomena korupsi, penguasaan sumber daya alam oleh kelompok elit, dominasi ekonomi oleh oligarki, serta sistem pajak yang mencekik masyarakat menandai adanya penyimpangan dari prinsip dasar demokrasi. Dalam konteks ini, kritik rakyat kepada pemerintah bukanlah bentuk permusuhan, melainkan ekspresi cinta terhadap negara. Pandangan ini sejalan dengan filsafat politik John Locke dan Thomas Paine yang menekankan peran rakyat sebagai pemilik kedaulatan sejati.

Demokrasi dan Ketimpangan dalam Pelaksanaan Kekuasaan

Demokrasi secara teoritis menjamin kedaulatan rakyat melalui mekanisme representasi. Namun, praktik politik seringkali jauh dari ideal. Oligarki, yaitu segelintir kelompok yang menguasai modal dan kekuasaan, berhasil menundukkan mekanisme demokrasi menjadi instrumen kepentingan mereka.

Pertama, korupsi menjadi penyakit struktural yang melemahkan fondasi demokrasi. Ketika pejabat publik menggunakan jabatan untuk memperkaya diri, maka terjadi perampasan hak rakyat secara sistematis.

Kedua, tata kelola sumber daya alam yang seharusnya digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat (sebagaimana diamanatkan Pasal 33 UUD 1945), justru dikuasai korporasi besar dan segelintir elit politik. Akibatnya, rakyat hanya menjadi penonton di tanahnya sendiri.

Ketiga, sistem perpajakan yang tidak proporsional dapat menambah penderitaan masyarakat. Beban pajak menekan rakyat kecil sementara celah kebijakan memungkinkan kelompok kaya menghindari kewajiban fiskalnya. Hal ini menunjukkan adanya ketidakadilan struktural yang mengkhianati semangat demokrasi.

John Locke: Pemerintah sebagai Mandat, Bukan Penguasa Mutlak

John Locke (1632–1704) dalam Two Treatises of Government menegaskan bahwa kekuasaan pemerintah bersumber dari kontrak sosial antara rakyat dan penguasa. Rakyat menyerahkan sebagian kebebasan demi jaminan keamanan, keadilan, dan kesejahteraan. Namun, jika pemerintah gagal memenuhi mandat itu, maka rakyat berhak melakukan perlawanan.

Dalam konteks Indonesia, ketika pemerintah lalai dalam memberantas korupsi, gagal mengatur sumber daya alam secara adil, dan membebani rakyat dengan pajak tidak proporsional, maka kritik rakyat bukanlah bentuk pembangkangan, melainkan wujud kontrol sosial yang sah. Locke melihat kebebasan berbicara dan mengkritik pemerintah sebagai mekanisme menjaga legitimasi kekuasaan.

Thomas Paine: Kritik sebagai Patriotisme

Thomas Paine (1737–1809), seorang filsuf politik dan penulis pamflet Common Sense, menekankan bahwa rakyat tidak boleh tunduk pada pemerintahan yang menindas. Bagi Paine, kesetiaan tertinggi seorang warga negara bukan kepada penguasa, melainkan kepada prinsip keadilan dan kebebasan.

Paine berargumen bahwa mengkritik pemerintah yang lalai atau korup adalah bagian dari patriotisme, karena hal itu bertujuan memperbaiki bangsa. Baginya, diam terhadap ketidakadilan berarti membiarkan negara terperosok ke dalam kehancuran. Dengan demikian, kritik rakyat adalah bentuk kepedulian agar negara tetap berjalan sesuai dengan cita-cita demokrasi.

Kritik sebagai Cinta Rakyat kepada Negara

Mengkritik pemerintah bukan berarti membenci negara. Justru sebaliknya, kritik lahir dari rasa tanggung jawab dan cinta rakyat kepada tanah airnya. Kritik adalah upaya menjaga agar demokrasi tidak dibajak oleh kepentingan oligarki.

Tanpa kritik, penguasa akan cenderung abai, bahkan otoriter. Dengan kritik, rakyat menegaskan bahwa negara ini adalah milik bersama, bukan milik segelintir elit. Dalam perspektif Locke dan Paine, kritik menjadi instrumen untuk meluruskan arah negara, mengingatkan penguasa akan amanahnya, serta mencegah penyalahgunaan kekuasaan.

Penutup

Demokrasi sejati hanya dapat terwujud jika rakyat memiliki ruang untuk bersuara dan mengoreksi jalannya pemerintahan. Ketika terjadi korupsi, monopoli sumber daya oleh oligarki, dan kebijakan pajak yang menindas, kritik rakyat adalah bentuk cinta kepada negara sebuah patriotisme sejati yang sejalan dengan gagasan John Locke dan Thomas Paine. Oleh karena itu, negara yang menutup ruang kritik sejatinya sedang menggali kuburannya sendiri, sementara negara yang terbuka terhadap kritik rakyat justru akan semakin kuat dan bermartabat.

Indramayu. 30/8/2025

Berita lainnya