Memutus Kerangkeng di MK dan Angket demi Bangsa & Rakyat

Gambar ilustrasi.

Bagikan

Oleh Hasbi Indra

Kagetnews | Opini – Mungkinkah itu ada, mungkinkah itu perlu diputus mata rantainya? Kerangkeng yang diderita bangsa dalam bidang ekonomi di mana aset negara dan aset ekonomi di angka yang tinggi yang dikuasai oleh segelintir manusia yang dirasakan mereka tengah menjajah negeri ini. Yang membuat manusia super kaya dan kaya kurang dari 1 persen dan 99 persen lebih miskin dan terancam miskin seperti yang hartanya tak cukup disebut kaya yakni kelompok menengah ke bawah.

Kerangkeng ekonomi beralih ke kerangkeng politik atau yang di tahta yang hanya menjadi robot yang tak mengurangi penguasaan mereka dan membiarkan perilaku korupsi angkanya ada puluhan triliun, ada pula di angka 271 triliun dan 349 triliun. Membiarkan pula manusia miskin dan menganggur angka yang di tahta puluhan juta sementara angka bank dunia di angka 100 juta lebih.

Bangsa yang memiliki konstitusi yang cita bangsa merdeka di sana sepertinya masih tak menjadi target untuk dituju setelah melihat kondisi ekonomi dan politik saat ini yang memprihatinkan.

Bangsa yang tak paham konstitusi

Sumber konstitusi yakni pancasila dan cita pembukaan UUD 1945 hanya buaian kata yang tak dilaksanakan. Gambaran dalam kata yakni terwujud keadilan, kesetaraan manusia dan kemakmuran seluruh rakyat, itu kontradiktif dengan data yang akan diungkap nanti.

Di tengah Kondisi bangsa yang masalah makro kebangsaan dan kerakyatan sebagai cita  konstitusi itu masih menjadi soal krusial semakin jauh untuk diraih.

Kini bangsa juga menghadapi masalah konstitusional yang semakin kabur dan pelaksanaan demokrasi melalui pemilu yang kontroversial mereka semakin menambah  beban bangsa dan rakyat, demi motif buruknya. Kapan bisa ikut mengatasi berbagai masalah yang dihadapi bangsa dan rakyat saat ini.

Yang di tahta bukan saja soal etika saja tak memegangnya, juga nilai konstitusi sebagai implementasi demokrasi yang nekad dipertontonkan kevulgaran dan kearogansian seolah isi bangsa ini manusianya miskin kecerdasan dalam literasi etika, hukum dan teknologi.

Umumnya anak bangsa ini dianggapnya tak memiliki kecerdasan akal dan hati nurani. Ketika rakyat kecil sudah dianggap umumnya tak ada daya karena pasrah terima money politik dan politik gentong babinya.

Kaum terdidik pun di anggap tak ada seperti  kaum berbintang empat militer, polisi, intelektual, ulama maupun tokoh agama lainnya yang dianggap tak memiliki kecerdasan dan rasa patriotik lagi pada bangsanya.

Kaum bersenjata, kaum Intelektual etika dan intelektual politisi, hukum dan ilmu sosial lainnya sepertinya kalah lawan si pedagang yakni tuan  yang di tahta yang berjiwa tak merakyat.

Di pemilu yang kontroversial yang tak berjalan pada konstitusi yang seharusnya  telah banyak manusia di bangsa ini terundang untuk membuka kotak pandora yang ada karena bila manusianya membiarkannya potensials tahta yang dihasilkan meneruskan ironi yang ada yakni:

Hutang negara tembus diangka 8000 triliun lebih 

bunganya 500 trilyun wajib bayar setiap tahun melalui hutang juga yang jadi beban rakyat jumlahnya puluhan juta yang miskin dan menganggur yang di tahun 2O14 hanya 2600 trilyun, dan dalam pandangan Prof Hafid Abbas  rakyat sedang  menikmati sedikit orang menguasai jutaan hektar tanah dan kekayaannya setara dengan puluhan juta dan bahkan di atas seratus juta rakyat di negeri ini.

Rakyat pun masih menyaksikan ada yang  korupsi jumlah puluhan triliun di Asabri dan Jiwasraya uang rakyat yang dihukum sekedarnya dan bahkan 261 triliun dan 349 triliun yang belum tersentuh pengadilan oleh KPK dan lembaga hukum saat ini untuk citarasa Tahta.

Demokrasi yang rakyat takut bicara terancam jeruji besi yang kemudian bercitarasa otokrasi yang kembali ke pra sejarah berbangsa.

Perangkat berbangsa dan bernegara seolah dalam kolam nihilisme yang menunjukkan bangsa ini tercitra dan terkerangkeng menjadi manusia kelas dua yang tak bisa menolong bangsa dan nasib rakyatnya.

Bangsa merdeka 78 tahun lebih masih dalam kerangkeng sistem ekonomi dan politiks yang hanya dinikmati oleh sekelompok orang tertentu

Sistem ekonomi kapitalis dan politik liberalis yang negara abai pada nasib rakyat, rakyat tak ada yang melindungi.

Fenomena bangsa sepertinya yang  tak berbasis Pancasila dan anak negeri yang tak berdaya menghadapinya dan tak berdaya potensinya berhadapan dengan potensi asing atau tuan yang tak terlihat kaum super kaya yang sedang menguasai jagad ekonomi dan politik saat ini.

Kondisi yang ada bak kerangkeng sepertinya akan diteruskan melalui pemilu yang kontroversial hasil dari  cawe-cawe dari tahta dan kaki tangannya yang ingin menghasilkan yang  di tahta sebagai peng-peng.

Tahta Peng-peng

Negara di representasikan yang di tahta dan pengendalinya adalah  pedagang yang sering disebut  Rizal Ramli (ekonom, almarhum) penguasa pengusaha (peng-peng).

Negara dibawanya berdagang dengan rakyat. Rakyat selalu rugi yang di tahta selalu untung dan  semakin menggemukkan harta para benalu bangsa dengan memeras keringat rakyat melalui kenaikan hutang, kenaikan pajak, kenaikan harga kebutuhan hidup, pendidikan, kesehatan dan lainnya.

Di bangsa yang kini semakin tak terwujud  keadilan, kesetaraan manusia dan kemakmuran seluruh rakyat yang menjadi amanah konstitusi yang sejak awal kemerdekaan telah telah ditetapkan.

Malah bangsa dan rakyat berada dalam kerangkeng ekonomi dan politik yang semakin melilitnya yang diantarkan oleh mereka.

Bangsa dikerangkeng

Tahta yang akan meneruskan fenomena ekonomi dan politiks yang ironis yang membuatkan negara abai dan dikendalikan oleh peng-peng, mereka bukan penguasa negarawan dan bukan penguasa untuk rakyat tapi  hanya untuk diri, keluarganya.

Akan meneruskan fenomena istana yang  sejak awal tahta mengkooptasi banyak partai agar  berada di barisannya. Memberi peluang ketua partai nasionalis dan Islam dan kepala daerah melakukan korupsi lalu karenanya ia dalam incaran KPK jadilah dalam kerangkengnya dan menjadi ABS.

Beternak ketua KPK dan kemudian beternak di KPU, Bawaslu hingga MK, tahta daerah yang ditunjuk hingga ke desa jadi ABS. Politik gentong anjing atau politik balas jasa dilakukan demi meneruskan syahwat kuasanya.

Negara kembali asing  dan abai penderitaan rakyat. Tahta akan kembali mengkonsolidasikan kekuatan birokrasi di sipil maupun polisi militer dan teliksandi, dan partai serta ormas akan ditundukkan dengan  SK tahta atau berupa harta ke mereka.

Mengolah  ekonomi dikendalikan untuk melayani yang di tahta. Haram ada kritiks, mereka akan ditundukkan dengan uang atau tahta atau dengan mata hukum berpasal karet.

Akan kembali andalkan yang namanya relawan ABS, angka lembaga survey tinggi mengawalnya dan  buzzer berbayar kembali bersemi dan tahta yang andalkan tebar  uang dari mobil dan rakyat miskin nengaguminya.

Mereka merasa diberi mandat oleh rakyat untuk melakukan apapun termasuk mengelola negara dengan cara akal bulus yang kadarnya hanya bekerja, bekerja dan bekerja.

Tentu Ulama dan tokoh agama dan intelektual kaleng akan berada di sisinya seolah ada penasehatnya. Kembali akan ada nantinya  yang menangisi di media massa menyesali keadaan.  Semoga itu tidak terjadi, dan amit-amit.

Kekuatan rakyat

Kesadaran telah muncul dari tokoh bangsa,  termasuk elit kampus yakni kaum intelektual dan mahasiswa, purnawirawan dan rakyat telah terpanggil akan kondisi yang ada jangan terus berlanjut agar bangsa  jangan jatuh menjadi negara demokrasi yang bercitarasa autokrasi.

Saatnya mereka terus bersuara bukan hanya karena politik machevelians kaum istana yang bermoral hazaard, bukan pula hanya karena akan runtuh sistem  demokrasi.

Tapi bersuaralah terus karena adanya kesenjangan kaum kaya dan miskin semakin lebar, aset ekonomi yang dikuasai oleh segelintir orang, SDA yang belum sepenuhnya dirasakan rakyat, kaum miskin dan menganggur puluhan juta, ekonomi di kelola menurut citarasa tahta, kebijakan pembangunan yang cenderung andalkan hutang yang membebani rakyat.

Rakyat punya kekuatan dahsyat yang bisa merubah wajah bangsa dan merubah nasibnya hanya ada ditangannya, dikesadarannyalah dan gerakannya bersama mereka untuk meluruskan pemilu kontroversials melalui hak angketnya, dan jalan di MK  sepertinya  jalan ini harus ditempuh.

Kesadaran Ketua Partai

Kesadaran ketua partai dinanti rakyat banyak. Selamatkan wajah institusi partai sebagai instrumen demokrasi untuk meraih cita konstitusi yang kini semakin jauh diraih.

Partai didirikan dulu di awal kemerdekaan ada nilai idealisme guna menjaga wajah bangsa dan memperbaiki nasib rakyat. Jangan lagi rakyat diciderai dan hanya menonton kondisi nestapa rakyat.

Beri harapan kepada rakyat bahwa ada demokrasi dan  partai yang berguna bagi rakyat jangan mereka hanya diekploitasi untuk sesaat yang diperlukan.

Mereka merasakan  sepuluh tahun ini negara abai dengan rakyat yang gambarnya hanya ada peng- peng sambil melayani New VOC.

Kesadaran beberapa  ketua partai akan disambut rakyat dengan harapan dan jari jempol atas sikapnya untuk meluruskan jalan bangsa ini kembali ke kesejatian konstitusi.

Pemilu yang memakan dana puluhan trilyun uang rakyat  maka jangan biarkan pemilu  yang tak jurdil, tanpa koreksi dan luruskan di jalan konstitusional yang telah disepakati dan telah ditentukan.

Kembali ke jalan konstitusional sebagai bangsa terdidik dan beradab itu harus  dilakukan dan dijalani demi wajah bangsa dan demi nasib rakyat.

Buktikan partai masih setia konstitusi dan saatnya partai dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat.

Tabik buat beberapa partai yang telah menunjukkan keberpihakan pada kejujuran yang menjadi dambaan manusia berakal sehat yang jumlahnya ratusan juta.

Bila angket terjadi beberapa partai akan di catat  sebagai pembela demokrasi dan rakyat serta partai itu tidak masuk di  kolam partai yang abai rakyat yang mendukung citarasa autokrasi yang bertentangan dengan konstitusi, begitu pula wajah bangsa harus diselamatkan oleh hakim di MK.

Saatnya taubat

Taubat dalam prespektif semua manusia. Esensi taubat dimiliki semua manusia karena ada hatinurani didirinya. Tunjukkan dan luruskan yang di tahta puncak negara, KPU, Bawaslu dan MK sendiri dan partai. Taubat untuk diri, rakyat dan bangsa menegakkan nilai kebenaran yang dipahami oleh semua manusia. Nilai kebenaran yang tidak relatif, jujur ya jujur tidak diembeli oleh yang lain yang membenarkan prilakunya.

Bangsa kini langitnya sudah diliputi oleh ketakjujuran yang hasilnya wajah bangsa yang semakin jauh dari nilai pancasila yang tak lagi mengenal keadilan ekonomi, mengapa harta dan aset ekonomi yang hanya di kuasai dan dinikmati segelintir manusia, mengapa korupsinya semakin parah ada yang diangka puluhan triliun dan bahkan ada yang di angka 349 triliun di tengah rakyatnya puluhan dan bahkan di angka seratus juta angka yang miskin dan menganggur angka dari bank dunia.

Mengapa anak bangsa ini seakan baru belajar etika dan berkonstitusi bernegara dan berdemokrasi yang semakin nyata bercitarasa otokrasi yang sejak merdeka hal yang tak dikenal.

Bangsa puluhan tahun merdeka yang menyatakan diri beragama dan berbudaya pendidikan, bangsa yang masih kaya SDA yang hingga kini masih tak berguna, bangsa yang terus berulang orde ke orde lainnya yang seharusnya bisa belajar dan mengambil hikmah perbaikan.

Bangsa ini dihidupi oleh darah dan keringat rakyat hingga ada yang menikmati kemewahan hidup yang tak lagi mikir besok makan apa dan yang di tahta yang berdagang dengan rakyat yang di KPU dan lain serta di MK yang berjubah sang hakim yang adil dan tugas keadilan harus dan wajib di tegakkan di tangannya.

Nasib bangsa ada di sajadah di ruang kerja MK  untuk memulai bangsa ini bertaubat menjadi bangsa yang beretika, berhukum dan beradab.

Dan juga oleh para wakil rakyat yang juga diharap ada hak angket di tangannya meluruskan tahta yang masih berada di Maqom Manusia dan kemanusiaan yang hidupnya terhormat oleh keringat rakyat bukan oleh yang lain yang kini masih dianggap tuannya yang menghidupi dan memberi rasa takutnya sehingga lupa wajah bangsa dan rakyatnya yang telah membuat kerangkeng ekonomi dan politiks yang tidak pancasilais.

Saatnya rakyat bersatu

Saatnya rakyat bersatu dan bergerak bersama mereka agar bangsa tak terus berada dalam kerangkeng mereka yang menciptakan kondisi yang ironi yang dihadapi bangsa kini oleh peng-peng dan tuannya yang akan meneruskan kondisi ironi bangsa.

Bangsa yang puluhan tahun merdeka saatnya bisa memulai merajut benang kusut melepaskan kerangkeng yang menjeratnya yang seharusnya  memulai pemilu yang sejatinya  jurdil sebagai hadiah buat bangsa yang ingin berharkat dan beradab dan demi rakyat dan bukan bangsa masih terkesan irlanders dan bukan sebagai jalan untuk menghadirkan tahta untuk peng-peng dan kaki tangannya yang tunduk pada tuannya yang tidak tunduk pada konstitusi dan tak peduli  nasib rakyat.

Jangan biarkan NKRI yang semakin rapuh dan tak lagi berbendera merah putih.

Saatnya partai, rakyat, wakilnya serta MK dan angket sebagai jalan berbenah diri untuk memutus kerangkeng yang dirasakan bangsa dan rakyatnya.

Silahkan disebarkan bila ini ada faedahnya.

Penulis adalah seorang dosen di UIKA Bogor
April 2024.

Berita lainnya