Membangun Sistem Kesejahteraan Sosial

Gambar ilustrasi. (Sumber: Rawpixel)

Bagikan

Oleh: Ramli Yudarsana (Pengamat sosial)

Kagetnews | Opini – Akhir September 2023 diberitakan seorang pria disabilitas di Kelurahan Singonegaran, Kecamatan Pesantren, Kota Kediri meninggal penyebabnya selama tiga hari tidak makan. Pria penyandang disabilitas ini ditemukan tergeletak di rumahnya, bersama jasad sang ibu yang diperkirakan meninggal sejak tiga hari sebelumnya.

Di tempat lain, tepatnya di Dusun Dawung Desa Pagerwojo, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Blitar, seorang ibu dan dua anaknya yang juga disabilitas hidup dalam kemiskinan. Mereka makan hanya mengandalkan pemberian tetangga. Kadang makan, kadang tidak. Tinggal di rumah yang hampir roboh. Keluarga malang ini bahkan tak tersentuh bantuan Pemerintah karena belum punya e-KTP sebagai syarat.

Makin Terbebani

Dua kejadian diatas adalah secuil problem sosial rakyat yang terjadi di negeri nan subur ini. Fenomena di atas bila disepelekan mungkin seperti efek bola salju (snowball effect) yang menuruni bukit awalnya bola kecil tetapi semakin menurun bola semakin membesar dan tak terkendali. Terbongkarnya kasus kelaparan akibat ketidakberdayaan keluarga memenuhi kebutuhan dasarnya membeli bahan pangan. Alasan ekonomi menjadi penyebab ketidakberdayaan ini.

Masih banyak lagi jumlah warga miskin yang makin kesulitan memenuhi kebutuhan hidup. Menurut data BPS, jumlah warga miskin di Indonesia pada bulan Maret 2023 mencapai 25,90 juta orang. Pemerintah menetapkan bahwa pengeluaran masyarakat kurang dari Rp 17.851 per hari masuk kategori miskin atau di bawah garis kemiskinan. Namun, jika menggunakan ukuran Bank Dunia yang menetapkan warga dengan penghasilan di bawah US$ 2,15 per hari (sekitar Rp 35 ribu) terkategori miskin, maka jumlah warga miskin di Indonesia bisa mencapai 110 juta orang, alias 40% dari jumlah penduduk.

Ditengah kesulitan ekonomi masyarakat, naiknya harga sejumlah kebutuhan pokok, menjadi pukulan telak yang membuat ketidakberdayaan makin menjadi-jadi. Demi tetap makan, meroketnya harga beras membuat warga di sejumlah daerah mencampur nasi dengan singkong untuk menyiasati makan sehari-hari. Bukan hanya beras. Sejumlah harga kebutuhan pokok lain seperti gula, telur, daging ayam juga naik. Para petani juga makin kesusahan karena sudah tidak ada lagi subsidi pupuk.

Disamping itu mencari pekerjaan di negeri ini sulitnya bukan main. Menurut Wapres, 14 dari 100 anak muda Indonesia tidak terserap lapangan kerja. Total jumlah pengangguran pada tahun 2023 ada 7,9 juta jiwa. Tentu saja ini menjadi tambahan beban kehidupan masyarakat.

Kondisi diperparah dengan krisis ekonomi ini makin terasa dengan banyaknya keluhan para pedagang akan sepinya pembeli, dollar melambung menyebabkan komoditi impor harganya naik tinggi. Sudah beberapa tahun belakangan sejumlah mall tutup bahkan diobral karena makin sepi pengunjung. Para produsen dan pedagang juga menjerit karena membanjirnya barang-barang impor dari Cina yang harganya jauh lebih murah; apalagi yang dijual lewat e-commerce cross border, perdagangan online.

Namun yang mencengangkan kebijakan pemerintah untuk memperkuat kesejahteraan rakyat sepertinya belum bisa meringankan beban rakyat, Pemerintah tetap ngotot melanjutkan sejumlah proyek raksasa; pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara (IKN) dan Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB). Padahal dua mega proyek tersebut menggerogoti APBN. Disisi lain masih ada puluhan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang mangkrak. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko) Airlangga Hartarto angkat suara perihal 58 Proyek Strategis Nasional (PSN) yang mangkrak. Totalnya bernilai 420 triliun rupiah.

Bukannya meringankan beban pengeluaran warga, Pemerintah malah membuat keputusan menaikkan harga BBM seperti Pertamax, Pertamax Dex, Pertamax Turbo. Sebelumnya, Pemerintah juga telah menaikkan tarif sejumlah ruas tol. Kenaikan-kenaikan ini otomatis akan mendorong kenaikan barang dan jasa, menyebabkan menurunnya daya beli dan inflasi. Lagi-lagi rakyat pun semakin terjepit.

Kesejahteraan Sosial

Dalam PP Nomor 39 Tahun 2012 Kesejahteraan Sosial merupakan suatu kondisi yang harus diwujudkan bagi seluruh warga negara di dalam pemenuhan kebutuhan material, spiritual, dan sosial agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Namun pada kenyataannya permasalahan yang berkaitan dengan Kesejahteraan Sosial cenderung meningkat baik kualitas maupun kuantitas. Masih banyak warga negara belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya karena kondisinya yang mengalami hambatan fungsi sosial, akibatnya mereka mengalami kesulitan dalam mengakses sistem pelayanan sosial dan tidak dapat menikmati kehidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Dalam Undang-undang Nomor 11 tahun 2009 tentang kesejahteraan Sosial pasal 4 Negara bertanggung jawab atas penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Tetapi prakteknya pendekatan menurut kapitalistik yang dipakai. Dimana negara hanya berperan sebagai regulator. Negara tidak turut mengatur dan menjamin kehidupan warga. Rakyat dibiarkan berjuang sendiri dengan prinsip survival of the fittest. Siapa yang kuat, dia yang bertahan. Akibatnya, kemiskinan dan penderitaan semakin meruyak. Kesenjangan sosial semakin lebar menganga; ada 1% orang Indonesia yang jumlah kekayaannya sama dengan 46,6% total kekayaan seluruh penduduk Indonesia.

Jika kesenjangan terus terjadi bahkan semakin melebar maka kesejahteraan akan tersentralisasi di segelintir orang yang 1% itu. Sedang 90 % akan hanya memperebutkan remah-remah kue ekonomi. Pantas mayoritas rakyat hidup di bawah garis kesejahteraan.

Solusinya untuk menuju terwujudnya kesejahteraan sosial yang nyata maka harus ditegakan pilar-pilarnya:

Pertama: Pilar keluarga. Kepala keluarga harus bertanggung jawab atas seluruh anggota keluarganya. Seorang suami bertanggung jawab memenuhi kebutuhan istri dan anaknya. Rasulullah saw. bersabda:

Mulailah dari dirimu sendiri. Sedekahkanlah untuk dirimu. Selebihnya dari itu untuk keluargamu (anak dan istrimu). Selebihnya lagi dari itu untuk kerabat dekatmu. Selebihnya lagi dari itu untuk tujuan ini dan itu yang ada di hadapanmu, yang ada di kanan dan kirimu (HR Muslim).

Para suami/ayah telah diwajibkan Allah SWT untuk menjamin kebutuhan sandang, pangan dan tempat tinggal untuk keluarga mereka (lihat QS 2: 233 dan QS 65: 6). Nabi saw. menegur orang yang mengabaikan kewajiban nafkah untuk orang-orang yang wajib ditanggung:

Cukuplah seseorang itu dikatakan berdosa ketika dia menahan nafkah dari orang yang menjadi tanggungannya (HR Muslim).

Oleh karena itu kaum lelaki yang bermalas-malasan, tidak mau menafkahi dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya, akan dikenai sanksi. Mereka akan dipaksa untuk mencari nafkah. Khalifah Umar bin al-Khaththab RA pernah menegur dengan keras orang-orang yang duduk-duduk di masjid untuk beribadah, sementara orang-orang telah bertebaran mencari nafkah.

Secara sistematis untuk mempersiapkan tenaga terampil pemerintah harus menjamin pendidikan dari tingkat dasar sampai tinggi yang bisa diakses oleh semua warga Negara. Tersedianya pendidikan berkualitas dan murah akan membuka peluang munculnya tenaga terampil, professional.

Disamping itu pintu-pintu suburnya perekonomian dengan membuka lapangan kerja, akses permodalanan dan lainnya harus diperhatikan. Kemudahan masyarakat mencari kerja atau berwirausaha akan mewujudkan fungsi social mereka berjalan. Jika kondisi sebaliknya problem akan semakin rumit.

Kedua: Pilar Jamaah di dalam ajaran agama seluruh anggota masyarakat atau jamaah diwajibkan ihtimâm (kepedulian) kepada sesama, termasuk memenuhi hajat kaum dhuafa, khususnya orang-orang terdekat dan tetangga mereka. Rasulullah saw. bersabda:

Bukan Mukmin orang yang kenyang perutnya, sedangkan tetangga sebelahnya kelaparan (HR al-Baihaqi).

Dari prinsip ini, harus dibuang jauh-jauh sikap individualis yaitu sikap hanya mementingkan dan peduli hanya pada urusan pribadi dan keluarga saja. Solidaritas sosial harus dibangun, bahwa kita adalah bersaudara satu tubuh satu bangunan yang harus saling peduli dan membantu. Perlu diasah kepekaan sosial setiap anggota masyarakat untuk mendeteksi segala permasalahan dilingkungan dengan cepat. Jangan ada cerita ada orang mati kelaparan sedangkan para tetangga tidak tahu kejadian kecuali sudah bau bangkai tetangganya yang mati kelaparan.

Ketiga: Pilar Negara merupakan Bagian terpenting dalam jaminan kebutuhan hidup adalah peran negara. Para ulama bersepakat bahwa kehadiran Negara (Khilafah) salah satunya adalah untuk mengatur urusan umat. Imam Al-Mawardi dalam kitabnya Al-Ahkâm As-Sulthâniyyah menyebutkan bahwa tujuan adanya Khilafah adalah untuk menjaga kepentingan agama dan pengaturan dunia. Ini berbeda dengan konsep negara berideologikan kapitalis mengfungsikan hanya sebatas penjaga ronda malam. Rakyat dibiarkan berkompetisi bebas tanpa proteksi berusaha untuk mencari kesejahteraan. Kompetisi ini tentu tidak adil disebabkan kemampuan setiap orang berbeda dari sisi fisik, akses, modal. Tak mengherankan jika di negara kapitalis 1% orang bisa menguasai kekayaan.

Jadi idealnya tetap negara harus berperan sebagai pelindung rakyat. Baginda Nabi saw. bersabda:

Imam/Khalifah itu laksana penggembala dan dia bertanggung jawab terhadap gembalaannya (HR al-Bukhari dan Muslim).

Imam Hasan al-Bashri pernah memberikan nasihat pada Khalifah Umar bin Abdul Aziz tentang gambaran pemimpin yang adil, “Wahai Amirul Mukminin, pemimpin yang adil itu seperti seorang gembala yang memiliki belas kasihan terhadap untanya, berkawan dengannya, yang mencarikan untuknya padang rumput terbaik, melindunginya dari tempat makan yang berbahaya, melindunginya dari hewan buas, dan menempatkannya dari gangguan cuaca panas dan dingin.”

Kewajiban mengurus umat telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. dengan harta yang diperoleh negara pada saat itu. Beliau memberikan jaminan hidup untuk ahlus-suffah yang tinggal di Masjid Nabawi. Beliau juga menjadikan dirinya sebagai penjamin bagi Mukmin yang meninggal, sedangkan ia memiliki hutang atau tanggungan keluarga.

Syariah ini diteruskan oleh Khulafaur-Rasyidin. Khalifah Umar bin al-Khaththab ra., misalnya, pernah membangun dar ad-daqîq sebagai rumah singgah untuk para musafir. Di sana mereka boleh makan dan beristirahat. Beliau pun menyediakan pendidikan untuk kaum Muslim dan memberikan gaji yang layak untuk para pengajar. Khalifah Umar ra. juga memberikan insentif untuk anak-anak. Khalifah berikutnya, Utsman bin Affan ra., memberikan insentif 1 dirham setiap hari untuk kaum Muslim selama Ramadhan.

Para khalifah dari Bani Umayah juga melanjutkan kewajiban mengurus umat seperti membangun rumah sakit-rumah sakit, termasuk rumah sakit khusus untuk penderita kusta, secara gratis. Ini adalah rumah sakit pertama untuk penderita kusta dalam sejarah dunia. Mereka juga mendirikan rumah-rumah panti jompo, juga rumah-rumah untuk orang-orang yang tersesat. Mereka pun melakukan pelunasan utang warga yang dililit utang, melakukan pembebasan tawanan Muslim, serta subsidi nikah. Pada periode 120-126 H, Kekhalifahan Umayah menganggarkan dana sebanyak 10 ribu dirham untuk penanganan bencana dan pemerdekaan budak.

Sebaliknya, Islam mengancam para penguasa yang menelantarkan kebutuhan rakyat, apalagi menghalangi hak-hak mereka. Sabda Rasulullah SAW.

“Tidak seorang pemimpin pun yang menutup pintunya dari orang yang membutuhkan, orang yang kekurangan dan orang miskin, kecuali Allah akan menutup pintu langit dari kekurangan, kebutuhan dan kemiskinannya” (HR at-Tirmidzi). Wallahu’alam. ***

Berita lainnya