MARI BUNG REBUT KEMBALI! Sebuah Pernyataan Sikap DPC GMNI Yogyakarta

Potret pengurus GMNI Yogyakarta. (Ist)

Bagikan

Kagetnews | Aspirasi – GMNI hari ini sedang berdiri pada persimpangan jalan sejarah. Di tengah arus dualisme kepengurusan, kita tidak sedang dihadapkan pada sekadar konflik administratif, melainkan pertarungan ideologis: antara mereka yang ingin menegakkan kembali GMNI sebagai organisasi kader yang independen dan berpijak pada kesadaran rakyat—melawan mereka yang hendak menjadikannya instrumen kekuasaan, dipelihara oleh patronase dan loyalitas semu terhadap elit yang menua bersama kepentingannya.

Kondisi ini bukan sesuatu yang datang tiba-tiba. Ia adalah akumulasi dari pembusukan sistemik sebagai pengkhianatan terhadap nilai-nilai marhaenisme yang seharusnya menjadi fondasi utama organisasi. GMNI saat ini sedang menghadapi bentuk baru dari penjajahan. penjajahan yang tak lagi datang dari luar, tapi berwujud dominasi internal, kooptasi struktural, dan pembunuhan pelan-pelan terhadap nalar ideologis kader.

Maka ketika Kongres XXII di Bandung mengusung tema “Bersatu Lawan Penjajahan Gaya Baru,” kami menjawabnya dengan tindakan nyata: bersatu dengan kesadaran ideologis, bukan dengan kompromi palsu; melawan dengan keberanian politik, bukan dengan ketakutan akan kehilangan posisi. Inilah saatnya kita menyalakan kembali api perjuangan. Inilah waktunya untuk menyatakan Kembali dengan lantang: Halo-Halo Bandung! Mari Bung Rebut Kembali! rebut kembali arah ideologis gerakan, rebut kembali kehormatan kader, dan rebut kembali marwah GMNI sebagai alat perjuangan rakyat, bukan alat kekuasaan.

Maka dari itu, Kongres Bandung bukan sekadar agenda organisasi. Kongres Bandung adalah medan tempur sejarah. Ia bukan hanya forum struktural, melainkan arena konsolidasi politik dan ideologis bagi mereka yang telah lama bekerja di bawah, di jalanan, di ruang kuliah, dan di ruang diskusi. Inilah Kongres kaum muda yang menolak tunduk, menolak dikendalikan, dan menolak dibungkam. Bandung adalah panggilan perlawanan. Bandung adalah simbol perampasan kembali kedaulatan kader dari tangan-tangan kekuasaan.

Adapun narasi “Kongres Persatuan” yang dikumandangkan oleh mereka yang masih bersandar pada kekuatan senioritas, tidak lebih dari tameng kompromi untuk mempertahankan status quo. Persatuan yang dibangun di atas ketakutan kehilangan kuasa, bukan di atas fondasi ideologis. Bagi kami itu tidak lain merupakan bentuk baru dari feodalisme yang pada dasarnya merupakan musuh organisasi. Kami menolak untuk berdamai dengan stagnasi. Kami menolak untuk bersatu di bawah panji yang menyesatkan.

Maka, dengan kesadaran penuh dan keberpihakan yang jelas, kami menyatakan sikap kami:

Mendukung penuh penyelenggaraan Kongres GMNI di Bandung sebagai ruang konsolidasi politik, ideologi, dan organisasi yang sah, mandiri, dan berwatak marhaenis.

Menolak segala bentuk tindakan yang berpotensi mengganggu jalannya proses organisasi secara demokratis, termasuk intervensi, intimidasi, maupun upaya penggagalan terhadap penyelenggaraan Kongres GMNI di Bandung, serta mendorong penyelesaian perbedaan pandangan melalui mekanisme internal yang sehat dan bermartabat.

Menyerukan kepada seluruh kader GMNI se-Indonesia untuk memilih jalan sejarahnya sendiri. jalan perlawanan, jalan kesadaran, jalan revolusi, bukan jalan kompromi dan kemunduran.

Mengajak seluruh Kader GMNI untuk membangun kekuatan dari bawah, memperkuat basis organisasi, dan memutus ketergantungan terhadap elite yang telah lama gagal mencerminkan semangat progresif dan kerakyatan.

Kita telah belajar dari sejarah bahwa perubahan tidak akan pernah datang dari kenyamanan. Bahwa yang revolusioner selalu diuji, dan yang progresif selalu ditentang. Tapi kita juga tahu, bahwa dalam sejarah gerakan, keberanian untuk melawan selalu lebih mulia daripada ketundukan untuk bertahan. Pada akhirnya, yang tidak murni akan terbakar mati!

Merdeka!
GMNI Jaya!
Marhaen Menang!

 

(Rls)

Berita lainnya