Oleh : Drs. Samsul Widodo, MA.
(Staf Ahli Menteri Desa PDTT)
Kagetnews | Opini – Instruksi Presiden nomor 2 tahun 2022 diterbitkan terkait percepatan peningkatan produk dalam negeri. Anggaran pengadaan barang dan jasa di pusat Rp 526 triliun, untuk daerah Rp 535 triliun, dan BUMN Rp 420 triliun.
Inpres itu ditujukan untuk mendukung target belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2022 sebesar Rp 400 triliun untuk produk dalam negeri yang berfokus pada pembelian barang atau jasa usaha mikro, usaha kecil, dan koperasi.
Rp. 400 Trilyun untuk pembelian barang atau jasa usaha mikro, usaha kecil dan koperasi, ini uang yang sangat besar, produk ini termasuk dari produk Bumdes dan juga Koperasi.
Tetapi perlu dingat, kira-kira produk apa yang bisa ditawarkan oleh UMKM, Bumdes dan Koperasi? adakah produk itu? atau jangan-jangan produknya bukan dari UMKM, Bumded atau Koperasi, tapi merupakan Produk Industri yang dijual oleh UMKM, Bumdes dan Koperasi, yang memang masih masuk kategori Produk dalam Negeri.
Tapi apakah filosofinya seperti itu, “Bukankah yang diharapkan adalah produk dalam negeri yang betul – betul diproduksi oleh UMKM, Bumdes dan Koperasi?” jadi bukan hanya sebatas produk yang dijual oleh UMKM, Bumdes dan Koperasi saja!
Kalau dilihat dari data LKPP: Jenis produk yang saat ini sudah terdaftar adalah sebanyak kurang dari 200 ribu produk, dari 726 ribu lebih penyedia, kelihatannya besar tapi kalau dibandingkan dengan India, 5.200.000 produk dan 2.598.510 penyedia dan Amerika serikat lebih banyak lagi, 11 Juta produk.
Sedikitnya jumlah produk, apakah ini tanda-tanda atau bukti bahwa produk UMKM, Bumdes dan Koperasi belum banyak yang on-boarding atau memang belum terlihat hasil dari Industrialisasi perdesaan?






















