Oleh: Caskiman, M.H.
Kagetnews | MENYIKAPI kasus yang terjadi pada batang tubuh Bank Perkreditan Rakyat Karya Remaja (BPR-KR) Indramayu. Bupati Indramayu dalam hal ini selaku Kuasa Pemilik Modal (KPM) harus bertanggung jawab penuh atas perbuatan melawan hukum para oknum yang sangat merugikan banyak lapisan masyarakat Indramayu.
Terlebih masyarakat yang terlibat sebagai korban, adalah sebagian besar merupakan masyarakat lapisan bawah yang notebene banyak yang menaruh harapan besar untuk masa depan keluarganya kepada BPR KR tersebut.
Namun sayangnya para pelaku tindakan kejahatan korupsi dalam badan BPR KR telah merampas bahkan merampok mimpi masyarakat secara sadis.
Selain itu juga, fakta kerugian yang dialami oleh masyarakat bukan hanya dirasakan oleh masyarakat kecil tetapi juga dirasakan oleh beberapa tokoh, lembaga kemasyarakatan yang menghimpun atau menjembatani masyarakat kecil untuk dapat menabung di BPR KR, sehingga lembaga -lembaga masyarakat tersebut terancam kepercayaannya oleh masyarakat luas. Hal ini disebabkan oleh tindakan koruptor di dalam BPR KR.
Untuk mengembalikan kepercayaan publik maka beberapa lembaga kemasyarakatan melakukan upaya hukum untuk mendapatkan perlindungan dari pihak-pihak yang mempunyai otoritas kewenangan untuk menindaklanjuti perkara tersebut ke jalur hukum.
Dalam sudut pandang hukum bahwa segala tindakan penyimpangan yang sengaja dilakukan untuk mengelabui, menipu, atau memanipulasi bank atau nasabah yang dilakukan di lingkungan bank dan/atau menggunakan sarana bank yang mengakibatkan nasabah atau pihak lain menderita kerugian dan pelaku kejahatan mendapatkan keuntungan keuangan baik secara langsung maupun tidak langsung tindakan tersebut biasa dikatakan dengan istilah fraud.
Sedangkan fraud tidak bisa ditangani sendiri oleh perbankan masing-masing. Penanganan dan pencegahan fraud mesti dilakukan secara bersama-sama antara bank satu dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan karena, pelaku fraud kebanyakan dilakukan oleh pihak internal dan eksternal.
Oknum internal bank yang rawan terlibat kasus perkreditan terdiri dari beberapa level, mulai dari staf AYDA/lelang, collector, appraisal, credit analysis, account officer, branch manager, bahkan sampai ke Div Head Credit. Sedangkan oknum eksternal bisa saja dari pihak pihak yang mempunyai pengaruh terhadap regulasi pemerintah yang berlaku.
Jika kita lihat dari beberapa tahun yang lalu bahwa sudah terbentuk Forum Anti Fraud dan Investigasi Perbankan dengan melibatkan lebih dari 40 bank sebagai anggota serta mendapatkan dukungan positif oleh pihak otoritas jasa keuangan (OJK) khususnya Departemen Pemeriksaan Khusus dan Investigasi Perbankan (DKIP) untuk terus memperluas cakupan bank yang ikut serta di dalamnya. Artinya, dengan demikian OJK seharusnya bisa lebih mudah untuk dapat memberikan upaya-upaya hukum terhadap pelaku kejahatan yang terjadi pada batang tubuh BPR KR Indramayu.
Selain itu Pelaku tindakan korupsi yang terjadi pada batang tubuh BPR KR Indramayu dapat dikenakan Pasal 2, Pasal 3 Jo Pasal 18 UU No 13 Tahun 1999 tenang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP. Bahwa secara garis besar dikatakan, setiap orang yang dengan sengaja mempunyai tujuan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang dimilikinya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara maka perbuatan tersebut dapat dipidanakan.
Berkaitan dengan suatu tindakan pidana, jika suatu tindakan pidana terlaksana dengan adanya bantuan dari pihak pihak tertentu, maka semua yang terlibat dapat dijerat hukum dengan kategori sebagai turut serta dalam tindakan pidana tersebut.
Dalam konteks hukum turut serta difahami orang yang turut melakukan” (medepleger). “Turut melakukan” dalam arti kata “bersama-sama melakukan”. Sedikit-dikitnya harus ada dua orang, ialah orang yang melakukan (pleger) dan orang yang turut melakukan (medepleger) peristiwa pidana. Di sini diminta bahwa kedua orang itu semuanya melakukan perbuatan pelaksanaan, jadi melakukan anasir atau elemen dari peristiwa tindak pidana itu. Sedangkan membantu melakukan” jika ia sengaja memberikan bantuan tersebut, pada waktu atau sebelum kejahatan itu dilakukan. Bila bantuan itu diberikan sesudah kejahatan itu dilakukan, maka orang tersebut melakukan perbuatan dapat dikatakan “sekongkol” atau “tadah” atau menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan atau menghalang-halangi penyidikan.
Dengan argumentasi hukum ini seharusnya pihak penegak hukum dapat melakukan tindakan konsekuensi hukum terhadap pihak internal maupun eksternal yang ikut terlibat dalam suksesi tindakan melawan hukum tersebut.
Sehingga, upaya yang bisa dijadikan solusi untuk memperkuat tim investigasi yang sudah dibentuk oleh Bupati Indramayu dan OJK selaku pemilik kewenangan dalam melakukan investigasi yang dilindungi Pasal 69 UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dapat memperhatikan aspek-aspek hukum yang dapat dikembangkan untuk menagani kasus BPR KR ini secara tuntas dan sampai ke akar-akarnya.
Penulis adalah seorang anggota Dermayu Institut, yang saat ini berkegiatan mendampingi Prof. Dr. Suparji, SH., MH. selaku Guru Besar dan Pakar Hukum Pidana Universitas Al Azhar Indonesia.