Kisah Sufi Ibrahim ibn Adham  ( ابراهیم ادهم ) Melihat Sepasang Kekasih Sedang Dimabuk Cinta

Gambar ilustrasi.

Bagikan

Oleh: KH. Heri Kuswanto, M. Si.

Kagetnews | Religi – Menurut Imam Bukhari (810-870): Sufi tersebut masih keturunan sahabat Rasulullah SAW, Al-Faruq Umar bin Khattab (584-644). Nama lengkap beliau Hazrat Sultan Ibrahim bin Adham bin Mansur al-Balkhi al-Ijili Abu Ishaq. Beliau terlahir dari keluarga bangsawan Arab, lahir 718 Masehi di Afganisan – wafat 782 Masehi adalah salah satu wali sufi pertapa awal yang paling terkemuka. Beliau adalah seorang Raja di Balkh pada abad ke-7 Masehi. Kemudian meninggalkan kerajaannya dan memilih hidup zuhud.

Ibrahim bin Adham suatu ketika sedang berjalan di tepi pantai. Tanpa sengaja, matanya melirik sepasang manusia berduaan dengan begitu mesranya. Terlintas di benak sufi ini bahwa sepasang kekasih itu sedang dimabuk cinta. Bukan hanya mabuk cinta, ternyata mereka juga sedang mabuk dalam arti yang sesungguhnya. Terlihat di sekeliling mereka beberapa botol minuman berseliweran, terdapat bekas botol yang baru saja selesai dikosongkan isinya. Beberapa saat, Ibrahim bin Adham terkesima dengan pemandangan yang dia lihat sambil menggeleng-gelengkan kepala. Ia berpikir betapa musykilnya sepasang manusia ini, bermaksiat sedemikian mudahnya, seakan tak ada dosanya.

Tiba-tiba dalam jarak beberapa meter di depan mereka, gelombang laut mengganas menerjang pinggiran pantai. Menghanyutkan sesiapa yang berdekatan, tak pandang bulu. Beberapa orang berusaha berdiri, berenang, dan berlari menjauh ke arah daratan. Sebagian mereka bisa melepaskan diri dari terjangan ombak. Namun nahas, lima lelaki tak kuasa diseret gelombang. Seketika, lelaki mabuk yang sedang bermesraan di pinggir pantai itu berlarian menuju ke arah lima orang yang hanyut. Ia berusaha menarik satu-persatu lelaki yang hampir terbawa arus. Ibrahim bin Adham yang melihat kejadian itu hanya bisa tercengang, berdiri mematung di tempatnya. Antara tercengang dengan kejadian yang terjadi begitu cepat di depan matanya dan juga tidak bisa berenang.

Sementara si lelaki ini begitu cekatan berlari dan berenang. Tak membutuhkan waktu lama, si pemuda mabuk tadi berhasil menyelamatkan empat orang. Kemudian ia kembali. Namun bukannya kembali ke perempuan yang tadi sempat ditinggalkan sejenak, lelaki ini justru menuju ke arah Ibrahim bin Adham. Belum terjawab kebingungan Ibrahim bin Adham, tiba-tiba saja, ia mengucapkan beberapa kalimat, padahal Ibrahim bin Adham tidak bertanya sepatah katapun.

“Tadi itu aku hanya bisa menyelamatkan empat nyawa, sementara kau seharusnya menyelamatkan sisa satu nyawa yang tidak bisa aku selamatkan.”

Belum selesai kebingungan Ibrahim bin Adham, lelaki ini melanjutkan, “Perempuan yang di sebelahku itu adalah ibuku. Dan minuman yang kami minum hanyalah air biasa.” Ia memberikan alasan. Seolah ia mampu membaca semua apa yang dipikirkan oleh Ibrahim bin Adham.

Kejadian sederhana itu mampu menyadarkan sang ulama terkenal, Ibrahim bin Adham. Seketika itu hati beliau dipenuhi sesal dan taubat. Lelaki yang sempat dianggap ahli maksiat ternyata jauh lebih baik dibandingkan beliau yang terkenal ahli ibadah. Kejadian itu begitu membekas dalam hidup Ibrahim bin Adham hingga wafatnya. Jika seorang Ibrahim sang Sufi saja bisa terjebak dalam perangkap itu, bagaimana dengan kita manusia akhir zaman?

Faedah

Tak boleh suudzon berburuk misal tatkala seorang teman yang tak menyapa ketika berpapasan dengannya sekali waktu, seketika kita beropini bahwa ia sombong. Padahal di balik itu, ia sedang dirundung masalah besar, bersedih, atau juga tak melihat kita.

Tatkala seorang teman tak memberi kita pinjaman uang, seketika kita menduga bahwa ia pelit. Padahal di balik itu ia sedang berusaha mendapatkan banyak uang untuk kebutuhan ibunya atau untuk membayar utang-utangnya. Tatkala seorang karib tak memenuhi undangan kita, terlintas dibenak jika ia seorang yang tak menghargai. Padahal di balik itu, dia mendapatkan sebuah tanggungan yang harus segera diselesaikan hari itu juga sementara ia sungkan untuk memohon izin dikarenakan penghormatannya.

HR Bukhari Muslim :

“Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk, karena prasangka buruk adalah seduta-dustanya ucapan. Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang lain, saling memata-matai, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara”

____

Heri Lintang Songo
Dosen Institut Ilmu Al Quran, IIQ Annur Yogyakarta, Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam STAIYO Yogyakarta dan A’wan Syuriyah PWNU DIY.

Berita lainnya