Kebijakan Serampangan UU Kejaksaan Dinilai Membahayakan Penegakan Hukum

Istimewa.

Bagikan

Kagetnews | Bandung – Revisi RUU KUHAP yang mengubah UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan menjadi UU Nomor 11 Tahun 2021 menuai kritik tajam dari berbagai kalangan. Regulasi ini dinilai memberikan kewenangan yang terlalu besar kepada kejaksaan, sehingga berpotensi menciptakan lembaga super power dalam sistem peradilan pidana Indonesia.

Kritik keras datang dari Aliansi Mahasiswa Anti Mafia Hukum Terorganisir, yang menilai bahwa carut-marutnya sistem peradilan pidana di Indonesia semakin diperparah dengan dugaan keterlibatan oknum kejaksaan dalam pengamanan proyek-proyek pemerintah. Hal ini menambah buruk wajah penegakan hukum serta menimbulkan konflik kepentingan yang serius.

Salah satu pasal yang menjadi sorotan adalah Pasal 8 UU Nomor 11 Tahun 2021, yang berpotensi membuka ruang bagi permainan kasus di daerah. Di Jawa Barat, misalnya, muncul dugaan penyimpangan dalam berbagai proyek infrastruktur dan fasilitas publik di Bandung, antara lain:

• Pembangunan Kolam Retensi Pasar Gede Bage, Kota Bandung

• Pembangunan dan rehabilitasi trotoar di sejumlah ruas jalan utama Bandung

• Rehabilitasi saluran di lingkungan Lapangan Supratman

• Pengurugan sekolah baru SMP 58 Bandung serta pembangunan fasilitas pendidikan lainnya

• Permasalahan PD. Pasar Kota Bandung dengan PT DSMJ yang berpotensi merugikan pendapatan daerah.

Berikut tuntutan mahasiswa, menolak lembaga super body dalam penegakan hukum

1.Menolak dengan tegas revisi RUU KUHAP, karena berpotensi menjadikan kejaksaan sebagai lembaga superbody dalam sistem peradilan pidana Indonesia.

2.Menolak asas Dominus Litis, yang memberikan kendali penuh kepada kejaksaan dalam penanganan perkara pidana dan memungkinkan intervensi terhadap penyidikan kepolisian.

3.Menolak segala bentuk pendampingan dan pengamanan proyek pemerintahan oleh kejaksaan, karena berpotensi menimbulkan konflik kepentingan serta ketidakprofesionalan dalam proses pengadaan barang dan jasa, khususnya di Jawa Barat.

Desakan Transparansi di Kejati Jawa Barat

Aliansi Mahasiswa Anti Mafia Hukum Terorganisir menyampaikan beberapa poin berikut, yakni:

“Kami meminta agar kejaksaan Tinggi Jawa barat segera memeriksa beberapa proyek
yang terindikasi banyak persekongkolan untuk mengondisikan pemenang proyek
sebagai berikut”

a. Pembangunan Kolam Retensi Pasar Gede Bage Kota Bandung.

b. Pembangunan trotoar di Jl. Viadak agar dikerjakan sebagaimana mestinya

c. Rehabilitasi trotoar Jl. Gatot Subroto – Pelajar Pejuang agar dikerjakan sebagaimana mestinya

d. Rehabilitasi trotoar di Jl. Achmad Yani agar dikerjakan sebagaimana mestinya

e. Rehabilitasi saluran dilingkungan lapangan supratman agar dikerjakan sebagaimana mestinya

f. Pengurugan sekolah baru SMP 58 Bandung (paga dan unit sekolah baru) agar dikerjakan sebagaimana mestinya serta Meminta kewenangan lebih, sementara saat ini kewenangan sudah bisa melebihi TNI POLRI dan Pol PP untuk Pengamanan Proyek pemerintah.

g. Pembangunan labkom, ruang kelas baru, ruang kelas, SDN 160 Sukalaksana agar dikerjakan sebagaimana mestinya

h. Pembangunan labkom Rehabilitasi, Ruang kelas, Rehabilitasi Toilet, SDN 265 Bandung Kulon agar dikerjakan sebagaimana mestinya

i. Permasalahan PD. Pasar Kota bandung dengan PT DSMJ yang berpotensi menimbulkan kerugian pendapatan Kota bandung dari penyertaan asset pasar baru kota bandung.

j. Meminta kewenangan lebih, sementara saat ini kewenangan sudah bisa melebihi TNI Polri dan Pol PP untuk Pengamanan Proyek pemerintah

Mahasiswa juga mendesak Kejaksaan Tinggi Jawa Barat untuk segera memeriksa proyek-proyek yang diduga sarat persekongkolan dan pengondisian pemenang tender. Mereka menuntut transparansi dalam proses hukum terhadap dugaan penyimpangan anggaran yang dapat merugikan masyarakat.

Dengan berbagai indikasi penyimpangan ini, mahasiswa menyerukan agar revisi UU Kejaksaan tidak dijadikan alat bagi kejaksaan untuk mengamankan kepentingan kelompok tertentu. Mereka menegaskan bahwa penegakan hukum harus mengutamakan keadilan bagi rakyat, bukan menjadi alat kekuasaan yang justru semakin menindas.

Protes ini diharapkan menjadi pemantik bagi pemerintah dan DPR untuk mengevaluasi kebijakan yang dinilai serampangan dan berpotensi merusak sistem hukum di Indonesia.

Kontributor: Muhammad Ramdan S

Berita lainnya