Oleh: Taufid Chaniago
Kagetnews – Sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat Indonesia khususnya umat Islam ketika menjelang Hari Raya Idul Fitri, kalangan umat muslim dari status ekonomi rendah hingga menengah ke atas menyambut Hari Raya dengan penuh kegembiraan. Umumnya di antara mereka telah mempersiapkan sandang, pangan, dan papan yang layak di hari kemenangan.
Ada yang berbelanja untuk kebutuhan primer seperti sembako, ada juga yang berbelanja kebutuhan sekunder, seperti membeli perabotan rumah tangga guna menghias rumah dan ada juga yang menggunakan uangnya untuk memperbaiki kendaraan atau membeli kendaraan baru untuk digunakan pulang kampung maupun bertamasya.
Namun penulis kali ini ingin sedikit membahas terkait fenomena pola perilaku belanja masyarakat (consumer/konsumen) menjelang Hari Raya Idul Fitri. Untuk sekedar perbandingan, penulis mencoba mengamati kembali pola belanja masyarakat pada lima tahun ke belakang.
Penjelasan E-commerce
E-Commerce atau kependekan dari Elektronic Commerce Secara etimologi diartikan menjadi ‘Perdagangan Secara Elektronik’. Sedangkan pengertian secara terminologi diartikan menjadi transaksi jual beli secara elektronik melalui sarana internet. Atau juga dapat diartikan sebagai suatu proses berbisnis dengan menggunakan teknologi elektronik yang menghubungkan antara perusahaan, konsumen dan masyarakat dalam bentuk transaksi elektronik dan pertukaran atau penjualan barang, servis, dan informasi secara elektronik. Kemudian pengertian E-Commerce secara epistimologi, yakni proses jual beli barang/jasa atau bertemunya penjual dan pembeli dalam dunia maya, penjual menawarkan produk dalam bentuk gambar/vidio kepada pembeli yang selanjutnya apabila terjadi pembelian barang/jasa produk yang ditawarkan akan diterima oleh pembeli sesuai spesifikasi maupun penawaran yang ada di situs/aplikasi e-commerce.
Selanjutnya untuk menambah wawasan tentang e-commerce para ahli pun turut memberikan penjelasan tentangnya. Seperti yang dikatakan oleh Kalakota & Whinston (1997) e-commerce adalah aktivitas belanja online dengan menggunakan jaringan internet serta cara transaksinya melalui transfer uang secara digital.
Kemudian Laudon (2013) turut memberikan penjelasan e-commerce, yakni media perdagangan elektronik yang memiliki karakteristik atau sifat-sifat tertentu.
Dari beberapa pengertian di atas penulis mencoba menyimpulkan bahwasanya e-commerce adalah “media perdagangan barang dan jasa yang menggunakan teknologi elektronik dan internet. Menghubungkan antara perusahaan, konsumen, serta masyarakat dalam bentuk transaksi elektronik melalui transfer uang secara digital”.
Pola Belanja Masyarakat di E-Commerce
Diketahui saat itu (lima tahun kebelakang), e-commerce atau online shop sudah hadir di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Akan tetapi tingkat kepercayaan masyarakat untuk berbelanja online masih rendah dibandingkan berbelanja secara langsung.
Kala itu biasanya masyarakat mengandalkan e-commerce untuk membeli barang maupun peralatan yang sulit ditemui di daerah-daerah karena keberadaannya yang masih terbatas dan sulit ditemukan di toko maupun pasar sekitar. Bahkan ada juga yang menjadikan online shop sebagai alat ukur penentu nilai dari harga jual penjual eceran atau ritel.
Berawal dari hal tersebutlah kelebihan e-commerce mulai digandrungi masyarakat hingga kini, dan dari hal tersebut juga perbelanjaan secara langsung mulai kurang diminati. Karena ada suatu framing yang terbangun bahwa belanja online lebih murah dari belanja langsung.
Hal itu memang benar adanya, sebab belanja online memberikan profit dan benefit nilai barang yang lebih rendah serta informasi yang lebih jelas. Harga murah yang ditawarkan e-commerce sangatlah masuk akal karena rata-rata pemilik toko di pasar online tersebut adalah pihak pertama (produsen/grosir).
Bagaimana tidak kelimpungan para pengecer saat ini karena barang yang mereka miliki merupakan hasil dari beberapa tangan para penjual, yang tentunya akan mempengaruhi harga jual pada konsumen akhir. Dan kejadian tersebut sangatlah wajar. Akan tetapi para pengecer tidak bisa berbuat banyak sebab mereka terkendala dengan permodalan yang dimiliki, dan sangat mustahil pengecer akan melakukan persaingan dengan produsen, kecuali memiliki permodalan besar dan menjadi produsen kompetitor.
Kemudahan berbelanja di e-commerce juga memiliki daya tarik sendiri di masyarakat, sebut saja promo gratis ongkos kirim atau dikenakan biaya ongkir. Dengan itu pembeli tidak usah repot-repot membawa barang belanjaan dan bersusah payah membawanya sampai ke rumah karena sudah tersedia jasa antar barang yang gratis atau pun berbayar.
Kemudahan serta layanan tersebut, sangat jarang ditemui pada pedagang konvensional dan tradisional, karena mereka hanya melayani pembelian secara langsung tanpa penambahan jasa antar barang.
Selanjutnya grafik tren belanja online mulai meningkat ketika pandemi Covid-19 berlangsung, kala itu umat manusia menerapkan budaya baru dalam berbelanja, yakni berbelanja secara online. Budaya baru tersebut muncul karena alat tukar konvensional seperti uang kertas dan koin sangat rentan terpapar virus Corona dan menjadi mata rantai penyebaran Coronavirus Disease of 2019 (Covid-19).
Era New Normal memberikan pengaruh terhadap perkembangan teknologi dan perilaku sosial, yakni masyarakat dunia beralih ke era digitalisasi dalam setiap perilaku maupun aktivitasnya. Didukung hal tersebut e-commerce semakin banyak diminati masyarakat Indonesia hingga saat ini.
Dampak E-Commerce Terhadap Jual Beli Konvensional & Pasar Tradisional Jelang Hari Raya
Momentum Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri bagi sebagian pedagang menjadi keberkahan tersendiri. Karena pada momentum tersebut mereka bisa mengumpulkan pundi-pundi rupiah serta mendapatkan keuntungan berlebih dari biasanya. Contohnya para penjual makanan selama bulan ramadhan, mereka mendapatkan keuntungan yang lebih banyak dari hari biasanya dengan waktu jual yang lebih singkat.
Selain itu kita dapati juga para penjual kebutuhan sehari-hari lainnya yang mendapatkan keberkahan selama bulan ramadhan dan jelang Idul Fitri, Seperti penjual perabotan rumah tangga dan pakaian. Namun keberadaan mereka kali ini mulai terancam dengan kedatangan kompetitor baru yakni e-commerce. Dimana konsumen mereka diambil serta barang mereka ditinggalkan. Hal tersebut bukan tanpa sebab, ada beberapa faktor yang mendasarinya, yakni harga jual lebih mahal dari e-commerce, ketersediaan barang yang terbatas, dan jasa antar barang.
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan penulis, di beberapa pasar dan pertokoan. Hampir seluruhnya merasakan dampak dari e-commerce. Penjualan mereka semakin menurun dari tahun ketahun karena beberapa konsumen mereka beralih ke marketplace.
Menurut laporan dari Kementerian Perdagangan RI di tahun 2021 didapati sekitar 16.175 pasar tradisional di Indonesia dan menurut laporan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) tercatat sekitar 8,71 juta pelaku Usaha, Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia. Kemungkinan besar mereka juga terpengaruhi oleh kehadiran e-commerce.
Pedagang pasar tradisional serta pelaku UMKM Indonesia saat ini sedang berjuang dengan perkembangan teknologi. Karena tidak seluruhnya mengerti akan teknologi khususnya jual beli e-commerce. Hal tersebut merupakan suatu permasalahan bangsa ini dan perlu dicari jalan keluarnya. Tentunya di sini segala unsur kenegaraan harus turut berpartisipasi memikirkan nasib mereka agar dapat bangkit menjadi subjek yang berdaya.
Perkembangan teknologi memang diperlukan khususnya untuk mempermudah hidup manusia, namun siapakah yang akan bertanggung jawab ketika teknologi tersebut menjadi alat yang menciptakan, pengangguran serta kemiskinan baru di negeri ini? Bukankah jika hal tersebut negara ini semakin terbebani.
Solusi
Ada beberapa solusi yang penulis coba tawarkan tentunya solusi ini tidak bisa dilaksanakan oleh satu dua unsur dari komponen negara saja. Perlu keterlibatan komponen maupun unsur lainnya dalam memecahkan permasalahan ini.
1. Persaingan Sehat
Tidak bisa dielakkan lagi penjualan barang secara online saat ini sudah menjadi bagian dari perilaku ekonomi di negara ini. Namun persaingan sehat juga perlu diterapkan bila perlu dibuatkan suatu aturan yang mengikat tentang Perlindungan Pedagang Tradisional dan Pelaku UMKM lokal dari gempuran e-commerce sehingga mereka selaku warga daerah yang menetap di suatu wilayah bisa tetap menjalankan usahanya.
2. Produsen/Pedagang Grosir Tidak Jadi Pengecer
Diketahui di market place/e-commerce dapat kita temui produsen maupun pedagang grosir turut serta menjual produknya secara eceran. Biasanya para produsen di e-commerce menjual barang dagangannya dengan harga yang lebih murah bahkan mereka mampu memonopoli harga pasar. Tentunya hal ini sangat berpengaruh bagi pedagang kecil selaku penjual terakhir. Jikapun para produsen/pedagang grosir ingin menjual ke konsumen akhir. Baiknya sudahi saja penjualan kepada tangan kedua dan seterusnya (pedagang kecil) karena mereka akan terkena imbas efek jual barang yang lebih tinggi. Atau opsi selanjutnya para produsen membiarkan para pedagang (pembeli barang tangan Kesatu dan seterusnya) untuk menentukan sendiri harga jual kepada konsumen terakhir.
3. Pengawasan dari Pemerintah
Dalam hal ini Pemerintah jangan sampai lepas tanggung jawab atas fenomena yang terjadi di tengah-tengah masyarakat saat ini, khususnya dalam dunia niaga Indonesia. Pemerintah diharapkan mampu membuat kebijakan yang saling menguntungkan kepada para pihak sehingga proses berjalannya ekonomi di negara ini berlangsung/bertumbuh dengan baik. Jangan sampai ada keberpihakan kepada sebagian golongan maupun korporasi tertentu.
4. Peran Serta Organisasi Dagang Konvesional/Tradisional/UMKM
Dalam menyampaikan aspirasi serta memperjuangkan kepentingan bersama para pedagang konvesional, tradisional, dan UMKM baiknya membentuk suatu perkumpulan pelaku usaha yang nantinya dijadikan sebagai suatu wadah untuk menyampaikan ide maupun gagasan pelaku usaha kepada para pihak terkait.
Bukan hanya sebatas itu, perkumpulan tersebut diharapkan kedepannya dapat memperjuangkan, hak-hak pedagang konvensional, tradisional, dan UMKM. Serta menuntut dibuatkannya aturan maupun undang-undang yang berpihak/melindungi pedagang konvensional, tradisional, dan pelaku UMKM.
5. Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat dalam memajukan usaha pedagang sekitar sangat diperlukan, karena merekalah konsumen akhir yang diharapkan para pedagang. Tentunya hal ini bukan hanya sekedar berbicara bisnis akan tetapi lebih dari itu, yakni rasa kepedulian terhadap sesama (kemanusiaa) serta menghilangkan kesenjangan sosial.
Hanya itu saja yang dapat penulis sampaikan, Dalam hal ini penulis tidak memiliki kepentingan apapun. Yang mendasari munculnya tulisan ini dikarenakan rasa kepedulian kepada pedagang Konvesional/Tradisional/UMKM (Masyarakat Kelas Bawah) agar barang usahanya dapat dibeli oleh masyarakat. Sehingga mereka bisa menghidupi keluarganya dan mencukupi kebutuhan hidupnya. Dan yang paling terpenting tidak muncul pengangguran baru di negeri ini.
Penulis merupakan seorang Alumni STAI Sayid Sabiq Indramayu & Mahasiswa Abadi di Mapalangit Biru.