Oleh: Hasbi Indra
Kagetnews | Opini – Ideologis untuk cita kerakyatan keduanya layaknya berkembang hingga saat ini bisa melalui partai yang berpihak pada kaum mustad’afiin atau marhenisme dan pelaksanaan ekonomi kerakyatan untuk bangsa. Apa yang digagas Hatta dalam UUD 1945 pasal 33 sebagai catatan tertulis dan dari pandangan Soekarno tentang kaum miskin dan lemah itu. Gagasan keduanya ingin mewujudkan keadilan, kesetaraan manusia dan kemakmuran seluruh rakyat di negeri ini.
Bangsa dalam gagasan Pancasila agar manusianya beragama yang juga memuat nilai yang merupakan payung keadilan, kesetaraan dan kemakmuran seluruh rakyat (sila 1,2 dan 5) Inilah pula yang menjadi pesan Karel Marx dalam memandang kehidupan sosial untuk kebangsaan dan kerakyatan. Gagasan dari Karel dalam gagasan kaum itu yang seharusnya diambil bukan yang lainnya tapi keadilan sosialnya. Gagasan yang juga bagi manusia beragama melalui pesan kitab sucinya yang sesungguhnya juga berpihak pada kaum mustad’afiin atau proletar atau kaum marhenisme tersebut.
Ideologi proklamator yang kemudian mungkin menjadi ideologi partai demokrasi perjuangan dan juga partai basis agama seperti partai kesejahteraan dan partai kebangkitan bangsa yang banyak wong ciliknya dan juga partai lainnya yang dapat mengusung cita keadilan dan kesejahteraan untuk seluruh rakyat yang ini mendapatkan basis yang kuat untuk kemakmuran seluruh rakyat. Bangsa sebenarnya kini telah ada rumahnya yakni Pancasila yang menjadi pedoman untuk meraih hal itu.
Bangsa yang kini belum melaksanakan amanah pahlawannya itu yang tertera dalam konstitusi dan pancasilanya untuk membangun bangsanya selama ini. Bangsa yang tidak seharusnya menjadi bangsa penghutang di angka 8000 triliun angka sebesar itu plus bunga setiap tahun wajib hutang di angka 500 triliun sangat memberatkan rakyat ikut membayarnya melalui mahalnya biaya kebutuhan hidup, biaya kesehatan dan pendidikan, di tengah puluhan juta rakyat yang miskin dan menganggur, masih ada pula yang korup puluhan triliun di Jiwasraya dan Asabri ada 271 triliun dan angka 349 triliun yang mengarah di petieskan, yang pelaksanan demokrasi politik dan hukum yang bercitarasa tahta dan turun indeksnya.
Bangsa yang telah menikmati kondisi yang ada tentu bukan penggambaran cita konstitusi terwujudnya keadilan dan kesetaraan manusia serta kemakmuran seluruh rakyat. Gambaran kondisi yang kini masih sangat jauh dari cita konstitusi yang telah disepakati pendiri bangsa puluhan tahun yang lalu.
Bangsa yang berkonstitusi telah dirumuskan 78 tahun yang lalu. Bangsa yang memilih ideologi Pancasila. Bangsa yang telah menjadikan pendidikan sebagai budayanya. Bangsa yang sebenarnya memiliki SDA yang kaya raya namun belum bermakna bagi rakyat dan juga bangsa yang telah memiliki SDM yang lengkap bernasib sama dan juga telah memiliki perangkat berbangsa ada pemerintahan, ada partai dan bahkan ada ormas harusnya untuk meraih cita konstitusi tersebut.
Bangsa menghadapi perangkat bernegara sendiri seperti yang telah disebutkan kehadiran perangkat itu bisa jadi menjadi kendala meraih cita konstitusi. Tantangan bagi rakyat dan kaum intelektualnya untuk memberi kecerdasan pada rakyat untuk memilih jalan bagi dirinya untuk meraih konstitusi yang menghadapi mereka yang bercita sebaliknya melalui partai yang berideologi kedua proklamator itu.
Saatnya berkolaborasi
Saatnya mereka berkolaborasi untuk mewujudkan cita konstitusi itu. Agar bangsa ini bermakna kemerdekaannya supaya bermakna pengorbanan nyawa pahlawannya.
Melalui partai yang sudah berpengalaman dan selama ini ada sumbangsih rakyat atas kebesarannya saatnya rakyat menerima jasa mereka. Melalui antaran pemimpin yang memiliki cita untuk terwujudnya keadilan sebagai pembawa cita kedua proklamator itu.
Bangsa yang harus menyadari akan terus berlangsung generasi ke generasi jaminan untuk generasi mendatang hanya pada cita konstitusi itu. Ketika mengangkat nasib kaum marhaenisme atau kaum yang lemah adalah juga mengangkat kaum menengahnya yang bersama saling membantu untuk meraih keadilan tersebut. Kaum menengah hingga ke marhaenisme jumlahnya bisa berjumlah 99 persen lebih sungguh jumlah yang besar agar bisa menikmati kemerdekaan bangsa ini.
Bangsa yang dulu diperjuangkan oleh kaum marhaenisme umumnya atau kaum miskin di Nusantara yang ikut berjuang memerdekakan bangsa ini. Ikut berjuang pada waktu itu ada juga kaum elit yang juga anak rakyat yang juga mereka dulu adalah kaum mustadafiin atau marhaenisme di Nusantara.
Rasanya setelah puluhan tahun bangsa membangun namun mereka tak mendapatkan perhatian hingga saat ini yang merupakan gagasan ideologi dua proklamator itu. Tanpa mengurangi kualitas hidup elitnya saat ini sangat mulia mulai berpihak kepada mereka yang jumlahnya dalam jumlah puluhan juta atau bahkan di atas seratus juta lebih.
Selamat datang partai-partai pemerhati kaum mustadafiin atau kaum marhaenisme untuk berjuang pada cita dua proklamator itu yang saatnya diambil gagasan atau niat itu untuk memperbaiki nasib mereka dan secara perlahan akan terwujud keadilan kesetaraan manusia dan seluruh rakyat meraih kemakmuran atau kesejahterannya melalui pemimpin yang telah mencitakan untuk direalisasikan.
Pemimpin energik
Sosok pemimpin yang tak kenal lelah demi memperbaiki wajah bangsa dan nasib rakyatnya. Itulah yang dilakukan para pahlawan dahulu membebaskan bangsa dari penjajahan. Nusantara terjajah kebodohan dan kemiskinan menandai rakyat. Kemanusiaan yang kuat yang mendasarinya dan menyadari mereka juga manusia yang patut hidup lebih banyak tersenyum dan tanpa beban hidup yang mereka rasakan saat ini.
Bangsa yang rakyatnya punya negara tapi tak memilikinya. Karena yang di tahta negara, di pemerintahan dan di parlemen yang membuat negara menjadi negara banci untuk rakyatnya. Padahal yang menggaji mereka rakyat bukan yang lain seperti oligarki penguasa ekonomi yang mungkin sedang menguasai politik saat ini ingin terus menguasainya.
Kondisi bangsa sangat jauh dari panggilan Soekarno dan Moh Hatta. Kenyataan bangsa kini miskin dan bangsa penghutang dan wong cilik yang masih di angka puluhan juta dan bahkan lebih.
Meretas jalan untuk terus berada di jalan dua proklamator itu harus dimulai lagi saat ini. Jangan lagi ada skat ideologis yang menjadi jurang yang dalam yang sangat menjauhkan nasib kaum mustadafiin atau marhaenisme yang jumlahnya puluhan juta yang seharusnya
mereka sudah lebih banyak tersenyum dalam menjalani hidupnya. Buatkan jalan untuk merubah nasib mereka dan janganlah menjadi penghalang sebagai skat yang seolah tidak bisa dipertemukan.
Gagasan atau cita dua proklamator saatnya sebagai perekat untuk bergandengan tangan memulai dari daerah DKI misalnya dan berkembang ke daerah lainnya. Kejayaan bangsa akan sangat dirasakan apabila kaum mustadafiin atau kaum marhaenisme itu telah selalu tersenyum dalam menjalani hidup. Bersatu partai untuk mereka melalui sosok yang sangat diandalkan dan telah memberikan catatan untuk gagasan dua proklamator itu sangat dinanti.
Bogor, Juni 2O24
Penulis adalah seorang Akademisi di UIKA Bogor.