Penulis: Fredi Supriadi
(Ketua Komisariat PMII STIT NU Al Farabi Pangandaran)
Kagetnews | Opini – Tagar #KaburAjaDulu menjadi perbincangan hangat di media sosial, mencerminkan kegelisahan generasi muda terhadap kondisi ekonomi, sosial, dan politik di Indonesia.
Kesulitan mendapatkan pekerjaan layak, rendahnya upah, serta ketimpangan sosial yang semakin lebar menjadi faktor utama yang mendorong mereka mempertimbangkan untuk mencari kehidupan yang lebih baik di luar negeri.
Situasi ini semakin diperparah dengan kebijakan efisiensi anggaran melalui Inpres No.01 Tahun 2025 yang berdampak pada sektor pendidikan dan layanan publik.
Menurut data dari platform X (sebelumnya Twitter), tagar ini pertama kali muncul pada 14 Januari 2025 dan mencapai puncaknya pada 6 Februari 2025, dengan lebih dari 4.000 mention. Banyak pengguna media sosial mengaitkan fenomena ini dengan kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berpihak pada rakyat, termasuk pemangkasan anggaran yang dinilai lebih mengutamakan proyek-proyek prioritas yang kurang relevan.
Penyebab Viral Tagar #KaburAjaDulu
Beberapa faktor utama yang menyebabkan tagar ini viral antara lain:
1. Sulitnya Mendapatkan Pekerjaan Layak
Banyak lulusan baru mengalami kesulitan mendapatkan pekerjaan dengan gaji dan kondisi kerja yang memadai. Upah minimum di beberapa daerah dinilai terlalu rendah untuk mencapai kestabilan finansial.
2. Ketimpangan Sosial dan Ekonomi
Kesenjangan antara kelompok kaya dan miskin semakin melebar, dengan kesempatan ekonomi lebih banyak tersedia bagi mereka yang memiliki koneksi atau modal besar.
3. Kebijakan Pemerintah yang Dinilai Tidak Berpihak Pemangkasan Anggaran
pendidikan dan layanan publik meningkatkan rasa frustrasi masyarakat. Selain itu, maraknya kasus korupsi dan kurangnya transparansi pemerintahan memperburuk kepercayaan publik.
4. Meningkatnya Minat Pindah ke Luar Negeri
Banyak generasi muda melihat peluang kerja dan kehidupan yang lebih baik di luar negeri, baik sebagai pekerja migran, pelajar, maupun profesional.
Menurut Ismail Fahmi, pendiri Drone Emprit, fenomena ini mencerminkan kegelisahan kolektif generasi muda yang merasa sulit berkembang di dalam negeri.
Tagar #KaburAjaDulu dan Nasionalisme Fenomena ini memicu beragam reaksi dari masyarakat dan pejabat publik. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menilai bahwa tagar ini menunjukkan sikap tidak nasionalis. Namun, beberapa pakar berpendapat bahwa nasionalisme tidak hanya diukur dari keberadaan fisik seseorang di dalam negeri, tetapi juga dari semangat dan kontribusi terhadap bangsa.
Otto Bauer mendefinisikan nasionalisme sebagai persatuan perangai yang timbul karena persatuan nasib, sementara Lothrop Stoddard melihatnya sebagai perasaan kebangsaan yang dimiliki bersama. Dalam konteks ini, keinginan generasi muda untuk mencari kehidupan lebih baik di luar negeri bukan berarti mereka tidak mencintai tanah air, melainkan bentuk protes terhadap kondisi dalam negeri yang mereka anggap tidak berpihak pada rakyat.
• Realitas Ketenagakerjaan di Indonesia
Data menunjukkan bahwa angka pengangguran resmi mencapai 7,2 juta orang, dengan hidden unemployment diperkirakan mencapai 12-15 juta orang. Dari total pekerjaan di Indonesia, hanya 40% yang masuk dalam sektor formal, sedangkan 60% lainnya merupakan pekerjaan informal dengan kondisi kerja yang kurang stabil. Situasi ini semakin diperparah dengan gelombang PHK, di mana lebih dari 80.000 orang kehilangan pekerjaan pada 2024.
• Pandangan PMII terhadap Fenomena #KaburAjaDulu
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) menanggapi fenomena ini dengan rinsip-prinsip Aswaja yang menekankan pentingnya musyawarah (syura) dalam pengambilan keputusan negara. PMII menilai bahwa kebijakan pemerintah harus berorientasi pada kemaslahatan rakyat dan menekankan pentingnya keterlibatan publik dalam proses pengambilan keputusan.
Menurut ajaran Aswaja, pemerintah seharusnya mengutamakan kepentingan rakyat dalam setiap kebijakan yang dibuat. Dalam konteks ini, keputusan efisiensi anggaran yang berdampak pada sektor pendidikan dan ketenagakerjaan seharusnya didiskusikan secara luas agar tidak menimbulkan ketidakpuasan yang berujung pada munculnya fenomena seperti #KaburAjaDulu.
Kesimpulan
Tagar #KaburAjaDulu bukan sekadar ajakan untuk meninggalkan Indonesia, tetapi juga kritik sosial terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi generasi muda. Pemerintah perlu memahami keresahan ini dan merumuskan kebijakan yang lebih berpihak pada rakyat agar generasi muda tidak lagi merasa harus “kabur” demi masa depan yang lebih baik. Dengan demikian, alih-alih melihat fenomena ini sebagai ancaman terhadap nasionalisme, lebih bijak jika melihatnya sebagai refleksi atas permasalahan yang perlu segera diselesaikan.