Dilematik Wayang Kulit, Sebuah Seni Tradisional yang Mulai Terlupakan

Foto Istimewa.

Bagikan

Oleh: Edi Sukoco

 

Pada zaman orang tua kita dahulu, wayang adalah budaya yang hampir tersebar di seluruh daerah di nusantara, mulai dari Pulau Jawa, Sumatera, Bali, Kalimantan, dan Daerah Nusa Tenggara. Itu terlihat dengan adanya pertunjukan wayang di tiap-tiap daerah. Wayang memiliki beragam corak dan bentuk, serta ciri tersendiri biasanya mengikuti kekhasan yang ada di daerah masing-masing.

Bukan hanya itu, seni tradisional ini juga memiliki beragam cerita serta kisah yang berbeda, biasanya mengikuti kearifan lokal masyarakat setempat.

Contohnya di pulau jawa, wayang kulit ada beberapa gagrak/versi, ada gagrak Cirebon, jogja, surakarta, dan kedu, masing masing secara bentuk memiliki keindahan yang berbeda.

Ada juga jenis yang lain, diantaranya: wayang golek purwa, wayang golek cepak, wayang orang , dan masih banyak lagi. Dari bentuknya saja, wayang kulit termasuk karya seni yang sangat menawan, dari segi tatahan dan sunggingannya. Yang mana hal tersebut menunjukkan bahwa para seniman zaman dahulu itu benar benar memiliki jiwa estetika yang luar biasa.

Belum lagi jika kita menyimak cerita yang terkandung dalam kisah tiap tiap tokoh pewayangan, masing masing punya kisah yg berbeda, dan dalam kisah itu banyak sekali mengandung nasehat, gambaran kehidupan yang sampai sekarang masih aktual dan terjadi berulang kali.

Cuma sayangnya ketika penulis perhatikan, sekarang ini generasi kita banyak yang sudah tidak memahami wayang. Apalagi jika kita melihat anak-anak sekarang yang sudah akrab dengan gadget, game online, aplikasi tik tok, dan youtube, serta dijadikan santapan sehari-hari.

Ketika penulis mencoba menanyakan tentang tokoh pewayangan, jenis, karakter, serta ceritanya kepada generasi muda, banyak dari mereka yang tidak mengetahui.

Contoh kecilnya ketika penulis memperkenalkan wayang kepada anak kandung. Saya mencoba mengajak anak untuk menonton pertunjukan wayang di malam hari, ternyata dari jam 9 malam itu gamelan tetalu dulu, sekitar jam 10 malam ceritanya baru di mulai, ketika itu anak saya sudah tidak kuat menahan kantuk, lalu mengajak pulang dan mata saya sendiri juga sudah agak berat. Kami pulang boro-boro dapat menyimak cerita dan menikmati nya, karena hari sudah keburu malam.

Sedangkan hiburan yang lain lebih gampang di nikmati, contohnya game online, mau jam berapa saja, di mana saja. Asal ada kuota langsung bisa di buka, dimainkan, dan karena itu anak-anak sangat mudah menyukai nya.

Penulis pernah mengemukakan hal ini pada obrolan santai dengan seorang sahabat sesama penyuka wayang yang bernama Mas Boyke Rustiaji , penulis mengatakan “andai saja pertunjukkan wayang mulainya sehabis Isya dan selesai jam 10 malam, kemungkinan anak kita khususnya generasi muda akan menyempatkan waktu untuk melihat dan anak-anak bisa mengenal pertunjukkan wayang dengan baik serta nantinya tidak melupakan seni budaya turun temurun bangsa kita.

Kita mesti prihatin jika nanti kedepannya generasi muda Indonesia sampai tidak mengenal wayang sama sekali. Karena wayang adalah karya seni yang begitu indah, dengan cerita yang penuh hikmah itu harus hilang dari bumi nusantara tercinta kita.

Bahkan bisa jadi kedepannya ada bangsa lain yang lebih semangat mempelajari dan meneliti tentang wayang kulit yang notabene bukan warisan budaya mereka.

Penulis adalah seorang Seniman dan Budayawan lokal asal Indramayu Barat. Banyak karya yang ia buat seperti karya seni berokan dan wayang kertas.

Berita lainnya