Catatan Demokrasi

Bagikan

By. Aditya Firmansyah, S.Pd., S.H., C.Med.
Ketua Umum Lembaga Kajian Hukum Indramayu

 

Kagetnews | Opini – Saat ini Negara kita diwarnai aksi unjuk rasa di berbagai wilayah, penyampaian aspirasi masyarakat di publik diikuti dengan kericuhan yang melumpuhkan transportasi umum hingga kerusakan fasilitas publik.

Tidak sedikit korban berjatuhan, baik dari sisi demonstrasi dan kepolisian. Aksi demo tidak hanya terjadi di Jakarta, tetapi juga kota-kota lain, seperti Bandung, Surabaya, Makassar, hingga Medan.

Demonstrasi ini awalnya merupakan luapan kekecewaan masyarakat terhadap para anggota DPR. Akan tetapi kemudian meluas menjadi kemarahan terhadap kepolisian.

Pemerintah, baik eksekutif maupun legislatif, harus memiliki tanggung jawab moral dan konstitusional untuk merespons demonstrasi dengan sikap yang bijaksana, terbuka, dan mengedepankan semangat demokrasi.

Demonstrasi adalah bagian sah dari ekspresi pendapat dalam negara demokratis seperti Indonesia. Maka, suara-suara yang disuarakan oleh masyarakat, terutama yang menyangkut kebijakan publik, bukanlah ancaman, melainkan cerminan dari kepedulian warga terhadap arah bangsa.

Pertama, pemerintah eksekutif perlu menunjukkan empati dan kesediaan untuk mendengar. Pemimpin yang baik bukan hanya mereka yang membuat kebijakan, tetapi juga yang bersedia merevisi atau mengevaluasi kebijakan ketika masyarakat merasa dirugikan atau tidak dilibatkan. Sikap represif atau pembiaran terhadap aparat yang bertindak keras justru hanya akan memperbesar jurang antara rakyat dan penguasa. Pemerintah harus memastikan bahwa aparat keamanan menjalankan tugasnya dengan mengedepankan prinsip hak asasi manusia dan tidak mencederai semangat demokrasi.

Kedua, legislatif sebagai representasi rakyat di parlemen, harus benar-benar menjadi corong suara rakyat, bukan hanya menjadi kepanjangan tangan kekuasaan. Ketika gelombang demonstrasi muncul karena ketidakpuasan terhadap undang-undang atau kebijakan tertentu, para wakil rakyat seharusnya tidak alergi terhadap kritik. Mereka wajib membuka ruang dialog dan memperlihatkan bahwa keputusan politik mereka lahir dari partisipasi publik yang sejati, bukan hanya transaksi elite.

Dalam suasana yang memanas akibat demonstrasi, baik eksekutif maupun legislatif harus mengedepankan transparansi, dialog, dan keterbukaan. Bukan saatnya mengunci telinga atau menyembunyikan kebijakan di balik ruang tertutup. Justru, inilah momen untuk menunjukkan bahwa demokrasi Indonesia masih sehat bahwa perbedaan pandangan bisa dikelola dengan kepala dingin, bukan dengan intimidasi atau kekerasan.

Dengan merespons demonstrasi secara bijak, pemerintah tidak hanya meredam gejolak sesaat, tetapi juga membangun kepercayaan jangka panjang antara negara dan warganya. Karena pada akhirnya, kekuasaan yang sejati bukan berasal dari kekuatan, tapi dari legitimasi dan kepercayaan rakyat.

 

Berita lainnya