Belajar di Sekolah Tapi Bukan Cuma Pelajaran Buku

Gambar ilustrasi. (Ist)

Bagikan

Oleh: Tia Siti Atikah

Kagetnews | Opini – Selama ini, banyak yang menganggap bahwa sekolah hanyalah tempat untuk mempelajari pelajaran akademis seperti matematika, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), atau bahasa Indonesia. Pandangan ini cukup sempit karena sesungguhnya fungsi sekolah jauh lebih luas dari sekadar menyampaikan materi pelajaran. Sekolah merupakan lingkungan sosial pertama yang mempertemukan individu dengan beragam latar belakang dan karakter, sehingga menjadi wadah penting dalam membentuk kepribadian, etika, dan nilai-nilai moral. Di sekolah, siswa belajar tentang tanggung jawab, kerja sama, toleransi, disiplin, serta bagaimana bersikap dan berinteraksi dengan orang lain. Dengan demikian, sekolah memainkan peran yang sangat strategis dalam mencetak generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga matang secara emosional dan sosial.

Di lingkungan sekolah, seharusnya kita tidak hanya belajar pengetahuan akademik, tetapi juga mengembangkan sikap sopan santun, kemampuan bekerja sama, tanggung jawab, serta saling menghormati antar sesama. Nilai-nilai tersebut merupakan fondasi penting dalam membentuk karakter yang baik. Namun, realitas di lapangan menunjukkan hal yang sebaliknya. Masih banyak kita jumpai siswa yang berbicara dengan kata-kata kasar, menunjukkan sikap tidak hormat kepada guru, serta kurang memiliki empati dan kepedulian terhadap teman sekelasnya.

Fenomena ini mencerminkan bahwa proses penanaman nilai-nilai moral dan norma sosial di lingkungan sekolah belum berjalan secara optimal. Hal ini menjadi tantangan serius bagi semua pihak, baik pendidik, orang tua, maupun pihak sekolah, untuk memperkuat pendidikan karakter sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari proses pembelajaran.

Padahal, penerapan norma-norma kehidupan seperti kesopanan, kedisiplinan, dan etika pergaulan memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk karakter dan akhlak mulia pada diri siswa.

Nilai-nilai tersebut bukan hanya menjadi dasar dalam berinteraksi sosial, tetapi juga menjadi fondasi dalam membangun kepribadian yang bertanggung jawab dan berintegritas. Jika norma-norma tersebut tidak ditanamkan dan dibiasakan secara konsisten sejak dini, maka perilaku negatif seperti kurangnya rasa hormat, sikap semaunya sendiri, dan perilaku menyimpang lainnya dapat tumbuh subur dan berkembang menjadi kebiasaan yang sulit diubah, yang pada akhirnya dapat membahayakan masa depan siswa, baik dalam kehidupan pribadi, pendidikan, maupun dalam lingkungan masyarakat yang lebih luas.

Oleh karena itu, guru, wali kelas, dan seluruh warga sekolah memiliki peran yang sangat penting sebagai teladan dalam membentuk dan menanamkan budaya positif di lingkungan sekolah. Perilaku dan sikap mereka akan menjadi cerminan bagi peserta didik dalam bersikap dan berinteraksi. Salah satu langkah sederhana namun sarat makna yang dapat dilakukan adalah membiasakan budaya 5S, yaitu Senyum, Salam, Sapa, Sopan, dan Santun. Budaya ini bukan sekadar rutinitas atau formalitas dalam bersikap, melainkan merupakan upaya membangun karakter dan menumbuhkan nilai-nilai kemanusiaan dalam diri setiap individu. Melalui pembiasaan 5S, peserta didik diajak untuk mengembangkan empati, menghargai keberadaan orang lain, serta menciptakan suasana sekolah yang ramah, inklusif, dan menyenangkan bagi semua warga sekolah.

Sekolah bukanlah tempat yang hanya mengejar angka dan nilai rapor. Sekolah adalah tempat kita belajar menjadi manusia utuh: cerdas secara intelektual, matang secara emosional, dan baik secara moral. Jika semua pihak menyadari peran ini, maka sekolah bisa menjadi tempat yang tidak hanya mencetak siswa pintar, tetapi juga generasi yang bermartabat.

Sekolah bukanlah sekadar tempat untuk mengejar angka, mengumpulkan nilai, atau meraih peringkat di rapor. Lebih dari itu, sekolah adalah ruang pembentukan karakter, tempat di mana setiap anak belajar menjadi manusia seutuhnya dan cerdas dalam berpikir, matang dalam mengelola emosi, serta luhur dalam bersikap dan bertindak.

Di sinilah benih-benih nilai kehidupan ditanamkan: kejujuran, tanggung jawab, empati, kerja sama, dan semangat untuk terus belajar. Jika semua pihak guru, orang tua, siswa, dan pemangku kebijakan sama-sama menyadari dan menjalankan peran penting ini, maka sekolah akan tumbuh menjadi ekosistem yang sehat, bukan hanya mencetak siswa yang pintar secara akademis, tetapi juga membentuk generasi yang bermartabat, tangguh, dan siap menghadapi tantangan zaman dengan integritas dan kemanusiaan yang tinggi.

Kini saatnya kita semua pendidik, orang tua, dan pemangku kebijakan merefleksikan kembali makna pendidikan yang sesungguhnya. Sudahkah kita memberikan ruang yang cukup bagi siswa untuk tumbuh tidak hanya sebagai pelajar, tetapi juga sebagai pribadi yang utuh? Sudahkah kita membangun budaya sekolah yang menumbuhkan kebaikan, bukan sekadar mengejar prestasi semu?

Masa depan bangsa terletak pada karakter generasi mudanya, dan sekolah adalah fondasi awal dari bangunan besar itu. Maka, mari kita kuatkan komitmen bersama untuk menjadikan sekolah sebagai tempat yang memanusiakan manusia, bukan hanya mencerdaskan, tetapi juga menumbuhkan jiwa-jiwa yang beradab, peduli, dan bertanggung jawab.

Berita lainnya