Bangsa Ini Sosialis Religius?

Gambar ilustrasi. (Sumber: Pixabay)

Bagikan

Oleh: Hasbi Indra

Kagetnews | Opini – Mencari dan kembali ke jatidiri bangsa pada posisi mana citarasa manusia di bangsa ini umumnya. Bangsa yang lama sekali dijajah kurang lebih 3 abad,  bila bukan manusianya yakni the founding fsthers tak berhati dan berfikir seperti itu tak mungkin bangsa ini merdeka tak berhati dan berfikir seperti itu bukanlah manusia yang dikehendaki oleh Tuhannya. Kalau berhati dan berfikir materialistik dan individualistik cukup mereka jalani hidup masing-masing tapi para pahlawan ini manusia sosialistik dan religioustik dan itu yang menggerakkan sehingga berani menderita dan siap nyawanya dipertaruhkan.

Citarasa itu yang mereka torehkan di konstitusi yakni bangsa yang bertuhan dan sosialistik bertujuan untuk keadilan, kesetaraan manusia dan kemakmuran seluruh rakyat, itulah cita mereka dan mengharapkan citarasa bangsa saat ini.

Itulah yang baiknya menjadi pertimbangan pembangunan bangsa untuk pilih pemimpin puncak di negara juga di setiap daerah. Sikap dan citarasa itu yang disebut manusia bangsa penganut konstitusinya yang bisa disebut citarasa sosialistik dan religiusitasnya. Bila tidak bangsa akan terus berada di situasi yang dirasakan saat ini yakni bangsa yang berhutang di angka 8000 trilyun bangsa yang memelihara ketimpangan yang miskin dan kaya bak bumi dengan langit, bangsa yang dibebani yang kortups ada angkanya puluhan trilyun di Jiwasraya dan Asabri dan angka 349 trilyun itu yang membebani seluruh rakyat termasuk mereka yang miskin yang angkanya puluhan juta berserta para penganggurnya.

Bangsa sosialis religius

Sesungguhnya inilah jati diri bangsa. Bangsa yang ada umat beragamanya yang secara umum melihat manusia setara dalam menjalani kehidupannya. Kemudian dalam satu agama misalnya Islam di kitab sucinya menyatakan bahwa manusia sama yang membedakan mereka ketaqwaan pada sang pencipta. Tegakkalah keadilan untuk seluruh manusia, jangan harta itu di imiliki oleh sekelompok manusia. (QS Alhujurat, 13; Annisa,135; Alhasyr, 7).

Kemudian pesan di konstitusinya Tuhan yang mendasari perlunya ditegakkan keadilan sosial bagi seluruh anak bangsa (sila 1, 2 dan 5). Inilah jatidiri bangsa yang menjadi panglima sehingga tidak jatuh menjadi bangsa yang buruk rupa atau menjadi bangsa pelayan.

Bangsa yang telah mengalami semua itu ketidakadilan tak setara manusia dan juga miskin massal berabad lamanya dibuat penjajah tak adil tak setara melihat manusia, sehingga manusia kurus kering badannya sehingga jutaan bak mayat berjalan. Merasakan hal itu mereka yang telah mengorbankan nyawa sehingga  merdeka, mereka kaum rakyat sehingga mereka merumuskan citarasa di konstitusi seperti itu.

Ini menunjukkan bangsa ini bukan milik sekelompok kecil manusia yang sering disebut oligarki atau 9 naga. Mereka yang menguasai SDA dan menguasai sumber ekonomi di angka 75 persen dan akan terus menguasai politiks atau tahta yang bisa melayani mereka. Mereka menjadikan tahta, partai, ormas, tentara, polisi yang melayaninya hanya untuk lima tahun sekali dengan harga murah dan akibatnya kondisi bangsa yang tak selayaknya terjadi yang membebani rakyat dan menambah penderitaan mereka.

Lihat dan rasakan prilaku bangsa ini melalui ada yang di tahta, ada di partai, ada ormas, ada di media massa, ada di lembaga survey dan buzzer berbayar yang menikmati kondisi bangsa yang terus membiarkan ketakadilan, tak melihat manusia memiliki derajat yang sama dan menciptakan puluhan juta manusia miskin dan terancam jutaan lainnya menjadi manusia miskin.

Ajakan atau ideologi mereka dengan uang dan sembako semua bisa diatur di negeri kapitalistik dan liberalistik ini. Manusia bangsa yang sudah tercipta manusia yang tidak tau sudah menjadi manusia pelayan yang potensials memunculkan manusia yang di tahta berfikir dengan uang dan sembako semua bisa diatur di negeri pelayan ini. Mereka menyenangkan pemimpin yang  menguasai SDA dan membuat SDM bangsa yang tak berdaya terus ditutupi dinding tebal itu jadilah mereka manusia pelayan yang tak memiliki harga dirinya.

Manusia bangsa yang konstitusi memesankan hal itu tapi tak dilaksanakannya mereka sudah merasa merdeka tapi merdeka untuk melayani tuannya yang mengisi di skrup negara dan skrups bangsa yang terus menghasilkan pemimpin pelayan.

Bangsa yang baiknya menjadi bangsa sosialistik murni atau yang disebut bangsa komunis yang tidak mesti ada. Bila dengan demokrasi Bangsa ini tak lagi menuju cita konstitusi atau konstitusinya hanya ditempel didinding yang hanya dibaca setiap hari kemerdekaan tapi tak dilaksanakan.

Bangsa yang punya hati dan pikiran terkerangkeng yang tak  menyadari bangsa yang hanya melayani kaum kapitalistik yang hanya memberi surga kaum berjuis. Bangsa yang seakan tak mengamalkan ajaran agama dari kitab sucinya. Bahwa manusia memiliki kesetaraan tak ada kaum kaya dan kaum miskin yang sangat timpang. Di bangsa sosialistik itu masih ada kandungan keadilan bagi semua. Meskipun mereka tak boleh mengenal Tuhan tapi mereka menikmati umumnya rasa keadilan dan kesetaraan manusia yang ini belum dirasakan manusia beragama dan berpancasila.

Bangsa yang mengaku beragama di negeri Pancasila seolah hanya untuk menggerakkan penganutnya  ke tempat ibadah yang tujuannya individualitik hanya dirinya dan Tuhannya dan abai dengan soal kemiskinan, ini soal kemanusiaan yang fundamental. Panggilan agama tentang hal itu tak mereka amalkan dalam kehidupan mereka tetap memilih jalan kapitalistik liberalistik dan individualistik.

Ideologi  itu terus dininabobokkan oleh demokrasi yang bukan demokrasi Pancasila tapi demokrasi kapitalistik dan liberalistik. Ini pesta lima tahun anak bangsa jangan lagi memberi pelayanan dan terus mereka menikmati ketakadilan dan kemiskinan yang dilihat dan dirasakan. Inilah cerita bangsa yang mengaku beragama dan Pancasila yang sesungguhnya ideologi hidupnya lebih dekat pada sosialistik religius tapi dalam pelaksaan hidupnya memilih jalan kapitalistik dan liberalistik dan individualistik untuk diri dan Tuhannya.

Bangsa jangan terus dalam citarasa itu mungkinkah akan memilih yang di tahta yang memegang ideologi kaum kapitalistik dan liberalistik yang berprinsip dengan uang dan dengan sembako bangsa itu bisa diatur olehnya dan oleh mereka yang menghendaki bangsa ini dalam kerangkeng pelayan untuk melayani nafsu mereka demi tahta dan harta. Bangsa pelayan adalah bangsa yang diragukan kecerdasannya. Semoga jalan lain atau jalan  yang baik diambil oleh umumnya anak bangsa?

Bogor Februari 2024
Penulis adalah seorang Dosen di UIKA Bogor.

Berita lainnya