Oleh: Mohamad Nasirin
كَيْفَ تَكْفُرُونَ بِٱللَّهِ وَكُنتُمْ أَمْوَٰتًا فَأَحْيَٰكُمْۖ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
”Mengapa kamu ingkar kepada Allah, padahal kamu (awalnya) mati, lalu Dia menghidupkan kamu, kemudian Dia mematikan kamu, lalu Dia (akan) menghidupkan kamu kembali, kemudian kepada-Nyalah kamu akan dikembalikan?”. (Qs.albaqoroh : 28)
كَيْفَ “Mengapa” adalah satu kalimat Tanya yang disebabkan oleh suatu kejadian yang membuat heran yang bertanya . Semetara yang ditanya tanpa disadari telah berubah dari satu sifat ke sifat yang lain di mana sifat yang pertamalah yang sudah difahami oleh yang bertanya.
Muncul kalimat yakfurruuna dalam konteks ayat diatas adalah bentuk pertanyaan akan berubahnya seseorang atau suatu kaum dari beriman kepada pengingkaran dan lebih jelasnya adalah bentuk pengingkaran dari kebanyakan manusia kepada Tuhannya. Sejengkal demi sejengkal, setapak demi setapak, hari demi hari dan tanpa terasa manusia semakin menjauh dari Tuhanya, Fitroh manusia yang seharusnya diciptakan untuk mengabdi kepada Alloh telah tergeser dan tergerus karena satu kondisi yang datang kepada dirinya, kondisi tersebut berupa fatamorgana dunia yang sangat menyilaukan, bahkan karena kesilauannya tersebut menyebabkan manusia tidak bisa melihat kondisi dirinya.
“Kebiasaan” atau pengulangan yang terjadi dalam satu tatanan masyarakat yang terus menerus (Repeticion ) terkadang mungkin menjadi penyebab utama perubahan yang terjadi diri seseorang.
Seperti halnya korupsi yang terjadi di Negara anta beranta bukan karena para pelakunya tidak beragama tetapi kondisi di lingkungannya yang menyeret mereka untuk membenarkan keadaan tersebut, Satu kejadian apapun tidak akan dilakukan oleh manusia jika logikanya tidak mengiyakan, maka untuk berbuat sesuatu manusia berupaya mencari pembenaran dengan logika dan rasa. Di luar benar atau salah tindakan seseorang maka logika (fuad) dan rasa (sudur) adalah dua komponen yang akan membenarkan perbuatan seseorang, sementara Hati manusia akan condong kepada haq dan haq berasal dari Tuhan.
Perbuatan yang tidak baik jika dilakukan terus menerus dan dibenarkan oleh peraturan maka lambat laun akan dibenarkan oleh manusia, banyak pelanggaran yang dilakukan oleh manusia justru bertentangan dengan fitroh manusia itu sendiri, hati manusia menjadi buram dan berdebu sehingga lebih condong mengikuti keinginan orang banyak dan pada akhirnya keinginan Alloh yang telah menciptakan dirinya terabaikan bahkan sampai kepada kategori menantang Tuhannya bahkan sampai kepada “kemusyrikan)” yang terselubung.
Kebiasaan yang merusak hubungan manusia dengan pencipta-Nya adalah pelanggaran pelanggaran ketentuan yang sudah digariskan oleh Tuhan-Nya agar manusia hidup dalam ketentraman, bukankah setiap larangan dari Alloh adalah berlogika? kenapa zina diharamkan Tuhan? kenapa mengambil harta bukan miliknya itu dilarang? Kenapa mengambil nyawa seseorang itu diharamkan? Kenapa khomar itu dilarang? Dan kenapa semua perbuatan di atas mendapatkan hukuman yang berat? tidak lain itulah bentuk penghargaan kepada manusia dan fitroh manusia itu sendiri.
Tetapi keyakinan akan beratnya hukuman di atas menjadi bias dan nyaris menjadi cemo’ohan, karena satu selogan yang menjadi dasar pemikiran (yang ditanam terus menerus) bahwa selama tidak menggangu ketertiban umum maka itu bukan masalah besar, maka bentuk pengkufuran terhadap Alloh bukan hanya sebatas ritual tetapi sebuah keyakinan yang bertolak belakang dengan keinginan Tuhan. Jika di ilustrasikan fenomena tersebut seperti keadaan orang tua bertanya kepada anaknya yang bandel….kenapa kamu berubah anakku? Bukankah Ibumu yang mengorbankan waktunya untukmu ketika engkau menangis, bukankah Ibumu berani lapar agar engkau kenyang dan Alloh SWT akan banyak lagi bertanya kepada manusia tentang kenapa…
Untuk merubah satu kebiasaan memang tidaklah mudah, seperti sulitnya seseorang yang sudah terbiasa menulis tangan kanan untuk mencoba menulis dengan tangan kiri. Penyebab yang kedua yang merubah manusia menjadi pengingkar Tuhannya adalah keyakinan, dengan keyakinannya tersebut manusia akan menyamakan Tuhan-Nya dengan yang lain. Jika tidak mampu dengan logika maka syetan menghasut manusia dengan rasa, rasa itu bisa berbentuk cinta, kekhawatiran, ketakutan, harapan dan sesuatu yang diinginkan oleh manusia. Bukankah pengabdian itu muncul dari rasa diatas? Pengabdian adalah kata lain dari ibadah dan bukankah ibadah akan muncul dari rasa diatas?
Ketika logika seorang Namruz mengatakan bahwa “Manakah mungkin patung yang berkapak tersebut bisa menghancurkan patung kecil yang lainnya?”. Maka rasa sombongnya menolak, jika aku mengiyakan seperti yang dikatakan logikaku maka hilanglah kewibawaan ku. Bahkan ketika akhir hidup seorang Fir’aun membenarkan logika dan rasanya dengan dalam ungkapan hati dengan mengatakan bahwa “aku beriman kepada Tuhan-Nya Musa (Qs.yunus : 90-91).
وَجَاوَزْنَا بِبَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ الْبَحْرَ فَاَتْبَعَهُمْ فِرْعَوْنُ وَجُنُوْدُهٗ بَغْيًا وَّعَدْوًاۗ حَتّٰىٓ اِذَآ اَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ اٰمَنْتُ اَنَّهٗ لَآ اِلٰهَ اِلَّا الَّذِيْٓ اٰمَنَتْ بِهٖ بَنُوْٓا اِسْرَاۤءِيْلَ وَاَنَا۠ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ ٩٠
Dalam fakta kehidupan hari ini, manusia terkadang melakukan perbuatan menyamakan bahkan melebihi “rasa cinta, kawatir, berharap, takut akan sesuatu” kepada selain Alloh? ketika ada pertanyaan “kenapa harus kepala kerbau?” apa yang mereka jawab “mereka hanya menginginkan kepala kerbau..” jika tidak maka akan terjadi bencana. Logika terkalahkan dengan rasa dan mereka hanya berpedoman kepada “ dari dulunya seperti itu dan inilah cara mendekatkan diri kepada Alloh”
اَلَا لِلّٰهِ الدِّيْنُ الْخَالِصُۗ وَالَّذِيْنَ اتَّخَذُوْا مِنْ دُوْنِهٖٓ اَوْلِيَاۤءَۘ مَا نَعْبُدُهُمْ اِلَّا لِيُقَرِّبُوْنَآ اِلَى اللّٰهِ زُلْفٰىۗ اِنَّ اللّٰهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِيْ مَا هُمْ فِيْهِ يَخْتَلِفُوْنَ ەۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يَهْدِيْ مَنْ هُوَ كٰذِبٌ كَفَّارٌ ٣
“Ketahuilah, hanya untuk Allah agama yang bersih (dari syirik). Orang-orang yang mengambil pelindung selain Dia (berkata,) ‘Kami tidak menyembah mereka, kecuali (berharap) agar mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.’ Sesungguhnya Allah akan memberi putusan di antara mereka tentang apa yang mereka perselisihkan. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada pendusta lagi sangat ingkar” (QS.azzumar : 3).
Maka marilah kita kembali kepada keyakinan awal manusia yang terpotret dalam do’a iftitah bahwa “sesungguhnya sholatku, pengorbananku, hidupku dan matiku hanyalah kepada Alloh semata…laasyarikalahu… Penyebab ingkarnya manusia berikut adalah keliru memilih idola. Idola bisa berupa manusia dalam bentuk bebagai macam model seperti orang alim, artis,tokoh masyarakat dll.
Apapun yang dilakukan oleh idola adalah sebuah kebaikan. Mereka dijadikan figure central oleh yang mengidolakannya ……. (bersambung )






















