Apa Hukum Memakan Daging Kurban Nazar?

Gambar ilustrasi. (Sumber Pixabay)

Bagikan

Oleh: KH. Heri Kuswanto

 

Kagetnews | Religi – Mungkin diantara kita ada yang pernah ber-nazar (berjanji kepada Allah jika maksud dan keinginan terlaksana) akan melakukan suatu hal baik yang ditujukan kepada Allah Ta’ala.

Namun bagaimana hukumnya jika bernazar menyembelih hewan kurban namun ingin mendapatkan bagian dari organ tubuhnya. Fenomena ini mendapat perhatian serius dari kalangan para ulama, seperti apa pendapatnya mari kita simak:

Pendapat mazhab Hanafiyah, Syafiiyah, dan mayoritas Hanbali berpendapat, pemilik kurban nazar tidak boleh ikut memakannya, dan wajib dia serahkan seluruhnya kepada orang lain.

Pendapat Al-Auza’i, Daud Ad-Dzahiri dalam Al-Majmu’, orang yang bernazar wajib tidak boleh memakan hewan kurban.

فرع في مذاهب العلماء في الاكل من الضحية والهدية الواجبين. قد ذكرنا أن مذهبنا أنه لا يجوز الاكل منهما سواء كان جبرانا أو منذورا وكذا قال الاوزاعي وداود الظاهري لا يجوز الاكل من الواجب
Tentang pendapat para ulama mengenai hukum makan hewan kurban atau hadyu yang wajib. Telah kami tegaskan bahwa madzhab kami berpendapat, tidak boleh makan kurban dan hadyu yang wajib, baik karena memaksa diri sendiri atau karena nadzar.

Kemudian diperkuat dengan HR. Bukhari melalui Aisyah RA, Nabi SAW pernah mengatakan:

مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ اللَّهَ فَلْيُطِعْهُ ، وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَهُ فَلاَ يَعْصِهِ
“Barangsiapa yang bernazar untuk taat pada Allah, maka penuhilah nazar tersebut. Barangsiapa yang bernazar untuk bermaksiat pada Allah, maka janganlah memaksiati-Nya.”
– Syarat bernadzar : berakal, baligh, dan suka rela (tidak dipaksa).

Catatan

Nazar Dibagi Menjadi Dua

Pertama Nazar Mutlak, yakni nazar yang diucapkan secara mutlak tanpa dikaitkan dengan hal lain, misal “lillahi ‘alayya (wajib atasku untuk Allah) bersedekah satu juta rupiah”.

Kedua Nadzar Bersyarat, yaitu nazar yang akan dilakukan jika mendapat suatu kenikmatan atau dihilangkan suatu bahaya, misal “jika Allah menyembuhkan penyakitku ini, aku akan berpuasa tiga hari”.

Nazar wajib dipenuhi atau dilaksanakan jika merupakan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, semisal bernazar salat di masjid jika hajatnya terkabulkan, atau bernasar memberi makan anak yatim jika mendapat rezeki yang melimpah. Jika nazar ini tidak dilaksanakan, maka orang yang bernazar terkena kafarat.

Nazar juga diperbolehkan untuk sesuatu yang mubah atau halal, seperti bernazar memakai baju baru ketika pergi ke kantor, atau bernazar mengendarai mobil untuk pergi ke masjid jika bisa membeli mobil. Nazar seperti ini juga wajib dilaksanakan dan apabila tidak dapat dilaksanakan maka akan terkena kafarat.

Lantas bagaimana jika seseorang bernazar untuk melakukan kemaksiatan atau kedurhakaan kepada Allah dan Rasul-Nya? Nazar tersebut tidak wajib dilaksanakan. Adapun contohnya misal, bernazar minum arak jika lulus ujian atau bernazar menyakiti seseorang atau akan meninggalkan salat jika naik pangkat/jabatan.

Selanjutnya, Kafarat nazar dihukumi sama dengan kafarat sumpah, yaitu memberi makan kepada sepuluh orang miskin dengan makanan yang biasa diberikan kepada keluarga, atau memberi mereka pakaian, atau memerdekakan hamba sahaya. Jika semua itu tidak bisa dilakukan, maka ia wajib berpuasa tiga hari, baik secara berturut-turut maupun tidak
____
Penulis adalah Pengasuh Pondok Pesantren Lintang Songo Yogya dengan kontak 0857 1645 8522. Serta berprofesi sebagai Dosen Institut Ilmu Al Quran (IIQ) Annur Yogyakarta dan Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Yogyakarta (STAIYO). Kemudia menjabat di A’wan Syuriah PWNU DIY.

Berita lainnya