Apa Hukum Jual Kulit Hewan Kurban ?

Gambar ilustrasi kulit hewan kurban. (Sumber : Pixabay)

Bagikan

Oleh: KH. Heri Kuswanto

Kagetnews | Religi – Terkait fenomena penjualan kulit hewan kurban di hari raya Iduladha atau yang biasa disebut juga hari raya kurban, hal tersebut menjadi perhatian tersendiri oleh para ulama. Karena itu banyak ulama memberikan pendapatnya.

Kali ini penulis akan sedikit memaparkan beragam para ulama terkait fenomen penjualan kulit hewan kurban sebagai berikut;

Ada ulama yang membolehkan terkait jual beli kulit hewan kurban, dan ada juga ulama yang tidak memperbolehkannya.

Pendapat Pertama

Mayoritas ulama Mazhab Malikiyah, Syafi’iyah, Imam Ahmad yang masyhur, dan pendapat Abu Yusuf (shahib Abi Hanifah) mengemukakan pendapatnya bahwa itu tidak diperbolehkan menjual kulit hewan kurban sebagaimana dzahir nash hadis (Bidayatul Mujtahid 349, Nailul Authar 5/152)

Pendapat Kedua

Sebagian ulama , yaitu Abu Hanifah, Atho, al-Auza’i, Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, dan salah satu pendapat ulama Syafi’iyah. Mereka mengatakan, “(Kulit hewan kurban) boleh dijual dan hasil penjualannya diberikan kepada penerima (mustahik) daging kurban.” (Nailul Authar 5/153).

Catatan Tambahan

Menurut Imam Nawawi dalam mazhab Syafi’i
(penjualan kulit hewan kurban) menjadikannya sebagai upah para penjagal dan menjual hewan kurban yang meliputi daging, kulit, tanduk, dan rambut, semuanya dilarang.

واتفقت نصوص الشافعي والاصحاب على انه لا يجوز بيع شئ من الهدي والاضحية نذرا كان أو تطوعا سواء في ذلك اللحم والشحم والجلد والقرن والصوف وغيره ولا يجوز جعل الجلد وغيره اجرة للجزار بل يتصدق به المضحي والمهدي أو يتخذ منه ما ينتفع بعينه كسقاء أو دلو أو خف وغير ذلك

“Beragam redaksi tekstual madzhab Syafi’i dan para pengikutnya mengatakan, tidak boleh menjual apapun dari hadiah (al-hadyu) haji maupun kurban baik berupa nadzar atau yang sunah. (Pelarangan itu) baik berupa daging, lemak, tanduk, rambut dan sebagainya.

Selanjutnya Imam Nawawi dalam.Al-Majmu’, Dilarang menjadikan kulit dan dan lain sebagainya (dari hewan kurban) untuk upah jagal. Akan tetapi diperbolehkan seorang yang berkurban dan orang yang berhadiah menyedekahkannya atau juga boleh mengambilnya dengan dimanfaatkan barangnya seperti dibuat untuk kantung air atau timba, muzah (sejenis sepatu) dan lain sebagainya

Adapun pendapat Imam As-Syarbini dalam kitab Al-Iqna’ Jika tidak ada yang mau memakan kulit tersebut, bisa untuk buat terbang, bedug, dan sejenisnya. Karena kulit hewan kurban tersebut bukan diperuntukan untuk kurban nadzar, jika kurban nadzar (wajib) harus diberikan ke orang lain.

HR Hakim dalam Faidhul Qadir,
Sabda Rasulullah SAW.
من باع جلد أضحيته فلا أضحية له) أي لا يحصل له الثواب الموعود للمضحي على أضحيته
“Barangsiapa yang menjual kulit kurbannya, maka tidak ada kurban bagi dirinya. Artinya dia tidak mendapat pahala yang dijanjikan kepada orang yang berkurban atas pengorbanannya,”

Serta pendapat tambahan dari Habib Abdurrahman Ba’alawi dalam At-Tuhfah dan An-Nihayah.

وللفقير التصرف في المأخوذ ولو بنحو بيع الْمُسْلَمِ لملكه ما يعطاه، بخلاف الغني فليس له نحو البيع بل له التصرف في المهدي له بنحو أكل وتصدق وضيافة ولو لغني، لأن غايته أنه كالمضحي نفسه، قاله في التحفة والنهاية
“Bagi orang fakir boleh menggunakan (tasharruf) daging kurban yang ia terima meskipun untuk semisal menjualnya kepada pembeli, karena itu sudah menjadi miliknya atas barang yang ia terima. Berbeda dengan orang kaya. Ia tidak boleh melakukan semisal menjualnya, namun hanya boleh mentasharufkan pada daging yang telah dihadiahkan kepada dia untuk semacam dimakan, sedekah, sajian tamu meskipun kepada tamu orang kaya. Karena misinya, dia orang kaya mempunyai posisi seperti orang yang berkurban pada dirinya sendiri.
____
Penulis adalah Pengasuh Pondok Pesantren Lintang Songo Yogya dengan kontak 0857 1645 8522. Serta berprofesi sebagai Dosen Institut Ilmu Al Quran (IIQ) Annur Yogyakarta dan Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Yogyakarta (STAIYO). Kemudia menjabat di A’wan Syuriah PWNU DIY.

Berita lainnya