Analisis Pernyataan Lucky Hakim Terhadap Media Massa

Gambar kolase, Potret Penulis (kiri) tangkapan layar video kontroversi wacana Lucky Hakim yang beredar di sosial media.

Bagikan

Oleh: Taufid Hidayat
Praktisi Komunikasi

Kagetnews | Artikel – Tulisan ini dibuat sebagai penyejuk dan penenang saat memanasnya situasi politik di Indramayu. Pada tulisan ini penulis bukan hanya membahas fenomena politik saja tapi implikasi media massa sebagai corong bahkan kecenderungan mendukung kepada salah satu Paslon Calon Kepala Daerah (Cakada) yang jelas-jelas sangat jauh dari kode etik jurnalistik yang seharusnya dipedomani oleh seseorang yang berprofesi wartawan/jurnalis.

Seharusnya seseorang yang berprofesi sebagai seorang jurnalis bisa menjadi corong bagi masyarakat untuk mempertanyakan intelektualitas seorang pemimpin/Cakada tersebut. Bukan hanya sebatas datang meliput copy paste apa yang dia dengarkan begitu saja.

1. Beredarnya Video Lucky Hakim Pertemuan dengan Insan Pers Indramayu

Baiklah kita mulai pembahasannya, telah beredar sebuah video di berbagai sosial media, di mana Calon Kepala Daerah alias Calon Bupati Indramayu Lucky Hakim bersama wakilnya H. Syaefudin melakukan pertemuan dengan sebagian Insan Pers Indramayu. Dalam pertemuan tersebut Lucky Hakim menyampaikan perkataan yang mungkin dianggap sensitif bagi sebagian Insan Pers Indramayu seperti; “Berita sampah dan (Lucky Hakim) tidak takut pada media lokal karena pembacanya sedikit”.

Agar tidak terkesan subjektif, penulis akan menganalisa statmen tersebut dengan sebuah teori komunikasi, yakni Use and Gartification & Analisis Wacana Kritis (AWK)

2. Teori Use and Gratification (U&G)

Highlight “Berita sampah dan (Lucky Hakim) tidak takut pada media lokal karena pembacanya sedikit”. Statemen tersebut sungguh sangat menarik untuk dikaji melalui teori Use and Gratification. Kita ketahui bersama teori U&G muncul sebagai reaksi dari kehadirannya media, dengan fokusnya pada perilaku pengguna media dan dampak dari penggunaan media terhadap prilaku individu. Seperti, Memahami Motivasi Pengguna Media, Menganalisis Kebutuhan dan Kepuasan Khalayak, Peran Aktif Audiens, Penggunaan Media dan dampak dari media tersebut.

Secara teorinya, Lucky Hakim selaku pengguna media berhak untuk memilih atau menerima manfaat dari media massa yang dia inginkan. Jika kita lihat dari vidio yang beredar itu, Lucky Hakim lebih memilih media yang bereputasi yang mana di dalamnya telah terpenuhi Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dengan alasan lebih mengedukasi khalayak.

Sementara itu, Lucky Hakim berpandangan media lokal tidak memiliki banyak pembaca sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap elektoral dirinya. Tentunya bagi seorang politikus yang sedang mencalonkan dirinya sebagai kepala daerah dia butuh media yang dengan efisien mendongrak popularitas serta elektabilitas dirinya, Dan itu didapati pada media-media besar yang sudah banyak memiliki pembaca.

3. Analisis Wacana Kritis (AWK)

Analisis Wacana Kritis (AWK) adalah suatu paradigma pendekatan dalam studi wacana yang berfokus pada hubungan antar bahasa, kekuasaan dan ideologi. Pendekatan ini bertujuan untuk mengungkap bagaimana wacana (teks dan percakapan) dapat merefleksikan realitas sosial. Serta berpendapat bahwa setiap kata/bahasa yang disampaikan terpengaruhi oleh maksud ideologi oleh pembicara maupun komunikator.

Adapun struktur analisisnya disajikan dengan kajian beberapa instrumen, yakni Konteks Sosial, Wacana, Analisis, Ideologi dan Kritik Sosial.

Konteks Sosial

Cakupan konteks sosial dalam paradigma ini berkaitan dengan latar belakang terjadinya wacana. Hal ini bisa disebabkan oleh faktor politik dan sejarah yang mempengaruhi cara seseorang berkomunikasi.

Lantas apa korelasinya, dengan pola komunikasi Lucky Hakim pada pernyataannya yang menyatakan “Berita sampah dan (Lucky Hakim) tidak takut pada media lokal karena pembacanya sedikit” ?

Untungnya, pernyataan di atas dapat dibedah oleh paradigma AWK. Dalam beredarnya video tersebut diketahui bermula saat Lucky Hakim dan wakilnya H. Syaefudin melakukan pertemuan internal dengan rekan media Indramayu, guna memperkuat jaringan media massa selama masa kampanye.

Pada kesempatan itu LH memaparkan pengetahuan serta ideologinya tentang media massa. Apa yang disampaikan oleh Lucky Hakim tentunya berkaitan juga dengan pengalaman dirinya di masa lalu (sebagai artis).

Maka hal itu sangat selaras dengan tahapan Konteks Sosial pada paradigma AWK, yakni apa yang dikatakan oleh Lucky Hakim itu didasari dari pengetahuan dan pengalaman dirinya yang sudah biasa berinteraksi dengan media besar (bereputasi dan memiliki banyak pembaca) sehingga secara efisiensi dapat mempengaruhi dan memberikan dampak pada suatu informasi yang disampaikan, juga dapat meningkatkan eksistensi dan popularitas selama masa kampanye.

Wacana

Dalam konteks ini, Wacana bisa menjadi komunikasi verbal, percakapan, maupun penuturan. Dalam paradigma AWK ini, wacana yang dimaksud adalah pernyataan kontroversial yang disampaikan oleh Lucky Hakim, yakni “Berita sampah dan (Lucky Hakim) tidak takut pada media lokal karena pembacanya sedikit”.

Adapun motif Lucky Hakim dalam statemennya itu akan dibedah pada pembahasan selanjutnya, yakni pada poin/konteks Analisis.

Analisis

Pada bagian ini, wacana yang disampaikan oleh Lucky Hakim “Berita sampah dan (Lucky Hakim) tidak takut pada media lokal karena pembacanya sedikit” akan dilakukan penganalisaan dengan mengkaji bahasa yang digunakan, struktur wacana, dan representasi wacana.

Dalam pernyataan Lucky Hakim “Berita sampah dan (Lucky Hakim) tidak takut pada media lokal karena pembacanya sedikit” kata tersebut kemungkinan dipilih dikarenakan didapatinya fenomena media massa lokal yang pemberitaannya tidak berbobot bahkan bisa jadi dalam situasi politik saat ini mereka insan pers dimanfaatkan sebagai corong para kandidat Cakada.

Akan tetapi, pernyataan Lucky Hakim tersebut jika dicermati dengan seksama, hanya tertuju kepada media massa yang produknya tidak berkualitas. Tidak ditujukan secara spesifik maupun stereotip terhadap awak media khususnya yang berada di Kabupaten Indramayu.

“Berita Sampah” kata tersebut dipilih oleh Lucky Hakim tertuju kepada media massa yang publikasinya tidak mendidik dan berkualitas. Bahkan bisa jadi yang dimaksud dengan “media sampah” oleh Lucky Hakim adalah media massa yang menjadi corong bagi Paslon Bupati lain lalu dimanfaatkan untuk menyerang Paslon lainnya.

Seharusnya sebagai pengguna media, para Calon Kepala Daerah tersebut dapat menggunakan media massa maupun media sosial untuk mensosialisasikan visi misi dan program kerjanya ketika terpilih menjadi Bupati Indramayu.

Adapun kata ” Tidak takut pada media lokal karena pembacanya sedikit” perkataan tersebut berkaitan dengan pernyataan sebelumya yakni, media lokal yang tidak memiliki kredibilitas dalam mendistribusikan suatu informasi.

Karena pemilihan kata tersebut tentunya dilandasi oleh pengorganisasian (rangkaian) kata sebelumnya, yakni Lucky Hakim yang sedari mula tidak memiliki trust terhadap media – media lokal yang memproduksi informasi sampah (tidak mengedukasi & menjadi corong).

Akan tetapi hal tersebut tidak berlaku stereotip kepada media lokal di Indramayu, hanya sebatas pengkhususan kepada media lokal yang tidak memiliki reputasi di mata Lucky Hakim (dengan indikator sementara tidak mengedukasi dan menjadi corong).

Lantas bagaimana dengan kata “Pembaca Sedikit” hal inipun dijelaskan langsung oleh Lucky Hakim. Menurut LH, minat baca masyarakat Indramayu terhadap media massa masih sedikit. Hanya orang-orang tertentu saja (yang sudah melek media) berkebutuhan akan informasi di media massa.

Sehingga apabila ada pemberitaan miring tentang LH, maka tidak terlalu mempengaruhi elektoral Lucky Hakim di Pilkada Indramayu 2024.

Saya kira, sampai dengan hari ini Lucky Hakim masih membutuhkan media lokal, karena apabila dia tidak membutuhkan tentunya tidak akan terjadi pertemuan dengan insan pers Indramayu pada saat itu. Adapun pernyataan Lucky Hakim yang kontroversial itu bisa ditafsiri beberapa penafsiran. Dan hal ini bisa menyebabkan kesalah pahaman bagi kalangan insan pers Indramayu.

Konteks Ideologi

Dalam paradigma Analisis Wacana Kritis (AWK) wacana yang dibangun oleh seseorang dipengaruhi oleh ideologi (pemahaman/cara berpikir seseorang)

Jika kita kaji pernyataan Lucky Hakim tentang “Berita sampah dan (Lucky Hakim) tidak takut pada media lokal karena pembacanya sedikit” pun tak lepas dari pengaruh Ideologi.

Wacana kontroversi yang disampaikan oleh Lucky Hakim tak lepas dari konteks sosial, politik, maupun budaya yang sedang dialami oleh dirinya.

Sehingga bisa jadi yang dikatakan oleh LH terkait “Berita Sampah” memang pada realitanya terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. Didapati media-media yang dalam pemberitaannya memproduksi berita sampah (tidak mengedukasi & menjadi corong untuk kepentingan politik) atau dengan kata sederhananya tidak sesuai dengan kode etik jurnalistik serta mewakili aspirasi masyarakat.

Lantas bagaimana terkait pernyataan Lucky Hakim, yang tidak takut pada media lokal karena pembacanya sedikit? Hal tersebut diutarakan LH bisa jadi karena beberapa faktor, yakni:

1. Lucky Hakim memiliki kepercayaan bahwa pemilih/relawannya tidak dapat dipengaruhi oleh pemberitaan media lokal.

2. Pemilih/relawan Lucky Hakim bukanlah pengguna media aktif sehingga tidak terlalu berpengaruh atau berdampak.

3. Berita yang dipublikasikan media lokal tidak berdampak terhadap elektabilitas dan elektoral Lucky Hakim pada Pilkada 2024.

4. SDM melek media di Indramayu masih rendah.

Maka jika disimpulkan secara sementara, apa yang dipaparkan oleh Lucky Hakim “Berita sampah dan (Lucky Hakim) tidak takut pada media lokal karena pembacanya sedikit” wacana tersebut jika dinalisis lebih dalam maka tidak tertuju secara stereotip insan pers Indramayu, melainkan hanya pada media-media tertentu saja yang dianggap oleh Lucky Hakim tidak memiliki reputasi.

Seandainya LH tidak membutuhkan media massa lokal, seharusnya tidak terjadi pertemuan dengan dengan awak media pada beberapa waktu yang lalu, yang menimbulkan wacana kontroversialnya itu.

Kritik Sosial

– Dalam AWK Kritik Sosial bertujuan untuk mengungkap ketidak Adilan, Mengevaluasi Representasi, Menyoroti Dampak Wacana, dan Mendorong Perubahan.

– Dalam wacana, seperti yang dikatakan oleh Lucky Hakim tentang “Media Sampah” memang benar, mungkin masih didapati narasi-narasi maupun publikasi yang tidak berbobot pada media-media lokal, akan tetapi hal tersebut tidak berlaku stereotip kepada media lokal lainnya. Karena pada faktanya memang masih ada media-media yang eksis dalam mengedukasi masyarakat dan terang-terangan menjadi corong bagi masyarakat.

– Pada poin-poin sebelumnya dalam tulisan ini sudah dibahas, bahwa Paradigma AWK mampu menjawab dan menganalisa pernyataan Lucky Hakim terkait wacana kontroversi tentang Media Massa di Indramayu. Bahwa yang dimaksud oleh Lucky Hakim pada wacana “Media Sampah” adalah media yang tidak memiliki reputasi yang baik yang dalam publikasinya tidak mengedukasi serta menjadi corong bagi kepentingan politik (bukan masyarakat). Maka dari  itu Lucky Hakim tidak menggeneralisasi seluruh media massa adalah “media sampah” karena hanya media tertentu saja.

– Dampak dari wacana Lucky Hakim tentang “Berita sampah dan (Lucky Hakim) tidak takut pada media lokal karena pembacanya sedikit” membuat terjadinya gesekkan di kalangan Insan Pers Indramayu, ada yang menginterpretasikan sebagai hinaan ada juga yang mengintegrasikan sebagai kritikan.

– Dampak dari wacana Lucky Hakim juga dimanfaatkan secara politis bagi sekelompok orang. Kenapa ini terjadi? Berdasarkan beberapa pemberitaan Lucky Hakim maupun relawannya mengatakan bahwa video yang tersebar tersebut adalah rapat internal dengan media. Akan tetapi video itu bocor, kemudian dipahami bak kaca mata kuda bagi sebagian orang, tanpa mengupayakan klarifikasi terlebih dahulu bahkan langsung menuduh yang mana meninggalkan asas praduga tak bersalah sebagaimana aturan pada UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik.

– Agar mendapatkan kepastian dalam sisi hukum dan sosial maka perlu kiranya polemik ini diselesaikan secara kekeluargaan atau ke tahap yang lebih serius di Dewan Pers! Sehingga tidak menjadi isu dan rumor di Pilkada Indramayu 2024.

Kesimpulan

Menurut teori Komunikasi U & G yang mengkaji prilaku pengguna media Lucky Hakim selaku pengguna media berhak untuk memilih atau menerima manfaat dari media massa yang dia inginkan.

Lucky Hakim lebih memilih media yang bereputasi yang mana di dalamnya telah terpenuhi Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dengan alasan lebih mengedukasi kepada khalayak.

Lucky Hakim berpandangan media lokal tidak memiliki banyak pembaca sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap elektoral dirinya. Tentunya bagi seorang politikus yang sedang mencalonkan dirinya sebagai kepala daerah dia butuh media yang dengan efisien mendongrak popularitas serta elektabilitas dirinya, Dan itu didapati pada media-media besar yang sudah memiliki banyak pembaca.

Sementara itu, menurut paradigma Analisis Wacana Kritis (AWK), yakni suatu pendekatan dalam menganalisis wacana “Berita sampah dan (Lucky Hakim) tidak takut pada media lokal karena pembacanya sedikit”  Lucky Hakim tidak bermaksud melecehkan media massa lokal maupun Insan Pers Indramayu. Dirinya hanya menyampaikan apa yang dia ketahui terhadap fenomena media massa yang terjadi di Indramayu.

Kemudian berkenaan dengan “tidak takut kepada media lokal karena pembacanya sedikit” perkataan tersebut berkaitan dengan pernyataan sebelumya yakni, media lokal yang tidak memiliki kredibilitas dalam mendistribusikan suatu informasi.

Karena pemilihan kata tersebut tentunya dilandasi oleh pengorganisasian (rangkaian) kata sebelumnya, yakni Lucky Hakim yang sedari mula tidak memiliki trust terhadap media – media lokal yang memproduksi informasi sampah (tidak mengedukasi & menjadi corong).

Akan tetapi hal tersebut tidak berlaku stereotip kepada media lokal di Indramayu, hanya sebatas pengkhususan kepada media lokal yang tidak memiliki reputasi di mata Lucky Hakim (dengan indikator sementara tidak mengedukasi dan menjadi corong).

Lantas bagaimana dengan kata “Pembaca Sedikit” hal inipun dijelaskan langsung oleh Lucky Hakim. Menurut LH, minat baca masyarakat Indramayu terhadap media massa masih sedikit. Hanya orang-orang tertentu saja (yang sudah melek media) berkebutuhan akan informasi di media massa.

Sehingga apabila ada pemberitaan miring tentang LH, maka tidak terlalu mempengaruhi elektoral Lucky Hakim di Pilkada Indramayu 2024.

Saya kira, sampai dengan hari ini Lucky Hakim masih membutuhkan media lokal, karena apabila dia tidak membutuhkan tentunya tidak akan terjadi pertemuan dengan insan pers Indramayu pada saat itu. Adapun pernyataan Lucky Hakim yang kontroversial itu bisa ditafsiri beberapa penafsiran. Dan hal ini bisa menyebabkan kesalah pahaman bagi sebagian kalangan.

Wallahu a’lam bishawab. Semoga peristiwa maupun tulisan ini bisa dijadikan pelajaran bagi kita semua.

Penulis pernah menempuh pendidikan di STID Al Biruni Cirebon dan UIN Jakarta pada Prodi Komunikasi Penyiaran Islam.

Berita lainnya