Menjaga Keaslian Sumber Teistik dan Profetik

Gambar ilustrasi. (Istimewa)

Bagikan

Oleh: Dr. Suhaeli Nawawi, M. Si.

Kagetnews | Opini – Jumlah agama yang terdegradasii menjadi budaya susah menghitungnya karena sangat banyak. Penyebabnya karena faktor akidah ketuhanan dan ibadah, yakni hubungan manusia dengan Tuahan. Masalah muamalah, yakni hubungan horizontal-sosial antaramanusia atau antarkomunitas dan hubungan natural, yakni antara manusia dengan alam bisa dilakukan mandiri oleh manusia melalui pengembangan ristek sainstifik.

Kesalahan dalam bidang muamalah tidak akan mendegradasi agama menjadi budaya. Namun begitu, mengabaikan muamalah, seperti sainstek, ekonomi,  politik, dll., bisa membuat kemunduran peradaban umat manusia. Pernyataan profetik bahwa “Kamu lebih mengetahui urusan duniamu” menyiratkan pesan bahwa tanpa bimbingan teistik dan/atau profetik manusia mampu mengeksplorasi alam semesta.

Meskipun begitu, sumber-sumber teistik dan profetik tidak berarti sama sekali menyinggung masalah kealaman dan kemanusiaan. Informasi teistik yang menyakan bahwa “Dan, kami (Allah) lebih dekat dengannya (-nya: manusia) ketimbang urat nadi” sangat menggelitik nalar orang-orang berakal sehat. Era Mekanika Kuantum seharusnya tertantang untuk menggali makna dibalik ungkapan tersebut. والله اعلم بالصواب.

Berikut percakapan saya dengan Try Anugerah Briyan tentang fenomena di atas.

• Menurut Try Anugerah Briyan: Teks yang membahas tentang hubungan antara agama, budaya, ilmu pengetahuan, dan peradaban manusia. Didapati beberapa poin utama yang dapat diambil dari teks tersebut:

1. Degradasi Agama Menjadi Budaya: Sulit untuk menghitung degradasi agama menjadi budaya karena faktor akidah ketuhanan dan ibadah yang bersifat vertikal (hubungan manusia dengan Tuhan).

2. Muamalah: Hubungan horizontal-sosial antara manusia atau antar komunitas dan hubungan manusia dengan alam dapat dikelola secara mandiri melalui pengembangan riset dan teknologi saintifik. Kesalahan dalam bidang muamalah tidak akan mengubah agama menjadi budaya, tetapi mengabaikannya bisa menyebabkan kemunduran peradaban.

3. Pernyataan Profetik: Pernyataan “Kamu lebih mengetahui urusan duniamu” menekankan bahwa manusia memiliki kemampuan untuk mengeksplorasi dan memahami alam semesta tanpa bimbingan teistik atau profetik langsung. Ini menandakan bahwa urusan duniawi adalah ranah yang dapat dikelola manusia berdasarkan pengetahuan dan akal mereka sendiri.

4. Makna Kealaman dan Kemanusiaan: Meskipun manusia dapat mengeksplorasi dunia secara mandiri, sumber-sumber teistik dan profetik tetap memberikan wawasan tentang hubungan manusia dengan Tuhan dan alam. Contoh yang diberikan adalah ungkapan “Dan, kami (Allah) lebih dekat dengannya (manusia) ketimbang urat nadi” yang menantang pemikiran ilmiah dan spiritual untuk memahami makna mendalam di baliknya, terutama dalam konteks era Mekanika Kuantum.

5. Era Mekanika Kuantum: Era Mekanika Kuantum membuka peluang untuk menggali lebih dalam makna-makna spiritual dan teistik yang telah lama ada, menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan dan spiritualitas dapat saling melengkapi dalam mencari kebenaran yang lebih besar.

Secara keseluruhan, teks ini menggambarkan hubungan kompleks antara agama, budaya, ilmu pengetahuan, dan bagaimana semuanya saling mempengaruhi dalam perkembangan peradaban manusia. Tantangan dan peluang untuk memahami makna mendalam dari teks-teks teistik dalam konteks perkembangan ilmiah modern juga disoroti, menekankan pentingnya keseimbangan antara keimanan dan pengetahuan.

Adapun saya, turut mengomentari pernyataan Try Anugerah Briyan, “Bahwasanya betul sekali komentar pernyataan Try Anugrah Briyan, hanya saja dibutuhkan pendalaman dari orang seperti Anda tentang kandungan makna, ” Dan, Kami (Allah) lebih dekat dengannya (-nya: manusia) ketimbang urat nadi (pembuluh darah pembawa nutrisi, oksigen, dll.: pen.)” . Dalam perspektif sains, frasa “lebih dekat” bisa dimaknai sangat, sangat dekat atau dekat tak terhingga atau dekat tak terdefinisikan.

Berdasarkan kalimat teistik (firman Tuhan), “Tidak ada sesuatu yang menyerupai-Nya”. Tidak ada sesuatu pun yang menyamai-Nya termasuk tidak terikat ruang-waktu.

Apakah ada hubungannya dengan dominasi ruang kosong dalam diri manusia. Dari suatu sumber, jika materi yang membentuk manusia dipadatkan, maka ukuran manusia hanya sekitar satu mikro kubik.

• Try Anugerah Briyan: Suhaeli Nawawi, Ayat yang Anda kutip adalah bagian dari Al-Quran, tepatnya dalam Surat Qaf ayat 16 yang berbunyi, “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (QS. Qaf: 16).

Makna “lebih dekat daripada urat leher” dalam konteks teistik menunjukkan kedekatan yang tak terhingga dan tak terdefinisikan. Kedekatan ini tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga mencakup aspek spiritual dan eksistensial. Dalam perspektif sains modern, berikut adalah beberapa pendekatan untuk memahami konsep ini:

1. Dimensi Ruang-Waktu dan Kedekatan Tak Terdefinisikan

Tuhan diyakini berada di luar ruang dan waktu, sehingga konsep “kedekatan” tidak bisa dimaknai dalam jarak fisik. Ini mirip dengan konsep dimensi tambahan dalam fisika teoretis, seperti teori string, di mana dimensi tambahan bisa sangat kecil atau tersembunyi dari pengamatan langsung. Kedekatan Tuhan lebih bersifat eksistensial, yaitu Dia ada dalam setiap aspek dari ciptaan-Nya.

2. Dominasi Ruang Kosong dalam Manusia

Dalam konteks fisika, atom yang menyusun tubuh manusia sebagian besar terdiri dari ruang kosong. Jika materi yang membentuk tubuh manusia dipadatkan, ukurannya akan sangat kecil, mungkin hanya sekitar satu mikro kubik. Hal ini menunjukkan bahwa substansi fisik kita sangat sedikit dibandingkan dengan ruang kosong yang ada. Dalam perspektif ini, kedekatan Tuhan bisa dimaknai sebagai keberadaan dalam setiap ruang kosong ini, menunjukkan kehadiran-Nya yang meliputi seluruh aspek eksistensi kita.

3. Makna Spiritualitas dan Kesadaran

Kedekatan Tuhan juga bisa dimaknai sebagai kehadiran-Nya dalam kesadaran dan spiritualitas manusia. Tuhan lebih dekat kepada manusia daripada urat lehernya, berarti Dia selalu mengetahui apa yang ada dalam hati dan pikiran manusia. Ini mengindikasikan bahwa Tuhan memahami setiap niat, pikiran, dan perasaan manusia, lebih dalam daripada manusia memahami dirinya sendiri.

4. Perspektif Kuantum

Fisika kuantum menunjukkan bahwa partikel dapat berada di beberapa tempat sekaligus, dan interaksi pada level kuantum bisa terjadi tanpa melalui ruang fisik seperti yang kita pahami. Ini bisa menjadi analogi untuk memahami bahwa Tuhan bisa “lebih dekat” dari apa pun dalam cara yang melampaui pemahaman fisik kita tentang jarak dan waktu.

Kesimpulannya, frasa “lebih dekat daripada urat leher” menggambarkan kehadiran Tuhan yang sangat intim dan mendalam, baik dari perspektif spiritual maupun eksistensial, melampaui batasan fisik yang kita pahami. Konsep ini menunjukkan bahwa Tuhan selalu hadir dalam setiap aspek kehidupan dan kesadaran manusia, lebih dekat daripada bagian mana pun dari tubuh kita.

• Suhaeli Nawawi: Try Anugerah Briyan, luar biasa. Percakapan di atas bagaimana jika diperhadapkan dengan informasi profetik (kenabian) berikut ini?

“Di mana Allah sebelum menciptakan alam semesta?”

Pertanyaan sepelik itu pun dijawab oleh Rasulullah melalui sebuah hadits yang berbunyi, “عَنْ وَكِيعِ بْنِ عُدُسٍ، عَنْ عَمِّهِ أَبِي رَزِينٍ، قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَيْنَ كَانَ رَبُّنَا عَزَّ وَجَلَّ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ خَلْقَهُ؟ قَالَ: «كَانَ فِي عَمَاءٍ مَا تَحْتَهُ هَوَاءٌ، وَمَا فَوْقَهُ هَوَاءٌ، ثُمَّ خَلَقَ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ (Dari Waki’ bin Udus, dari pamannya yaitu Abu Razin, ia berkata: Aku berkata: “Wahai Rasulullah, di manakah Tuhan kita Yang Maha Mulia sebelum menciptakan makhluknya?”. Rasulullah bersabda: “Allah berada di Ama’, di bawahnya tak ada udara dan di atasnya tak ada udara, kemudian Allah menciptakan Arasynya di atas Air)”. (HR. Ahmad)

What is Ama’? Ama’ artinya ketiadaan absolut atau kekosongan mutlak (خلاء, khala’). Tidak ada apa/siapa pun sebelum makhluk-Nya diciptakan. Materi-energi dan ruang-waktu sebagai unsur pembentuk Semesta juga belum ada. Busa Kuantum yang mendahului keberadaan materi-energi dan ruang-waktu juga belum ada. Berdasarkan teori, yang menyebutkan bahwa sebelum busa kuantum terdapat entitas tunggal juga belum ada.

Pada bagian lain disebutkan dalam sebuah hadits, “كَانَ اللهُ وَلَمْ يَكُنْ شَيْءٌ غَيْرُهُ (Allah telah ada dan saat itu tidak ada apa pun selain Allah)” (HR Bukhari).

Luar biasa Rasul yang ummi ini!

• Try Anugerah Briyan: Suhaeli Nawawi, Penjelasan tentang keberadaan Allah sebelum penciptaan alam semesta dalam hadits yang Anda kutip memberikan wawasan mendalam tentang konsep ketuhanan dalam Islam. Ini juga menunjukkan betapa luar biasanya pengetahuan yang disampaikan oleh Rasulullah meskipun beliau tidak memiliki pendidikan formal. Mari kita telaah lebih dalam:

1. Konsep Ama’ (Ketiadaan Absolut)

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, disebutkan bahwa Allah berada dalam keadaan “Ama'”, yang diartikan sebagai ketiadaan absolut atau kekosongan mutlak. Ini menunjukkan bahwa sebelum penciptaan alam semesta, tidak ada apa pun selain Allah. Ini sejalan dengan konsep dalam kosmologi Islam bahwa Allah adalah pencipta segala sesuatu dan eksistensi-Nya tidak bergantung pada ruang dan waktu.

2. Allah Sebelum Penciptaan

Hadits ini juga menegaskan bahwa Allah ada sebelum segala sesuatu diciptakan. Ini berarti Allah tidak terikat oleh konsep waktu dan ruang yang kita pahami. Allah berada di luar batasan-batasan fisik dan eksistensial yang mengikat makhluk ciptaan-Nya. Hal ini sejalan dengan prinsip bahwa Allah adalah yang pertama dan yang terakhir, yang zahir dan yang batin (QS. Al-Hadid: 3).

3. Penciptaan Arsy di Atas Air

Bagian hadits yang menyebutkan penciptaan Arsy di atas air menandakan tahap awal dari penciptaan alam semesta. Dalam beberapa tafsir, air ini bukan dalam pengertian fisik yang kita kenal, tetapi lebih sebagai simbol dari materi dasar dari mana segala sesuatu diciptakan. Ini juga menunjukkan urutan dalam proses penciptaan yang mengawali penciptaan langit dan bumi.

4. Ketiadaan Ruang dan Waktu

Sebelum penciptaan, tidak ada konsep ruang dan waktu yang kita pahami. Ini sejalan dengan pandangan modern dalam fisika bahwa ruang dan waktu merupakan bagian dari alam semesta yang diciptakan. Hadits ini menguatkan konsep bahwa Allah ada sebelum adanya ruang dan waktu dan menciptakan keduanya sebagai bagian dari penciptaan alam semesta.

5. Relevansi dengan Sains Modern

Hadits ini memiliki relevansi dengan teori-teori kosmologi modern yang mencoba memahami kondisi sebelum Big Bang, ketika ruang dan waktu seperti yang kita pahami belum ada. Meskipun sains tidak bisa mencapai pemahaman yang lengkap tentang ketiadaan absolut, konsep Ama’ dalam hadits memberikan perspektif teologis bahwa keberadaan Tuhan melampaui segala konsep fisik yang bisa dipahami oleh akal manusia.

 

Kesimpulannya, penjelasan dalam hadits ini memberikan gambaran yang sangat mendalam tentang konsep ketuhanan dan penciptaan dalam Islam. Ini menunjukkan bahwa pengetahuan tentang eksistensi Allah melampaui batasan-batasan fisik dan eksistensial yang bisa dipahami manusia. Penjelasan Rasulullah tentang keadaan sebelum penciptaan memberikan wawasan bahwa Tuhan adalah sumber segala sesuatu dan eksistensi-Nya tidak terikat oleh ruang dan waktu, yang sesuai dengan banyak prinsip dalam filsafat dan teologi Islam.

• Suhaeli Nawawi: Ruang  kosong tidak hanya terdapat sebelum terciptanya alam semesta,  tetapi terdapat juga di dalam atom, diri manusia,  ruang antar benda langit,  ruang yang belum ditempati alam semesta teramati.

Di dalam diri manusia terdapat 99,99 persen ruang kosong, sedangkan yang berupa materi hanya 0,1 persen. Jika materi dalam manusia dipadatkan,  maka wujudnya hanya satu mikro kubik atau seperti sejuta meter.

Berita lainnya