Pendapat Ulama tentang Hukum Telat Qadha Puasa hingga Ramadan Berikutnya Tiba

Gambar ilustrasi.

Bagikan

Oleh: KH. Heri Kuswanto, M. Si.

Kagetnews | Religi – Ramadan telah tiba namun telat membayar/menebus maupun mengqadha puasa sebelumnya? Lantas seperti apa hukumnya dan bagaimana pendapat para ulama? berikut penjelasan singkatnya.

Baca: Penjelasan Fidyah

Pendapat Pertama

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ad-Daruquthni dan Al-Baihaqi diterangkan bahwa:

“Siapa saja mengalami Ramadan, lalu tidak berpuasa karena sakit, kemudian sehat kembali dan belum mengqadhanya hingga Ramadhan selanjutnya tiba, maka ia harus menunaikan puasa Ramadhan yang sedang dijalaninya, setelah itu mengqadha utang puasanya dan memberikan makan kepada seorang miskin satu hari yang ditinggalkan sebagai kaffarah”

Dari penjelasan hadis di atas, jika seseorang habis waktu untuk membayar puasa pada ramadan sebelumnya maka ada tata cara lain untuk menggantinya seperti memabayar fidiah dan setelah ramadan selesai maka tetap harus mengulangi kembali puasa yang ditinggalkan sebelumnya.

• Membayar fidiah sebanyak puasa yang ditinggalkan.

• Setelah ramadan berlalu, tetap wajib mengulangi puasa yang ditinggalkan.

Pendapat Kedua

Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani, Aisyah berpandangan bahwa puasa sunnah bagi orang yang mempunyai tanggungan puasa wajib hukumnya tidak diperbolehkan sedangkan ia mulai bulan Syawal sampai bulan Rajab masih mempunyai utang puasa wajib.

قَوْلُهُ فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَهُ إِلَّا فِي شَعْبَانَ اسْتُدِلَّ بِهِ عَلَى أَنَّ عَائِشَةَ كَانَتْ لَا تَتَطَوَّعُ بِشَيْءٍ مِنَ الصِّيَامِ لَا فِي عَشْرِ ذِي الْحِجَّةِ وَلَا فِي عَاشُورَاءَ وَلَا غَيْرِ ذَلِكَ وَهُوَ مَبْنِيٌّ عَلَى أَنَّهَا كَانَتْ لَا تَرَى جَوَازَ صِيَامِ التَّطَوُّعِ لِمَنْ عَلَيْهِ دَيْنٌ مِنْ رَمَضَانَ

“Penjelasan tentang redaksi hadis di atas “Saya tidak mampu menunaikan qadha puasa tersebut kecuali di bulan Sya’ban.’ Menunjukkan bahwa Aisyah tidak pernah melakukan puasa sunnah sekali pun baik 10 hari bulan Dzul Hijjah, tidak pula 10 hari di bulan Asyura’ dan lain sebagainya. Hal ini berdasarkan pandangan Aisyah yang menganggap puasa sunnah bagi orang yang masih mempunyai tanggungan puasa Ramadhan hukumnya tidak diperbolehkan.”

Mengqadha puasa Ramadan tidak harus dengan sesegera mungkin, tapi bisa diperpanjang sampai bertemu Ramadan berikutnya, baik pada saat meninggalkan tersebut karena uzur atau tidak.

Keluasan waktu mengqadha apabila masih berada di bulan selain bulan Sya’ban. Namun apabila sudah masuk bulan Sya’ban, waktu mengqadla sudah menjadi sempit, tidak boleh ditunda-tunda lagi.

وَفِي الْحَدِيثِ دَلَالَةٌ عَلَى جَوَازِ تَأْخِيرِ قَضَاءِ رَمَضَانَ مُطْلَقًا سَوَاءٌ كَانَ لِعُذْرٍ أَوْ لِغَيْرِ عُذْرٍ

“Hadits tersebut menunjukkan diberbolehkannya mengakhirkan qadha Ramadan secara mutlak baik karena uzur atau tidak.”

Pendapat Ketiga

Abu Bakar Al-Hishni dalam kitab Kifayatul Akhyar menjelaskan bahwa mempercepat waktu qadha hukumnya adalah sunnah.

وَالْقَضَاء الَّذِي على الْفَوْر هُوَ الَّذِي تعدى فِيهِ بالإفطار فَيحرم تَأْخِير قَضَائِهِ وَالَّذِي على التَّرَاخِي مَا لم يَتَعَدَّ فِيهِ كالفطر بِالْمرضِ وَالسّفر وقضاؤه على التَّرَاخِي مَا لم يحضر رَمَضَان آخر

“Puasa yang harus segera diqadha adalah puasa yang dibatalkan dengan sembrono (sengaja dan tanpa uzur). Qadha puasa seperti ini haram ditunda-tunda. Adapun puasa yang tidak harus segera diqadha adalah puasa yang dibatalkan tidak disebabkan sembrono (karena uzur), yaitu pembatalan puasa karena sakit atau perjalanan Qadha puasa seperti ini boleh ditunda selama belum datang Ramadhan berikutnya,”

Wallahualam Bissawab

____

P. Heri Pesantren Lintang Songo Yogya
0856 0121 5953 Dosen Institut Ilmu Al Quran (IIQ) Annur Yogyakarta dan Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIYO) Yogyakarta, A’wan Syuriyah PWNU DIY.

Berita lainnya