Oleh: Rokhmat firdaus
Kagetnews | Opini – Tulisan ini merupakan surat terbuka teruntuk Oknum Mahasiswa Indramayu yang menjabat sebagai pengurus BEM di salah satu kampus tertua di Indramayu. Individu Mahasiswa ini begitu entengnya menyatakan bahwa putusan MK sudah tepat dan peduli terhadap generasi muda. Padahal pada kenyataannya dalam proses putusan MK tersebut terjadi suatu pelanggaran etik terkait uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.
Statmen oknum tersebut sungguh tidak berdasar, jika memang putusan MK tersebut menjaga Marwah MK dan tidak bisa diintervensi, nyatanya MKMK memberikan sanksi berat kepada Anwar Usman untuk mengundurkan diri dari jabatan Ketua MK dan beberapa hakim lainnya pun turut diberi sanksi karena telah merendahkan Mahkamah Konstitusi di ruang publik.
Lantas apa yang mendasari/memotivasi Oknum Mahasiswa tersebut dengan entengnya menyatakan “putusan sudah tepat dan mendukung generasi muda” padahal dibalik itu terjadi disenting opinion. Bukankah kejadian ini merupakan peristiwa hukum terburuk yang terjadi di dalam sejarah MK?
Sesungguhnya Aktivis dari kalangan Mahasiswa di Indramayu saat ini tengah menghadapi tantangan ganda, baik dalam bentuk framing media yang tidak akurat maupun oknum yang mengatasnamakan diri sebagai mahasiswa, yang menimbulkan kompleksitas problematik dalam menjalankan perjuangan mereka. Berikut paparan singkat terkait fenomena framing media dan oknum mahasiswa di Indramayu.
1. Framing Media yang Tidak Akurat
Sebelumnya statmen mahasiswa Indramayu yang dimuat oleh beberapa media itu seperti telah dibangun sebuah framing media, yang mana narasinya terlihat tidak akurat dan seringkali menciptakan pemahaman yang salah terhadap tujuan dan gerakan aktivis mahasiswa.
Sehingga hal ini menjadi problematika tersendiri di kalangan khalayak, yang terkesan hanya mencari sensasi belaka, tanpa menghiraukan dampak kesalahpahaman yang terjadi di kalangan masyarakat pada konten berita maupun informasi yang di publish oleh individu yang menggeneralisir dan menyamaratakan opini pribadi dengan Mahasiswa lain.
2. Oknum yang Mengatasnamakan Mahasiswa Indramayu
Kehadiran oknum Mahasiswa yang menjeneralisir serta mengatasnamakan mahasiswa Indramayu dengan opini pribadinya ini, dapat merusak integritas gerakan mahasiswa di Indramayu. Identifikasi dan tindakan tegas perlu diambil agar gerakan mahasiswa tetap fokus pada tujuan sejatinya dan tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, seperti saat berita putusan MK kemarin yang mendeklarasikan kesepakatannya pada putusan MK yang jelas-jelas melanggar peraturan bersama kode etik MA dan KY pada pasal 7 ayat 3 huruf (a) dan seteruanya.
3. Penguatan Keamanan dan Verifikasi Identitas
Untuk mengatasi oknum yang mengatasnamakan mahasiswa, diperlukan penguatan keamanan dan verifikasi identitas dalam kegiatan perjuangan. Langkah-langkah ini dapat melibatkan kerjasama dengan pihak keamanan dan instansi terkait untuk memastikan bahwa setiap individu yang terlibat benar-benar merupakan mahasiswa yang memiliki komitmen terhadap perjuangan bersama.
4. Pentingnya Literasi Media
Peningkatan literasi media di kalangan aktivis mahasiswa juga menjadi kunci untuk menghadapi framing negatif. Dengan memahami bagaimana media bekerja, mereka dapat lebih proaktif dalam merespons narasi yang tidak akurat dan membangun citra yang lebih positif.
5. Menyuarakan Suara Masyarakat Secara Bersama-sama
Mengatasi framing media bukan hanya tanggung jawab individu atau kelompok aktivis saja, tetapi juga tanggung jawab seluruh masyarakat. Dengan menyuarakan suara bersama-sama, aktivis mahasiswa dapat menghadapi framing media secara lebih efektif dan mendapatkan dukungan luas dari masyarakat.
Melalui keterlibatan kolaboratif ini, peningkatan literasi media, dan kesadaran akan pentingnya menyuarakan suara masyarakat, aktivis mahasiswa Indramayu dapat mengatasi tantangan framing media dan membangun narasi yang lebih sesuai dengan tujuan perjuangan mereka.
Penulis merupakan civitas academica STAI Sayid Sabiq Indramayu.