Perang: Kebencian & Kehancuran

Gambar ilustrasi. (Sumber: PxHere)

Bagikan

Oleh: Fokky Fuad Wasitaatmadja
Dosen Magister Ilmu Hukum Universitas Al Azhar Indonesia

Kagetnews | Opini – Tulisan ini saya buat ketika melintas perjalanan dari Berlin ke Warsawa. Kedua kota tersebut menjadi sebuah tempat ikonik dalam Perang Dunia yang pernah terjadi. Perang yang telah melahirkan kerusakan massif bagi kedua kota tersebut. Warsawa diluluhlantakkan oleh pasukan Jerman di tahun 1939, dan Berlin dihancurleburkan oleh pemboman pasukan sekutu di tahun 1943-1945. Saya membayangkan bagaimana anak-anak muda Jerman kala itu dengan semangat chauvinism mereka yang sangat kuat membabat habis Warsawa dan kemudian kota besar lainnya di Eropa, dari London, Paris hingga Stalingrad di Rusia.

Terbayang bagaimana Eropa yang telah terlepas dari kekejaman Perang Dunia I harus bersiap kembali menghadapi agresivitas Jerman dalam Perang Dunia II. Kini kota-kota besar Eropa (termasuk kedua kota ini) kembali bersiap mewaspadai dampak terjadinya perang Rusia vs Ukraina bagi kota besar Eropa. Rusia mulai menebar ancaman ke Warsawa, Berlin, hingga London akibat dukungan mereka terhadap Ukraina.

Perang dan Dehumanisasi

Perang adalah sebuah metode dehumanisasi untuk menyelesaikan masalah. Perang dikobarkan untuk mengakhiri sebuah pertentangan. Perang sendiri merupakan bentuk luapan ego untuk menguasai dan menundukkan manusia lainnya ke dalam kekuasaannya. Perang dilakukan tidak saja menggunakan senjata, tetapi juga melibatkan unsur psikologi untuk melumpuhkan mental lawan. Perang tidak sekedar membunuh, tetapi menghancurkan segenap ide kemanusiaan. Ia meluluhlantakkan segenap nilai-nilai kemanusiaan yang selama ini terjaga. Perang walau mengumandangkan ide religius seperti konsep perang suci (holy war), tetapi dalam realita empiris tetap terjadi proses dehumanisasi.

Perang dilakukan dengan beragam cara, baik cara-cara yang diperkenankan, maupun cara-cara licik dan kejam untuk memenangkan sebuah keunggulan peperangan. Jika pertempuran (battle) berkaitan dengan tindakan sengketa bersenjata antar tentara atau kekuatan bersenjata, maka perang (war) melampaui itu semua. Perang melibatkan segala hal, fisik dan non-fisik, psikologis dan non psikologis, penghancuran kekuatan ekonomi dan lainnya.

Dalam Perang Dunia II Pasukan Uni Sovyet yang menduduki wilayah Berlin Timur melakukan perkosaan terhadap perempuan Jerman dalam wilayah yang didudukinya. Jauh sebelumnya tentara Kekaisaran Jepang melakukan perkosaan dan penyembelihan ribuan warga Nanking yang didudukinya di tahun 1930an yang terkenal dengan kisah The Nanking Rape. Tentara Serbia selain melakukan pembunuhan massal juga memperkosa ribuan perempuan muslim Bosnia di era tahun 90an dalam Perang Balkan. Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa perang bukan sekedar membunuh dengan senjata, tetapi lebih jauh adalah menghancurkan mental lawan. Tindakan ini jelas bertentangan dengan Konvensi Jenewa 1949, tetapi secara praktik dilanggar dan dilakukan oleh negara secara terstruktur dan sistematis untuk memenangkan sebuah peperangan melalui proses penghancuran kondisi psikologis pihak lawan.

Perang adalah sebuah kenyataan, realita yang dihadapi oleh manusia sejak peradaban manusia itu ada. Hasil dari peperangan adalah kemenangan di satu pihak, dan kekalahan serta kehancuran di pihak lainnya. Tidak sekedar kerusakan fisik, melainkan juga psikologi dan jiwa manusia. Kerusakan psikologis akibat perang lebih terasa merusak dibandingkan kehancuran gedung dan hilangnya nyawa manusia. Orang yang terlibat dalam perang, walaupun ia memenangkan sebuah peperangan mengalami trauma berat akibat tekanan jiwa yang dialami selama masa perang.

Akibat dari sebuah perang juga tidak ringan. Kebencian sebuah bangsa terhadap bangsa lainnya tidak akan mudah dihapuskan dalam waktu yang singkat. Perang Manchuria tahun 1930 telah memunculkan kebencian warga Tiongkok terhadap Jepang. Pendudukan Polandia oleh Jerman dalam awal Perang Dunia II tahun 1939 telah menimbulkan trauma dan kebencian bangsa Polandia terhadap bangsa Jerman. Bahkan ucapan kalimat yang terlontar dalam bahasa Jerman kepada warga Polandia cukup membuat warga tua Polandia merasa trauma hingga kini. Perang antara Korea vs Jepang telah mampu menimbulkan kebencian warga Korea terhadap bangsa Jepang hingga kini.
Mungkin kita akan melihat bagaimana kebencian warga Ukraina terhadap Bangsa Rusia yang akan selalu dianggap agresor atau penakluk tanpa rasa kemanusiaan.

Perang membumihanguskan prinsip etika manusia. Manusia yang hidup dalam segenap tatanan hidupnya hancur dan tergilas habis oleh sebuah keinginan untuk menaklukkan. Perang juga menjadikan manusia kehilangan eksistensinya sebagai makhluk beradab. Perang memunculkan depresi hingga kematian. Semua manusia yang terlibat terbawa oleh sebuah semangat yang sama yaitu membunuh dan menghancurkan. Kekejaman perang menjadi metode hidup yang harus dijalani. Kini manusia menjadi serigala kelaparan yang mencari korban manusia untuk dihancurkan. Tidak ada tempat lagi bagi rasa kasih-sayang, karena yang tersisa hanyalah membunuh atau terbunuh.

Penutup

Perang melibatkan kebencian antar manusia berbeda bangsa atau kelompok. Perang melibatkan segenap komponen dalam diri manusia. Perang yang telah ada sejak peradaban manusia tampaknya akan selalu ada dalam setiap babak kehidupan manusia. Perang yang diawali oleh perebutan sebuah wilayah yang memiliki nilai materi ekonomi, berkelindan dengan jiwa manusia. Sebuah jiwa yang terus menginginkan untuk memiliki sesuatu benda tanpa batas. Hasil dari sebuah kisah perang adalah munculnya kisah-kisah pilu dan tragedi kemanusiaan. ***

Berita lainnya