By. Mulyawan Safwandy Nugraha
Dosen UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Ketua Dewan Pendidikan Kota Sukabumi
Direktur Eksekutif Research and Literacy Institute
Kagetnews | Opini – Memulai tahun 2025, Kita mendapatkan kabar mengejutkan. Tahun 2024 menjadi sebuah pengingat yang pahit akan lemahnya perlindungan kita terhadap generasi muda, dengan terungkapnya 293 kasus perundungan di sekolah-sekolah Indonesia, sebagaimana dicatat oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI).
Angka ini lebih dari sekadar statistik; ia mencerminkan luka sosial yang nyata, di mana ruang yang seharusnya menjadi tempat perlindungan dan pembelajaran justru menjadi sarang kekerasan fisik, verbal, dan psikologis.
Di balik pintu kelas, terjadi kekerasan yang kerap tak terlihat, tetapi dampaknya menghancurkan mental dan emosi para korban. Sekolah, yang idealnya menjadi tempat membangun karakter dan moral, malah menjadi medan perundungan yang didorong oleh ketimpangan kekuatan. Bentuk-bentuk kekerasan seperti ejekan, pengucilan sosial, atau penghinaan verbal sering dianggap wajar, padahal meninggalkan luka mendalam pada harga diri siswa.
Sementara itu, perundungan semakin berkembang di era digital. Media sosial kini menjadi ladang baru bagi kekerasan, dengan bullying online dan penyebaran rumor yang melampaui batas ruang dan waktu. Para korban merasa terjebak tanpa jalan keluar, menghadapi tekanan yang terus-menerus di dunia maya dan nyata.
Namun, masalah ini bukan sekadar kesalahan individu, melainkan kegagalan sistemik. Sistem pendidikan kita terlalu berfokus pada prestasi akademik, mengabaikan pentingnya pembentukan karakter, empati, dan nilai-nilai kemanusiaan. Ketika pendidikan moral diabaikan, budaya kekerasan dibiarkan tumbuh tanpa pengawasan.
Untuk menghentikan perundungan, dibutuhkan pendekatan holistik yang melibatkan sekolah, keluarga, dan masyarakat. Pendidikan karakter yang menekankan empati, penghargaan, dan toleransi harus menjadi prioritas.
Perubahan besar bisa dimulai dari langkah kecil, seperti mengajarkan anak-anak untuk menghargai perasaan orang lain dan membangun kebiasaan baik di rumah maupun sekolah.
Keluarga memiliki peran vital dalam membentuk anak-anak yang peduli dan bertanggung jawab. Orang tua yang menjalin komunikasi terbuka dan mendukung anak-anak mereka dapat membantu menciptakan generasi yang lebih kuat menghadapi tantangan sosial.
Perundungan adalah ancaman serius yang harus diatasi bersama. Dengan menguatkan pendidikan agama dan moral, menciptakan lingkungan inklusif, dan memulai perubahan dari diri sendiri, kita dapat melindungi generasi muda dari luka yang tak terlihat tetapi sangat merusak.
Kini saatnya kita bertindak, karena masa depan mereka bergantung pada keputusan yang kita buat hari ini. Semoga.