Masa Depan Penegakan Hukum Pidana di Indonesia : Telaah Kritis Konstruktif Atas RKUHP

Bagikan

Penulis:
Dr. H. Uu Nurul Huda, S.Ag.,S.H.,M.H
Ketua Prodi Imu Hukum Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Penegakan hukum adalah upaya dalam menegakan aturan-aturan yang berlaku dalam suatu negara agar tercipta ketentraman dan keadilan dalam suatu negara. Pada dasarnya prinsip penegakan hukum adalah equality before the law (persamaan di depan hukum) dan due proces of law yaitu bagaimana menjalankan suatu hukum yang baik dengan prinsip keadilan. Untuk terciptanya kedua prinsip tersebut aparat penegak hukumnya harus bersih, jujur dan menjunjung tinggi etika aparat penegak hukumnya sehingga dapat terciptanya hukum yang dicita-citakan dan menyentuh rasa keadilan dalam masyarakat.

Penegakan hukm yang saat ini haruslah bersifat responsif tanpa adanya rasa diskriminatif dan refresif sebagaimana yang terjadi pada masa penjajahan dulu. Penegakan hukum tidak boleh mementingkan suatu oknum dan kepentingan kekuasaan, sehingga prinsip-prinsip hukum tidak tersentuh pada kalangan masyarakat bawah. Karena pada dasarnya tujuan akhir dari penegakan hukum adalah tercapainya justice for all and the great happinies for the great number.

Dalam penegakan hukum harus terciptanya full law enforcement dimana jika terjadi pelanggaran hukum maka hukum harus segera ditegakan tanpa pandang bulu dan kepentingan. Sebagai bangsa yang besar dan merdeka, penegakan hukum indonesia haruslah memiliki sistem hukum nasional yang berasal dari jiwa bangsa itu sendiri dan meninggalkan prinsip-prinsip penegakan hukum di masa penjajahan yaitu bersifat merongrong dan menindas kaum yang lemah.

Untuk membangung suatu hukum yang lebih baik tidak pernah terlepas dari teori lawrience friedman yaitu pertama, harus baik dalam bidang structure hukum, strukture hukumnya tidak boleh korup yang agar tidak tercipta penegakan hukum yang tajam kebawah tumpu keatas, kedua, substansi hukum harus disusun dengan cermat yang memang dibutuhkan untuk kepentingan masyarakat dan tidak merugikan hak-hak konstitusional rakyat, penyusunan suatu aturan di parlemen jangan memberikan kebingunan dan pertanyaan-pertanyaan oleh masyarakat karena ketidak jelasan produk hukum yang dihasilkan oleh parlemen dan pemerintah. Ketiga, budaya hukum, dimana setiap kalangan masyarakat harus menanamkan dalam diri bahwa hukum adalah sebagai panglima hidup dan mengubah moralitas yang buruk, dimana kepatuhan terhadap hukum hanya smata-mata karena adanya sanksi bukan karena perintah hati yang harus menaati hukum sebagai kewajiban yang telah diperintahkan oleh negara.

Pembaruan KUHP saat ini sedang mengalami kontroversial dikalangan masyarakat, dimana beberapa kalangan masyarakat menganggap bahwa KUHP saat ini sudah cukup jelas untuk mengatur dan tidak perlu untuk direvisi lagi, sedangkan sebagian masyarakat lain masih tetap mempertahankan pandangannya bahwa KUHP saat ini harus adanya pembaharuan. Berbicara tentang sejarah, bahwa pembaruan hukum pidana telah dimulai sejak tahun 1963 melalui berbagai seminar dan pertemuan, namun sampai saat ini belum juga berhasil.

Beberapa alasan-alasan kenapa KUHP saat ini harus di revisi:

Alasan filosofis, bahwa KUHP yang berlaku saat ini belum mencerminkan dan berjiwa pancasila alasan politis/yuridis, bahwa indonesia telah lama merdeka dan berdaulat sehingga sudah sepantasnya dengan negara yang besar ini harus memiliki KUHP nasional sendiri bukan hasil warisan dari negara lain.

Alasan sosiologis, bahwa KUHP yang berlaku saat ini tidak berpijak pada perasaan masyarakat Indonesia, oleh karena itu KUHP yang akan dibentuk haruslah berpijak pada nilai-nilai sosial yang hidup dalam masyarakat indonesia.
alasan adaptif, KUHP saat ini belum mampu merespon epermasalahan yang ada pada masyarakat saat ini, sehingga RKUHP nantinya harus dapatmerespon perkembangan teknologi dan dinamika masyarakat.

Alasan praktis, bahwa KUHP nasional yang akan datang haruslah mudah dimengerti oleh masyarakat.

Meskipun RKUHP Nasional telah dibentuk namun diberbagai kalangan masyarakat baik akademisi, politisi dan masyarakat masih menilai beberapa pasal yang diatur dalam RKUHP masih menjadi pertanyaan tentang pentingnya diatur dan keetisannya, sehingga pasal-pasal tersebut dianggap pasal yang kontroversial dan menjadi penghambat pemberlakuan RKUHP nasional saat ini. Total Pasal yang kontroversial di RKUHP Nasional sebanyak 16 butir Pasal, Pasal-Pasal tersebut antara lain:

Pasal 218 tentang penyerahan Harkat dan Martabat Presiden dan wakil Presiden. Pasal ini menjadi kontroversial karena inkonstitutional yang mengurangi hak-hak masyarakat untuk mengkritik presiden dan wakil presiden. Dimana Pasal ini ditakutkan akan menjadi pasal karet yang akan mudah membungkam masyarakat yang kritis akan kebijakannya dan dapat juga dengan mudah nya menjebloskan masyarakat yang mengkritik ke dalam penjara. Akan tetapi bila dipahami unsur-unsur pasal tersebut bahwa adanya penyerangan terhadap kehormatan, harkat, dan martabat, sehingga sangat wajar pasal ini diatur karena bukan hanya presiden tapi siapa saja kehormatan, harkat, dan martabat itu harus dijaga tidak boleh ada penghinaan terhadap siapapun apalagi kepada Kepala Negara yang dengan semestinya kita harus menjaga. Namun, dalam hal ini hakim sebagai corong undang-undang juga nantinya harus membedakan antara penghinaan dan kritikan.

Pasal 252 tentang menyatakan diri dapat melakuan tindak pidana karena memiliki kekuatan ghaib. Pasal ini semestinya tidak perlu diatur karena akan menjadikan kebingungan dan ketidak jelasan dalam penegakan hukum dan pembuktian nantinya.

Pasal 276 tentang dokter atau dokter yang melaksanakan pekerjaannya tanpa izin. Pasal ini telah diusulkan oleh pemerintah untuk dihapuskan. Tidak boleh seorang seorang dokter yang tanpa izin dikenakan hukuman penjara hal ini diperkuat dengan Putusan MK 40/PUU-X/2012.

Pasal 278 tentang unggas yang merusak kebun yang ditaburi benih. Pasal ini jelas sangat wajar diatur karena pemilik dari harus berkewajiban untuk menjaga peliharaanya sehingga tidak merugikan orang lain dan terciptanya kedamaian pada masyarakat, dan pada pasal ini bukan diberikan sanksi penjara tapi hanya berupa denda.

Pasal 281 tentang Contempt of Court. Melihat beberapa peristiwa yang terjadi dipengadilan banyak oknum masyarakat yang melakukan penghinaan baik secara verbal maupun non verbal dalam persidangan seperti merekam tanpa izin, tepuk tangan, teriak-teriak pada persidangan jelas hal ini adalah penghinaan terhadap pengadilan, oleh karena itu pasal tentang contempt of court sangat penting untuk diatur.

Pasal 282 tentang advokat yang curang.
Pasal 304 tentang penodaan agama.
Pasal 342 tentang penganiayaan hewan.
Pasal 414 dan 416 tentang alat pencegah kehamilan dan pengguguran kandungan.
Pasal 417 tentang perzinaan.
Pasal 418 tentang kohabitasi.
Pasal 431 tentang Penggelandangan, Pasal ini dianggap terlalu berlebihan karena penggelandangan terjadi karena salah satu ketidak sejahteraan suatu negara sehingga sangat tidak wajar jika seorang gelandangan ditangkap lalu dipidana meskipun berupa pidana denda.
Pasal 469 dan Pasal 471 tentang aborsi
Pasal 479 tentang martial rape.

Berita lainnya