Mereka Dilangit Sedang Tertawa

Gambar ilustrasi. (Istimewa)

Bagikan

Oleh: Hasbi Indra

Kagetnews | Opini – Bila benar penerawangan saya di langit bangsa ada sedikit manusia sedang menertawakan kedunguan manusia era modern. Setelah berpendidikan lalu ada yang berkumpul teratur untuk mengurus bangsa dan berkumpul teratur untuk mengurus manusia lainnya malah mungkin kini semakin dungu dalam pandangannya.

Mereka juga sedang mentertawakan penulis yang sedang menulisnya yang tak tersentuh oleh lembaga hukum suatu negeri karena sedang mempermainkan bangsa besar yang  di dalam undang-undang dasar manusianya harus cerdas dan telah lama pendidikan mencerdaskan manusianya.

Setelah mereka bagian dari pengeruk SDA yang sebenarnya kata pendiri bangsa di konstitusi untuk seluruh rakyat, dan setelah mereka menguasai ekonomi seperti tak tersisa untuk rakyat yang lain dan setelah mereka menghadirkan pemimpin dalam citarasanya dan setelah pemimpin membuat bangsa ini terkesan bodoh mengolah ekonomi. Juga tak pernah ada kemarahan ke mereka yang korup di Jiwasraya, Asabri yang jumlahnya puluhan triliun,  lalu ada yang korupsi di angka 271 trilyun ada pula angka 349 triliun angka dari anggota kabinet dulu, anak bangsa yang kini seperti bodoh mengolah politik dan hukumnya untuk meraih cita pendiri bangsa.

Pendiri bangsa dulu orang yang cerdas sebut nama mereka ada yang menjadi kakek dari mereka yang berkumpul mengurus bangsa dan mengurus rakyat. Berapa sedihnya mereka melihat cucunya menjadi pelayan sekelompok kecil orang di langit itu.

Kini manusia yang berkumpul untuk bangsa umumnya hanya menjadi pelayan mereka dan begitu pula mereka sudah menggarap mereka yang berkumpul untuk melayani manusia lainnya. Melayani cukup mendapatkan kekayaan seupil yang ada dibawah tanah. Cukup untuk mengisi kocek fungsionarisnya nanti dan mungkin tak lagi ke sana kemari ketika berkongres. Begitu pula yang punya laras panjang dan laras pendek yang teratur dan disiplin tinggi seperti tengah melayani mereka juga telik sandi yang senyap kerjanya.

Malang bangsa yang berpendidikan dan berkumpul konon secara teratur hanya untuk menjadi pelayan dan sepertinya mereka sangat takut dengan mereka yang sedang mentertawakan dirinya yang justru tak berpendidikan tinggi dan berkumpul lebih banyak di keluarganya dan pekerjaan hanya menghitung tumpukan uang tapi ditakuti dan dilayani secara paripurna.

Bangsa senang pesta supaya seperti bangsa yang demokratis supaya tak disebut manusia yang tertinggal. Demi pelayanan mereka tak paham lagi apa arti demokrasi dan apa hakikat demokrasi. Entahlah tak paham hakikat dan makna demokrasi bukan salah guru di sekolah tapi karena dikumpulan itu tak lagi ada demokrasi.

Ada perkumpulan itu konon supaya bisnisnya lancar dan untuk diwariskan ke anak cucunya di tengah anak bangsa sulit mendapatkan pekerjaan akan cepat di perkumpulan itu. Umumnya yang berkumpul ada dari pemilik ke anaknya terus berkelanjutan dan mereka yang sudah khatam pendidikannya tak paham juga apa yang terjadi.

Jiwa melayani sudah diubun kepala yang menganggap manusia lain dungu dan dungu apa itu demokrasi, hampir saja terjadi penipuan massal di alam demokrasi. Atau mereka takut ada ruh yang tertawa di langit itu di KPK atau lembaga hukum lainnya. KPK dan lembaga hukum didiamkan rakyat mengapa mau jadi kaki tangannya.

Melalui tangannya yang hanya bisa membuat tanda tangan yang bagus tanda tangan yang  diwariskan ke anak cucu yang membuat yang bertoga si pemutus hukum itu terlihat salah memahami untuk apa hukum itu. Juga  operator demokrasi sebagai pelayan yang setia bagi mereka yang tentu melebihi dari yang bertoga karena sudah mengolah angka yang sampai kini masih misterius, yang baru terbuka noda hitam dan SK yang dicabut dan sebagai pengelola matematika hati- hati di sisa umurnya.

Bangsa yang malang untuk bangsa pelayan di mana yang dilangit banyak waktu menghilangkan stressnya mengejar harta untuk tertawa bersama apalagi saat ini dan mendatang, kembali  akan menghadirkan sosok-sosok pelayan yang terus prima melayaninya. Untuk merekakah bangsa ini merdeka dan menjalani pendidikan dan ada perkumpulan-perkumpulan itu?

Bogor akhir Agustus 2024
Penulis adalah seorang Akademisi di UIKA Bogor.

Berita lainnya